Bab 14. Sejuta kasih untuk Gita

Pagi kembali menyingsing, Aruna perlahan membuka kedua matanya yang terasa berat. Ia memijit pelipisnya yang terasa berdenyut. Bukan hanya kepala, seluruh tubuhnya saat ini sangat sulit Ia gerakkan. Ditambah hatinya yang terasa pilu ketika mendapati ketiadaan Aryan di sampingnya. Jam belum menunjukkan untuk berangkat, namun pria itu sudah hilang entah kemana.

"Ahhh pasti ke rumah Mbak Gita. Mikir apa sih aku?" Celotehnya diiringi tawa kecil meski air matanya berderai begitu saja.

Di samping itu, Aryan masih menunggu Gita terbangun. Sejak Ia ke sana dari jam 3 dini hari tadi, Gita tak juga membuka mata meski Ia sudah mencoba membangunkannya. Setelah melihat pesan yang Gita kirim, hatinya mendadak gelisah tak karuan. Ada rasa sesal karena tak jadi pulang ke rumah istri tuanya. Ia bersandar di samping Gita yang terlihat masih terlelap seakan tak ingin cepat-cepat terbangun. Sentuhan lembut Aryan berikan pada Gita yang kini terlihat mengerjapkan mata, dan akhirnya terjaga dari tidurnya.

"Eh.. Mas? Kok di sini? Sejak kapan?" Pekiknya segera beranjak dan bersiap untuk membersihkan diri. Terlihat sangat jelas jika Gita menghindari Aryan pagi ini. Apa karena Ia terlambat membaca pesan?

"Sayang.. aku--".

"Mas mau kerja? Mau pakai baju apa?" Tanyanya jelas mengalihkan pembicaraan.

"Kamu mau mandi, kan?" Aryan balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Gita sebelumnya. Wanita itu hanya mengangguk seraya tersenyum namun kemudian berjalan mendekati dirinya.

"Kalau Mas mau berangkat pagi, Mas saja duluan yang mandi. Aku siapkan sarapan dulu, setelah itu Mas sarapan." Tuturnya tak sedikitpun memperlihatkan kekecewaan. Inilah yang Aryan jadikan alasan mengapa Ia tak ingin perempuan lain selain Gita. Selain tutur katanya yang lembut, Gita juga memiliki hati yang lapang untuk setiap kesalahan Aryan yang harus Ia terima.

"Sayang.. maaf--"

"Udah jam segini Mas. Nanti terlambat." Lagi, Gita seakan mengalihkan pembicaraan membuat Aryan semakin sendu menatapnya. Cepat-cepat Ia menarik sang Istri lalu menatap kedua matanya dengan lekat.

"Kamu nangis? Sayang? Aku buat kamu nangis?" Mendengar kepanikan suaminya itu, Gita hanya tertawa kemudian menggeleng seakan merasa terhibur dengan sikap Aryan yang menggemaskan baginya.

"Enggak. Aku banyak tidur aja Mas. Makanya ada kantung mata." Sanggahnya masih tertawa.

"Enggak sayang. Kamu bukan banyak tidur. Kamu nangis kan? Sayang maafin aku. Aku gak baca pesan kamu karena semalam--"

"Gapapa Mas. Aku ngerti kok. Lagian, kalau Mas lebih banyak waktu buat Aruna, Mas bisa cepat punya anak."

"Tapi kalau semalam aku ke sini, bisa aja nanti kamu hamil, sayang."

"Siapa yang tahu Mas. Mungkin aku memang belum dikasih kepercayaan."

"Sayang.. aku benar-benar minta maaf. Kemarin aku susul Aruna yang tiba-tiba pulang. Kamu tahu kan gimana Ibu? Kalau sampai ketahuan Aruna pulang gak bilang-bilang, Ibu pasti marahin aku, dan juga bisa aja Ibu mikir yang enggak-enggak. Kamu jangan marah ya, sayang. Aku sama Aruna akan cerai kalau sampai bulan depan dia gak hamil." Papar Aryan lagi. Senyum manis kembali mengembang di bibir Gita.

"Kalau hamil?" Pertanyaan itu terlontar tanpa kendali pikiran Gita. Ia benar-benar sudah terlampau cemburu jika saja Aryan dan Aruna semakin lama bersama.

"Sampai melahirkan. Itu perjanjian aku sama Ibu, sayang. Setelahnya, aku sama Aruna akan bercerai. Dan aku akan fokus sama kamu."

"Lalu bagaimana dengan anak kamu sama Aruna nanti?"

"Ibu yang mau anak itu, sayang. Bukan aku."

