20. Sedang Hamil

2 bulan berlalu begitu cepat. Hari kelulusan itupun tiba. Karena mereka mempersiapkan diri dan pondasi yang kuat dalam menempuh pendidikan Najma dan Lira akhirnya wisuda juga.

Suasana di lorong kampus diarea mading juga terlihat begitu ramai, dimana semua siswa siswi yang baru lulus berkumpul dan berebut ingin melihat lowongan kerja dari perusahaan ternama.

Langkah Najma berhenti sejenak. Kepalanya terasa berdenyut-denyut sejak tadi karena merasa pusing.

"Naj. Kamu kenapa? Kamu gak papa kan?"

"Gak kok Lira, kepalaku hanya sedikit berdenyut."

"Beneran? Kamu kelihatan pucet loh?" Lira menegaskannya kembali. Karena wajah sahabatnya ini memang terlihat pucat.

Najma pun mengangguk, karena ia rasa ini hanya pusing biasa.

Keduanya langsung mendekat kearah lorong mading, mereka juga penasaran dan ingin tahu tentang kerumunan itu.

"Yang ingin masuk ke perusahaan ini harus lewat perantaraanku. Jika tidak, tidak akan diterima,baik di perusahaan pusat maupun perusahaan cabang. Persiapkan diri kalian untuk pendaftaran dan interview langsung bersamaku." Ucap Abrar mengakhiri pengumuman yang telah ia sampaikan panjang lebar.

Mereka terpana dengan penampilan Abrar yang khas dengan gaya Tuan Mudanya. Ia sungguh menampakkan jati dirinya, sebagai komisaris perusahaan ia terlihat begitu berwibawa. Sampai-sampai para siswi itupun merasa bergejolak hatinya untuk mendapatkannya.

"Bagaimana ini Najma. Kata kakakku jika ingin masuk ke perusahaan itu harus lewat perantara Abrar dan ternyata benar. Kau yakin memutuskannya? Dia sungguh idaman para wanita sekarang. Lalu bagaimana caranya kita masuk ke perusahaan itu? Itu adalah perusahaan terbaik. Kita tidak boleh menyia-nyiakan itu."

"Kalau begitu kamu saja yang masuk ke perusahaan itu Lira. Aku akan cari perusahaan lain."

"Tapi apa salahnya kita mencoba Naj. Ini itu perusahaan terbaik. Siapa tahu kita juga diterima. Aku juga ingin membuktikan pada orang tuaku, kalau aku bisa diterima di perusahaan ternama tempat kerjanya kakak. Aku juga masih tak percaya jika Abrar adalah seorang tuan muda."

Aku harus bagaimana? Aku memang masih memiliki uang dari Tuan Althar. Tapi pengobatan ibu masih harus terus berjalan. Sedangkan untuk 1 tahun kedepan pun tidak cukup. Aku juga harus bekerja.

Seketika pandangan Najma terasa buyar. Ia tidak bisa menahan rasa pusingnya yang semakin menjadi-jadi dan terasa gelap gulita. Bahkan hanya panggilan namanya saja yang terakhir kali ia dengar.

"Naj-Najma???"

...----------------...

Najma terbangun diruangan asing. Ia tidak mengingat apapun kecuali terakhir kali ia berada di lorong mading.

"Ini dimana?"

Melihat sahabatnya terbangun membuat Lira langsung mendekat.

"Naj. Kamu sudah bangun? Syukurlah."

"Ini kok kaya dirumah sakit. Aku kenapa?" Tanya Najma yang sudah hafal dengan suasana dan nuansa ruangan rumah sakit.

Lira bingung harus menjawab apa. Ia memang membawanya ke rumah sakit saat Najma pingsan tadi.

Ia sungguh membuatnya panik dan membuatnya memilih untuk membawanya kerumah sakit saja.

Namun ada kabar yang lebih membuatnya syok lagi. Ini juga membuatnya tak percaya. Pasalnya setahu Lira sahabatnya ini belom menikah, namun doker menyatakan kalau ia sedang hamil dan kandungnya baik-baik saja. Ia tidak boleh stress dan harus banyak istirahat, ungkap dokter tadi. Ini sungguh membuatnya tak bisa berkata-kata sekarang.

"Naj, sebenarnya aku sungguh tidak yakin akan ini tapi apakah itu benar. Kata dokter kamu sedang hamil? Kamu beneran hamil?"

"Hamil?"

Ohh ya Tuhan aku lupa. Aku tidak datang bulan lagi semenjak aku menikah dengan Tuan Althar.

Najma malah terdiam dan terhanyut dalam pikirannya.

