Bab 15. Siapa Adnan?

"Tante.... Alice kangen. Tante kemana aja?" Suara teriakan memekik telinga itu berhasil menarik perhatian pengunjung lain. Namun, suara Alice berubah pelan saat Aruna memberi kode agar dirinya tidak terlalu berisik. Dengan renyah canda tawa, Alice menurut dan tak memperlihatkan kekesalan karena Aruna larang.

"Mau main?" Tanya Aruna langsung ditanggapi anggukan antusias oleh Alice sendiri.

"Ayo Tante... Aku mau main di situ." Ujarnya menarik tangan Aruna seraya menunjuk ke arah beberapa wahana permainan anak-anak di taman itu. Adnan tak bisa melepaskan pandangannya dari Aruna. Bahkan terlihat Ia tersenyum ketika mengikuti langkah wanita itu bersama putrinya.

"Alice.. kamu mainnya sendiri ya! Papa mau bicara dengan Tante." Tutur Adnan dengan suara yang begitu lembut. Meski kesal, namun Alice tak bisa membantah. Ia merasa senang jika Aruna masih di sana.

"Tapi Tante jangan pergi ya!" Pintanya sedikit merengek. Sifat asli anak-anak yang tak bisa dihindari, menangis.

"Iya sayang. Tante di sini." Aruna segera meyakinkan dengan harap Alice bisa menghentikan tangisnya. Dengan satu kali bujukan, gadis kecil itu berhasil dibuat tenang. Terlihat Alice berlari dan mulai asyik dengan permainan yang ada di sana. Sementara itu, Adnan dan Aruna memilih duduk mengamati di sebuah kursi yang tak jauh dari Alice.

"Aruna!". "Dok!" Keduanya sama-sama berucap, namun tiba-tiba terdiam menyadari lawan bicaranya akan berucap juga.

"Dokter dulu."

"Kamu saja dulu. Siapa tahu lebih penting."

"Dokter saja. Saya tidak terlalu penting."

"Kau yakin?" Aruna mengangguk menanggapi pertanyaan penuh keraguan dari Adnan tersebut. "Ya sudah. Boleh saya minta sesuatu dari kamu?" Tanyanya kemudian. Aruna kembali mengangguk menanggapi. "Jangan panggil saya dokter terus. Gak enak didengar kalau di luar. Panggil Adnan saja."

"Tapi Dok..."

"Kamu bukan pasien saya. Kalau di rumah sakit, silahkan saja. Tapi kalau di luar, panggil nama saja gapapa."

"Emm.. Mas Adnan?"

'Deg!' Meski suara Aruna terdengar ragu dan sangat pelan, namun suaranya itu berhasil memporak-porandakan hati Adnan seketika. Jantungnya berdegup keras tak bisa Ia kendalikan. Sialnya, Ia seorang dokter, tapi untuk menghentikan kegugupan saja, Ia tak bisa. Beberapa kali Ia meraih dadanya dan menghela nafas tak beraturan. Dan pandangannya terus berpaling menghindari Aruna.

"Kenapa Mas?" Tanya Aruna mendadak cemas. Lagi, Adnan merasakan ada perasaan lain mendengar panggilan baru dari wanita di depannya ini.

"Ga-gapapa. Ini... sepertinya saya gemetaran." Jawabnya.

"Loh, kenapa Dok? Emm maksud saya, Mas?" Bukan hanya Adnan yang merasa aneh dengan panggilan itu, bagi Aruna pun, rasanya seperti sangat menggelikan. Ia merasa jika panggilan itu terdengar tabu dan seperti bukan pada seorang teman.

"Sudah bagus dia panggil Dokter, kenapa aku menyuruhnya memanggil nama. Dan dia malah memanggilku dengan sebutan itu. Apa karena aku tak biasa dengan panggilan yang hanya aku dengar 4 tahun yang lalu?" Batin Adnan mendadak melamun dan tak menyadari kecemasan Aruna.