"Mas.. itu anak manusia loh. Anak kamu. Kamu dengan mudah lepas tanggung jawab?"

"Apa kamu pernah mikirin perasaan aku? Dari awal aku gak mau poligami. Tapi kamu kan yang paksa? Kamu yang nyaranin sampai Ibu dengar ucapan kamu dan desak aku untuk itu. Aku cape Git. Aku cape di situasi ini. Harus kasih nafkah lahir batin sama wanita yang gak aku cinta. Setiap aku nyentuh dia, aku cuma ngebayangin wajah kamu. Aku sebut nama kamu, aku anggap itu kamu. Kamu gak mikir Git? Hmmh? Gak ada yang bisa gantiin posisi kamu sebagai istri aku." Bukan hanya Aryan, deraian air mata terlihat di wajah Gita mendengar isi hati Aryan selama ini. Yang Ia pikirkan bukan perasaan Aryan, tapi Aruna. Bagaimana sakitnya hati Aruna jika selama ini Aryan menyentuhnya tanpa menganggap dirinya. Gita menangis tersedu-sedu merasakan kesakitan yang teramat dalam ketika membayangkan dirinya berada di posisi Aruna.

"Sayang... aku minta maaf. Aku banyak salah sama kamu. Aku gak jadi suami yang adil untuk kamu. Aku minta maaf karena kemarin aku malah fokus susul Aruna dari pada nemenin kamu ke klinik. Aku minta maaf karena kemarin pikiran aku cuma takut Ibu marah, tapi aku lupa sama rencana kita." Melihat Gita yang tak henti menangis, hati Aryan terasa remuk hingga Ia memeluk erat sang istri dengan penuh cinta. Entah apa yang membuat Gita begitu pilu, namun Aryan yakin jika istrinya ini memang menahan sakit sejak Ia menikahi Aruna. Meski wajahnya tersenyum, namun hatinya menjerit melihatnya bersanding dengan wanita lain.

...----------------...

"Bu... saya bawakan makanan. Ini sudah siang, tapi ibu belum makan." Ujar Bi Ima yang memasuki kamar Aruna dengan sopan.

"Simpan di sini saja Bi. Maaf ya merepotkan."

"Apa ibu sakit lagi?" Sontak Aruna sedikit terhenyak mendapati pertanyaan tersebut. Ingin Ia menjawab 'sakit sekali Bi. Majikanmu sudah gila menyiksaku.' Namun kalimat itu tak sampai di tenggorokannya. Ia menelan kembali dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

"Mungkin efek kemarin pulang, Bi. Jadi rasanya badan aku sakit." Jawabnya.

"Kalau ibu butuh sesuatu, saya ada di bawah."

"Iya bi. Makasih ya!" Ucapan itu ditanggapi anggukan oleh Bi Ima. Setelahnya ART tersebut berlalu meninggalkan Aruna yang langsung meringis kesakitan di atas ranjang sana. Ia baru teringat jika obat miliknya sudah hampir habis. Ia harus cepat-cepat membelinya tanpa sepengetahuan Aryan. Atau, semuanya akan sia-sia.

...----------------...

"Mas.. aku mau ketemu sama Aruna, boleh?" Tanyanya setelah suasana dirasa tenang.

"Untuk apa, sayang?" Sahutnya memeluk sang istri dari samping. Keduanya duduk begitu dekat hingga terlihat seperti tengah berpelukan, padahal Gita hanya bersandar saja.

"Ya... mau ngobrol aja. Kapan lagi aku punya adek. Kelihatannya dia emang baik sih Mas."

"Kenapa kamu mikir gitu?"

"Ya... jarang loh, bahkan gak ada istri kedua yang ngaku sepupu istri pertama di depan keluarga besar suaminya. Kebanyakan mereka bangga kalau mereka jadi perebut suami orang. Ini Aruna gak sama sekali."

"Namanya juga gak cinta. Aku juga gak mau kalau sampai dia akui aku suaminya di depan keluarga besar."

"Ih Mas kok ngomongnya gitu. Kasihan loh Aruna. Mau bagaimana pun, dia istri Mas juga."

"Iya tapi Mas gak cinta sama dia."

"Belum Mas. Bisa aja setelah kalian punya anak, cinta itu tumbuh di hati Mas sama Aruna. Iya kan?"

"Kenapa jadi bahas itu?"

"Ya habisnya Mas gak kerja."

"Hubungan aku gak kerja sama Aruna itu apa?"

"Ya gapapa. Nyambung aja ke sana." Sanggah Gita berusaha mengalihkan agar Aryan tak jadi merajuk. Ia tahu pasti jika Aryan tak ingin membahas Aruna bukan karena tak menyukainya, tapi karena dirinya yang mungkin akan merasa cemburu lagi.