Aku hamil? Tuan Althar aku hamil. Ia pasti sangat senang---tapi, sepertinya ia sudah tak menginginkan anak lagi, buktinya ia menceraikan ku. Sebenarnya apa maunya Tuan Althar. Kalau ibu tahu aku hamil aku juga harus bilang apa?

"Naj???" Lira menyadarkan Najma yang malah terhanyut dalam pikirannya.

"Iya?"

"Jelaskan kepadaku kamu beneran hamil? Itu anak siapa Naj? Siapa yang berbuat seperti ini kepadamu. Aku akan menghajarnya!"

"Sepertinya iya Lira. Aku memang sudah tidak lama datang bulan. Tapi ini anak dari suamiku kok,maksudku anak matan suamiku. Aku tidak tahu harus senang atau tidak. Ia sudah meninggalkan aku sekarang, padahal kehamilan ku setahuku adalah harapannya. Apa begini ya rasanya jadi yang kedua? Ia dapat meninggalkanku kapan saja termasuk di kala bosan."

"Astaga, apa lagi ini Najma? Aku sungguh tidak mengerti apa yang kamu katakan. Maksudmu kamu sudah menikah?"

"Iya Lira. Kepergianku waktu itu saat memutuskan Abrar karena aku akan menikah dengan seseorang diatas sebuah perjanjian. Aku tidak tahu lagi harus melakukan apa untuk pengobatan ibuku. Selain melakukan perjanjian ini dan menjual diriku padanya, dengan syarat aku mau hamil anaknya dan ia pun memberikan begitu banyak uang untuk pengobatan ibuku. Namun anehnya baru seminggu lebih pernikahan ini berjalan, ia menceraikan ku begitu saja. Aku juga tidak tahu apakah aku telah melakukan kesalahan atau memang dia yang sudah bosan denganku?"

"Lalu kamu sudah menikah dengan siapa Najma?"

Brakkk!

Seseorang menjatuhkan kunci mobilnya didepan pintu, ia tak sengaja mendengarkan apa yang dibicarakan mereka sejak tadi.

"Abrar??? Katanya kamu--"

"Apa yang semua aku dengar itu benar?"

"Mas Abrar?"

Lira kenapa Abrar ada disini?

Sorot mata Najma bertanya-tanya bagaimana ada mantan kekasihnya juga dirumah sakit ini.

"Najma aku lupa memberitahumu kalau aku membawamu kesini bersama Abrar. Bahkan memang memakai mobil dia tadi. Tapi aku kira dia bilang pergi dulu tadi. Kenapa kamu kembali begitu cepat?"

Abrar semakin mendekat dengan tatapan tajamnya.

"Apa semua yang aku dengar itu benar? Semua yang kamu katakan itu benar Najma? Kamu juga sedang hamil sekarang?"

"Iya Mas. Aku rasa kamu sudah tahu kan sekarang apa alasanku meninggalkanmu. Itu semua karena uang. Aku bukan wanita baik-baik. Jadi berhenti mengharapkanku mulai sekarang. Tolong maafkan aku. Karena aku sangat butuh uang waktu itu."

"Kenapa kamu tidak meminta saja kepadaku? Bukankah aku pasti akan memberimu uang untuk membantu pengobatan ibumu. Kamu bahkan tidak mau memberitahuku dimana ibumu dirawat waktu itu."

"Mas. Jujur saja aku tidak ingin membebanimu waktu itu, tapi bukankah setahuku kamu juga orang miskin sepertiku, mana mungkin aku meminta tolong kepadamu.Jika pun aku tahu kamu kaya, aku tidak akan meminta tolong padamu, aku tidak ingin kamu beranggapan kalau aku akan memanfaatkanmu. Bukankah ini tujuanmu pura-pura miskin, agar kamu dapat mendapatkan wanita yang tulus dan menerimamu apa adanya. Sekalipun kamu kaya waktu itu aku juga tidak berani dekat ataupun meminta tolong kepadamu. Aku juga sadar diri Mas."

Abrar tidak tahu lagi harus menjawab apa. Ia sudah memegangi kepalanya. Sepertinya menyembunyikan kekayaannya adalah kesalahan terbesarnya. Bahkan ia harus kehilangan kekasihnya sepertinya ini.

Abrar memilih memberikan kunci mobilnya itu pada Lira.

"Nanti kau yang mengantar Najma pulang. Aku sungguh tidak tahu lagi. Suruh Manager Bram yang mengantar mobilku saja Nanti." Ternyata Abrar sudah tahu jika Lira adalah adiknya Bram. Ia adalah Manager besar di kantornya. Ia hanya ingin pergi dan menenangkan dirinya sendiri sekarang. Rasanya menyetir pun ia sudah tidak sanggup lagi. Terlebih harus mengantar Najma yang sedang hamil dan sudah menikah dengan orang lain. Ia sungguh tidak sanggup.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!