"Mas!" Panggilnya lebih keras. Ia tak tahu sudah berapa kali Ia memanggil Adnan namun tak juga menyahuti. "Mas belum makan? Mas sakit?" Lanjutnya bertanya. Namun sedetik kemudian Ia mendadak bungkam menyadari kebodohannya melempar pertanyaan. Sakit? Memang ada dokter sakit? Mungkin ada, tapi kali ini pertanyaannya terasa ambigu.

"Se-sepertinya saya lapar." Jawabnya asal. Ia tak tahu lagi harus menjawab apa. Tidak mungkin Ia menjawab karena Aruna, Ia menjadi gemetar begitu.

"Ya sudah, saya beli makanan dulu. Mas mau makan apa? Atau mau pesan online saja? Kita makan di sini?" Tanya Aruna masih terlihat khawatir. Ia tak tahu harus memberi bantuan seperti apa.

"Boleh." Sontak, Aruna terdiam mendengar jawaban Adnan demikian. Maksudnya boleh? Apa pesan online, atau Ia yang pergi membeli langsung?

"Saya saja yang pesan. Kamu mau apa?" Ujar Adnan tiba-tiba. Aruna tak langsung menjawab, Ia sendiri tak merasa lapar saat ini. Saat Ia akan menolak, Adnan memperlihatkan layar ponselnya pada Aruna, dimana Ia melihat beberapa menu makanan di sana.

"Terserah Dokter saja." Ujarnya.

"Tuh kan? Saya bilang jangan panggil dokter!" Tegur Adnan sedikit gemas akan kekeliruan Aruna tersebut.

"Iya maaf Mas." Lirihnya terdengar malu-malu.

"Aku sendiri yang mencari penyakit memang. Sudah sembuh, sekarang tidak bisa dikendalikan lagi. Setelah dari sini, aku harus ke rumah sakit langsung. Aku butuh CPR." Batin Adnan lagi.

...----------------...

"Dari mana?" Tanya Aryan dari kursi ruang tamu berhasil membuat Aruna terhenyak dan menoleh langsung ke arahnya.

"Mas?" Pekiknya begitu terkejut mendapati suaminya ada di sana. Bagaimana tidak, beberapa hari terakhir Aryan tak pulang ke sana dan Ia pikir hari ini pun Aryan tak ada di rumahnya.

"Kenapa kau terkejut begitu? Kau tak suka ada di sini?" Aryan beranjak dari duduknya lalu menghampiri Aruna yang masih terdiam di dekat pintu.

"Eng-enggak gitu maksudnya." Jawabnya terbata, meski dalam hati berkata lain. "Aku memang tak suka kamu di sini, Mas." batinnya memalingkan wajah menghindari Aryan.

"Kamu belum jawab. Dari mana?" Kembali Ia mengulang pertanyaan.

"Dari taman."

"Di taman? Sama siapa?"

"Sama Alice."

"Alice itu siapa?"

"Dia...." Aruna terlihat ragu untuk menjawab siapa Alice. Tak mungkin Ia memberitahu Aryan jika Alice adalah anak Adnan. Terlalu jujur hanya akan membuatnya masuk ke dalam masalah baru. Dan mengapa Aryan begitu ingin tahu tentang urusan pribadinya?

"Ibunya sudah meninggal Mas. Dia mau aku temani. Berhubung aku gak ada teman, ya sudah aku temani Alice saja." Jawabnya mengelak. Setelah mendengar alasan Aruna, Aryan tak pikir panjang, Ia berlalu begitu saja meninggalkan Aruna di tempatnya. Wajah Aruna mendadak berubah seketika saat melihat Aryan yang begitu acuh.

"Dasar." Batinnya mengumpat. Hal mengesalkan seperti ini dapat Ia kesampingkan ketika mengingat kebersamaannya dengan Adnan dan Alice. Senyumnya kembali mengembang meski di depannya Aryan memasang wajah kesalnya.