"Berapa kali aku bilang kalau rasa cinta, sayang, kasih, rindu aku itu cuma buat kamu." Tutur Aryan lagi. Kali ini Gita hanya tersenyum menanggapi.

...----------------...

"Aruna... kamu serius belum hamil?" Tanya Sundari sesaat setelah Ia sampai di rumah Aruna. Terlihat menantunya itu mengernyit lalu menggeleng menanggapi pertanyaan mertuanya tersebut.

"Kalau sampai bulan depan kamu gak hamil juga, pasti-- emmm pokoknya ibu harap kamu cepat hamil ya!" Celoteh Sundari yang nyaris saja keceplosan di depan Aruna yang mulai mencurigainya.

"Pasti apa, Bu?" Tanyanya

"Eng-enggak. Ibu pengen cepat gendong cucu aja. Kamu kan menantu kesayangan Ibu. Harapan terbesar Ibu. Jadi, Ibu harap kamu bisa mengerti ya!" Sangat jelas terlihat wajah gelisah Sundari ketika mengelak dari pertanyaan Aruna. Ia tak bisa menutupi kepanikannya yang membuat Aruna menatapnya semakin lekat.

"Hampir saja. Kenapa dia belum hamil juga? Ini pasti ada yang salah. Kondisi rahim Aruna tercatat sehat tanpa ada gejala apapun yang membuatnya sulit hamil. Tapi kenapa sudah dua bulan dia belum mengandung juga." Batin Sundari terasa ingin mencari tahu sesuatu.

...-bersambung...