"Kenapa dia tenang begitu? Aku harus cari tahu sebenarnya siapa Alice itu, dan kenapa sepertinya sangat betah dengan Aruna?" Batin Aryan seraya terus berjalan tak menghiraukan Aruna yang berbelok ke arah dapur.

...----------------...

Malamnya, Aruna kembali mengobrol dengan seseorang lewat telepon. Aryan yang penasaran pun pada akhirnya mencari tahu juga. Ia bersikap seolah tengah mencari angin malam dengan niat menguping pembicaraan Aruna bersama kontak nama Alice itu. Apa memang Aruna tidak mengada-ada? Atau sebenarnya Alice itu hanya alasan?

"Alice harus makan. Kasihan Papa sama Oma." Ujarnya berusaha ikut membujuk kala Ia mendengar jika setelah perpisahannya dengan Alice dan Adnan, gadis itu tak mau makan karena beralasan ingin ditemani olehnya.

"Alice mau Tante...." terdengar teriakan dari seberang membuat Aruna menjauhkan ponselnya.

"Iya besok kita main lagi ya! Sekarang sudah malam. Ayah Tante lebih galak dari Papanya Alice. Kalau Tante ke sana, tidak dibolehkan." Lagi, Ia mengatakan alasan yang tak Aryan mengerti. Bukankah Ayah Aruna sudah meninggal? Kenapa berbohong sampai begitu?

"Aruna... sekali lagi Ibu minta maaf ya. Soalnya Ibu tak tahu harus meyakinkan Alice bagaimana lagi." Ujar Rahayu yang diketahui merebut ponsel dari Alice yang masih tantrum di sana.

"Iya bu. Saya yang minta maaf karena tak bisa ke sana sekarang. Ada beberapa alasan kenapa saya tidak bisa. Besok saja saya temui Alice."

"Iya nak terima kasih. Maaf ibu dan Adnan selalu merepotkan."

"Tidak Bu. Justru Ibu dan Mas Adnan sangat membantu saya." Mendengar nama laki-laki asing disebut langsung oleh istrinya, Aryan tak bisa menahan diri, Ia menghampiri Aruna tiba-tiba sehingga wanita itu terhenyak dan segera mengakhiri panggilan. Setelahnya Ia mematikan layar ponsel dan berniat menyimpannya, namun tangan Aryan lebih cepat. Pria itu berhasil merebut benda canggih itu dari tangan istrinya.

"Siapa Adnan?" Pertanyaan yang seakan tak didengar oleh Aruna sendiri. "Siapa Adnan?" Aryan mengulang pertanyaan dengan nada semakin tinggi, dan Aruna belum berani menjawab. "Dia selingkuhanmu?" Kali ini, Aruna berani menoleh ke arahnya dan menatap matanya tajam-tajam. Ingin sekali Ia menampar kembali wajah Aryan sekeras mungkin, namun Ia tak ingin jika balasannya Aryan berikan lebih brutal dari pada malam sebelumnya. Sebisa mungkin, malam ini dan seterusnya, Aryan tak lagi menyentuhnya.

"Dia dokter yang menangani aku, Mas." Jawabnya sedikit tegas.

"Hubungan Adnan dengan Alice apa?"

"Apa Mas tidak punya kerjaan? Kenapa mencaritahu urusanku?" Mendengar pertanyaan tersebut, tentu saja Aryan mulai tersulut emosinya. Ia meraih dagu Aruna dan mencengkram kuat-kuat, tatapannya lebih tajam dan kebencian diantara keduanya tak bisa disembunyikan lagi.

"Siapa Adnan?" Lagi, Aryan bertanya, namun kali ini Aruna tak berani menjawab. "Oke, aku cari tahu sendiri." Lanjutnya berhasil membuat Aruna terbelalak panik. Apa Ia harus menjawab jujur, atau berbohong pada suaminya ini? Sebenarnya Aryan kenapa? Mengapa bersikeras ingin tahu siapa Adnan?

...-bersambung...

Episodes
1 Bab 1. Prolog
2 Bab 2. Kehidupan setelah menikah
3 Bab 3. Pertemuan pertama kedua Istri
4 Bab 4. Perjanjian?
5 Bab 5. Bukan selingkuhan
6 Bab 6. Bukan selingkuhan (part 2)
7 Bab 7. Waktu bersama Alice
8 Bab 8. Rahasia kecil Aruna
9 Bab 9. Aryan cemburu?
10 Bab 10. Acara keluarga
11 Bab 11. Masa lalu yang tak bisa kembali
12 Bab 12. Pelukan Aryan
13 Bab 13. Pemilik raga, namun tidak hati
14 Bab 14. Sejuta kasih untuk Gita
15 Bab 15. Siapa Adnan?
16 Bab 16. Bicara berdua.
17 Bab 17. Kebimbangan Aruna
18 Bab 18. Bahagia yang tak disadari
19 Bab 19. Kemarahan Aryan.
20 Bab 20. Sisi baik Gita
21 Bab 21. Kunjungan Oma Setya
22 Bab 22. Konflik tak terlihat
23 Bab 23. Kembali sunyi
24 Bab 24. Hadiah
25 Bab 25. Rindu tanpa temu
26 Bab 26. Kebetulan yang disengaja
27 Bab 27. Cinta Rio
28 Bab 28. Kecemburuan Gita
29 Bab 29. Kebiasaan yang tak biasa
30 Bab 30. Perasaan istimewa
31 Bab 31. Kebetulan yang berharga
32 Bab 32. Dilema Aryan.
33 Bab 33. Pertemuan
34 Bab 34. Kecurigaan Laras
35 Bab 35. Tamu tak diundang
36 Bab 36. Kunjungan Gita
37 Bab 37. Rahasia yang diketahui
38 Bab 38. Rindu sebatas semu
39 Bab 39. Penantian terindah
40 Bab 40. Kabar baik, atau buruk.
41 Bab 41. Canda penuh luka
42 Bab 42. Pelarian
43 Bab 43. Manipulasi
44 Bab 44. Haruskah berusaha?
45 Bab 45. Kepulangan Gita
46 Bab 46. Melepas Rindu
47 Bab 47. Salah Faham
48 Bab 48. Bukan pelakor
49 Bab 49. Pengakuan Gita
50 Bab 50. Kehilangan
51 Bab 51. Gunjingan
52 Bab 52. Terkuak
53 Bab 53. Permintaan Oma.
54 Bab 54. Isi hati Adnan
55 Bab 55. Sidang keluarga.
56 Bab 56. Harapan dan keputusan
57 Bab 57. Dunia sangat sempit
58 Bab 58. Kecewa
59 Bab 59. Kepulangan Oma
60 Bab 60. Perubahan
61 Bab 61. Mencari informasi
62 Bab 62. Fakta yang baru
63 Bab 63. Dijauhi teman
64 Bab 64. Rencana Damar
65 Bab 65. Jamuan makan malam
66 Bab 66. Kerinduan
67 Bab 67. "Mama"
68 Bab 68. Pulang?
69 Bab 69. Rumah Oma
70 Bab 70. Sehina itukah istri ke-dua?
71 Bab 71. Klarifikasi
72 Bab 72. Kabar tak terduga
73 Bab 73. Kebimbangan Aruna.
74 Bab 74. Bahagia yang berbeda
75 Bab 75. "Ayo bercerai!"
76 Bab 76. Pertemuan terakhir.
77 Bab 77. Kembali pulang.
78 Bab 78. Berpisah secara damai
79 Bab 79. Sebuah nama
80 Bab 80. Sidang
81 Bab 81. Dua tamu
82 Bab 82. Kebenaran
83 Bab 83. Negosiasi
84 Bab 84. Es yang mencair
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Bab 1. Prolog