Episodes
1 Bab 1. Prolog
2 Bab 2. Kehidupan setelah menikah
3 Bab 3. Pertemuan pertama kedua Istri
4 Bab 4. Perjanjian?
5 Bab 5. Bukan selingkuhan
6 Bab 6. Bukan selingkuhan (part 2)
7 Bab 7. Waktu bersama Alice
8 Bab 8. Rahasia kecil Aruna
9 Bab 9. Aryan cemburu?
10 Bab 10. Acara keluarga
11 Bab 11. Masa lalu yang tak bisa kembali
12 Bab 12. Pelukan Aryan
13 Bab 13. Pemilik raga, namun tidak hati
14 Bab 14. Sejuta kasih untuk Gita
15 Bab 15. Siapa Adnan?
16 Bab 16. Bicara berdua.
17 Bab 17. Kebimbangan Aruna
18 Bab 18. Bahagia yang tak disadari
19 Bab 19. Kemarahan Aryan.
20 Bab 20. Sisi baik Gita
21 Bab 21. Kunjungan Oma Setya
22 Bab 22. Konflik tak terlihat
23 Bab 23. Kembali sunyi
24 Bab 24. Hadiah
25 Bab 25. Rindu tanpa temu
26 Bab 26. Kebetulan yang disengaja
27 Bab 27. Cinta Rio
28 Bab 28. Kecemburuan Gita
29 Bab 29. Kebiasaan yang tak biasa
30 Bab 30. Perasaan istimewa
31 Bab 31. Kebetulan yang berharga
32 Bab 32. Dilema Aryan.
33 Bab 33. Pertemuan
34 Bab 34. Kecurigaan Laras
35 Bab 35. Tamu tak diundang
36 Bab 36. Kunjungan Gita
37 Bab 37. Rahasia yang diketahui
38 Bab 38. Rindu sebatas semu
39 Bab 39. Penantian terindah
40 Bab 40. Kabar baik, atau buruk.
41 Bab 41. Canda penuh luka
42 Bab 42. Pelarian
43 Bab 43. Manipulasi
44 Bab 44. Haruskah berusaha?
45 Bab 45. Kepulangan Gita
46 Bab 46. Melepas Rindu
47 Bab 47. Salah Faham
48 Bab 48. Bukan pelakor
49 Bab 49. Pengakuan Gita
50 Bab 50. Kehilangan
51 Bab 51. Gunjingan
52 Bab 52. Terkuak
53 Bab 53. Permintaan Oma.
54 Bab 54. Isi hati Adnan
55 Bab 55. Sidang keluarga.
56 Bab 56. Harapan dan keputusan
57 Bab 57. Dunia sangat sempit
58 Bab 58. Kecewa
59 Bab 59. Kepulangan Oma
60 Bab 60. Perubahan
61 Bab 61. Mencari informasi
62 Bab 62. Fakta yang baru
63 Bab 63. Dijauhi teman
64 Bab 64. Rencana Damar
65 Bab 65. Jamuan makan malam
66 Bab 66. Kerinduan
67 Bab 67. "Mama"
68 Bab 68. Pulang?
69 Bab 69. Rumah Oma
70 Bab 70. Sehina itukah istri ke-dua?
71 Bab 71. Klarifikasi
72 Bab 72. Kabar tak terduga
73 Bab 73. Kebimbangan Aruna.
74 Bab 74. Bahagia yang berbeda
75 Bab 75. "Ayo bercerai!"
76 Bab 76. Pertemuan terakhir.
77 Bab 77. Kembali pulang.
78 Bab 78. Berpisah secara damai
79 Bab 79. Sebuah nama
80 Bab 80. Sidang
81 Bab 81. Dua tamu
82 Bab 82. Kebenaran
83 Bab 83. Negosiasi
84 Bab 84. Es yang mencair
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Bab 1. Prolog
2
Bab 2. Kehidupan setelah menikah
3
Bab 3. Pertemuan pertama kedua Istri
4
Bab 4. Perjanjian?
5
Bab 5. Bukan selingkuhan
6
Bab 6. Bukan selingkuhan (part 2)
7
Bab 7. Waktu bersama Alice
8
Bab 8. Rahasia kecil Aruna
9
Bab 9. Aryan cemburu?
10
Bab 10. Acara keluarga
11
Bab 11. Masa lalu yang tak bisa kembali
12
Bab 12. Pelukan Aryan
13
Bab 13. Pemilik raga, namun tidak hati
14
Bab 14. Sejuta kasih untuk Gita
15
Bab 15. Siapa Adnan?
16
Bab 16. Bicara berdua.
17
Bab 17. Kebimbangan Aruna
18
Bab 18. Bahagia yang tak disadari
19
Bab 19. Kemarahan Aryan.
20
Bab 20. Sisi baik Gita
21
Bab 21. Kunjungan Oma Setya
22
Bab 22. Konflik tak terlihat
23
Bab 23. Kembali sunyi
24
Bab 24. Hadiah
25
Bab 25. Rindu tanpa temu
26
Bab 26. Kebetulan yang disengaja
27
Bab 27. Cinta Rio
28
Bab 28. Kecemburuan Gita
29
Bab 29. Kebiasaan yang tak biasa
30
Bab 30. Perasaan istimewa
31
Bab 31. Kebetulan yang berharga
32
Bab 32. Dilema Aryan.
33
Bab 33. Pertemuan
34
Bab 34. Kecurigaan Laras
35
Bab 35. Tamu tak diundang
36
Bab 36. Kunjungan Gita
37
Bab 37. Rahasia yang diketahui
38
Bab 38. Rindu sebatas semu
39
Bab 39. Penantian terindah
40
Bab 40. Kabar baik, atau buruk.
41
Bab 41. Canda penuh luka
42
Bab 42. Pelarian
43
Bab 43. Manipulasi
44
Bab 44. Haruskah berusaha?
45
Bab 45. Kepulangan Gita
46
Bab 46. Melepas Rindu
47
Bab 47. Salah Faham
48
Bab 48. Bukan pelakor
49
Bab 49. Pengakuan Gita
50
Bab 50. Kehilangan
51
Bab 51. Gunjingan
52
Bab 52. Terkuak
53
Bab 53. Permintaan Oma.
54
Bab 54. Isi hati Adnan
55
Bab 55. Sidang keluarga.
56
Bab 56. Harapan dan keputusan
57
Bab 57. Dunia sangat sempit
58
Bab 58. Kecewa
59
Bab 59. Kepulangan Oma
60
Bab 60. Perubahan
61
Bab 61. Mencari informasi
62
Bab 62. Fakta yang baru
63
Bab 63. Dijauhi teman
64
Bab 64. Rencana Damar
65
Bab 65. Jamuan makan malam
66
Bab 66. Kerinduan
67
Bab 67. "Mama"
68
Bab 68. Pulang?
69
Bab 69. Rumah Oma
70
Bab 70. Sehina itukah istri ke-dua?
71
Bab 71. Klarifikasi
72
Bab 72. Kabar tak terduga
73
Bab 73. Kebimbangan Aruna.
74
Bab 74. Bahagia yang berbeda
75
Bab 75. "Ayo bercerai!"
76
Bab 76. Pertemuan terakhir.
77
Bab 77. Kembali pulang.
78
Bab 78. Berpisah secara damai
79
Bab 79. Sebuah nama
80
Bab 80. Sidang
81
Bab 81. Dua tamu
82
Bab 82. Kebenaran
83
Bab 83. Negosiasi
84
Bab 84. Es yang mencair

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!