2
Bab 2. Kehidupan setelah menikah
3
Bab 3. Pertemuan pertama kedua Istri
4
Bab 4. Perjanjian?
5
Bab 5. Bukan selingkuhan
6
Bab 6. Bukan selingkuhan (part 2)
7
Bab 7. Waktu bersama Alice
8
Bab 8. Rahasia kecil Aruna
9
Bab 9. Aryan cemburu?
10
Bab 10. Acara keluarga
11
Bab 11. Masa lalu yang tak bisa kembali
12
Bab 12. Pelukan Aryan
13
Bab 13. Pemilik raga, namun tidak hati
14
Bab 14. Sejuta kasih untuk Gita
15
Bab 15. Siapa Adnan?
16
Bab 16. Bicara berdua.
17
Bab 17. Kebimbangan Aruna
18
Bab 18. Bahagia yang tak disadari
19
Bab 19. Kemarahan Aryan.
20
Bab 20. Sisi baik Gita
21
Bab 21. Kunjungan Oma Setya
22
Bab 22. Konflik tak terlihat
23
Bab 23. Kembali sunyi
24
Bab 24. Hadiah
25
Bab 25. Rindu tanpa temu
26
Bab 26. Kebetulan yang disengaja
27
Bab 27. Cinta Rio
28
Bab 28. Kecemburuan Gita
29
Bab 29. Kebiasaan yang tak biasa
30
Bab 30. Perasaan istimewa
31
Bab 31. Kebetulan yang berharga
32
Bab 32. Dilema Aryan.
33
Bab 33. Pertemuan
34
Bab 34. Kecurigaan Laras
35
Bab 35. Tamu tak diundang
36
Bab 36. Kunjungan Gita
37
Bab 37. Rahasia yang diketahui
38
Bab 38. Rindu sebatas semu
39
Bab 39. Penantian terindah
40
Bab 40. Kabar baik, atau buruk.
41
Bab 41. Canda penuh luka
42
Bab 42. Pelarian
43
Bab 43. Manipulasi
44
Bab 44. Haruskah berusaha?
45
Bab 45. Kepulangan Gita
46
Bab 46. Melepas Rindu
47
Bab 47. Salah Faham
48
Bab 48. Bukan pelakor
49
Bab 49. Pengakuan Gita
50
Bab 50. Kehilangan
51
Bab 51. Gunjingan
52
Bab 52. Terkuak
53
Bab 53. Permintaan Oma.
54
Bab 54. Isi hati Adnan
55
Bab 55. Sidang keluarga.
56
Bab 56. Harapan dan keputusan
57
Bab 57. Dunia sangat sempit
58
Bab 58. Kecewa
59
Bab 59. Kepulangan Oma
60
Bab 60. Perubahan
61
Bab 61. Mencari informasi
62
Bab 62. Fakta yang baru
63
Bab 63. Dijauhi teman
64
Bab 64. Rencana Damar
65
Bab 65. Jamuan makan malam
66
Bab 66. Kerinduan
67
Bab 67. "Mama"
68
Bab 68. Pulang?
69
Bab 69. Rumah Oma
70
Bab 70. Sehina itukah istri ke-dua?
71
Bab 71. Klarifikasi
72
Bab 72. Kabar tak terduga
73
Bab 73. Kebimbangan Aruna.
74
Bab 74. Bahagia yang berbeda
75
Bab 75. "Ayo bercerai!"
76
Bab 76. Pertemuan terakhir.
77
Bab 77. Kembali pulang.
78
Bab 78. Berpisah secara damai
79
Bab 79. Sebuah nama
80
Bab 80. Sidang
81
Bab 81. Dua tamu
82
Bab 82. Kebenaran
83
Bab 83. Negosiasi
84
Bab 84. Es yang mencair

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!