Bab 6. Bukan selingkuhan (part 2)

"Gimana kondisi istri saya, Dok?" Baru saja Dokter keluar dari ruang periksa, Aryan segera menanyakan keadaan Aruna saat ini.

"Silahkan ke ruangan saya Pak. Akan saya jelaskan di sana." Jawab Dokter tersebut demikian. Aryan hanya menurut dan mengikuti langkah Dokter memasuki sebuah ruangan pribadi yang hanya ada meja dirinya saja.

"Begini Pak. Lambung Ibu Aruna mengalami pendarahan. Untuk makanan, jelas harus mengurangi yang pedas dan asam. Begitu pun dengan minuman. Jangan meminum yang asam dan bersoda. Dan juga, untuk kopi, sebaiknya dihindari saja." Jelas Dokter itu. Aryan manggut-manggut mengerti.

"Istri saya memang suka minum kopi, Dok. "

"Harus di stop dulu ya Pak. Kalau terus menerus makanannya tidak dijaga, bisa saja lambungnya akan mengalami kebocoran, dan itu harus operasi."

"Begitu ya? Baiklah Dok. Terima kasih." Setelah mengucapkan kalimat itu, Aryan beranjak dan bergegas ke ruangan Aruna yang masih berada di UGD. Ia melihat raut wajahnya sudah mulai normal, tidak terlalu pucat seperti sebelumnya. Namun garis matanya tak berubah. Ia berpikir jika Aruna menangis sebelum tak sadar.

"Runa...." panggil Aryan dengan suara berbisik. Terlihat alisnya berkerut lalu matanya mengerjap dan melirik ke arahnya.

"Mas..." lirihnya nyaris tak terdengar. Ia kembali meringis dengan memegangi perutnya.

"Kamu minum kopi lagi?" Aruna tak berniat menjawab, Ia memalingkan wajahnya dan menutup kembali matanya.

"Lain kali, kalau tahu punya penyakit itu jaga makanannya." Lanjutnya menghela nafas gusar. Entah kenapa, rasa peduli yang semula ada malah berubah menjadi rasa kesal. Di waktu yang sama, seorang perawat datang dan memberitahukan Aryan bahwa Aruna sudah bisa pindah ruangan. Sementara itu, Aryan diminta mengurus beberapa hal sebelum Aruna beralih ruangan.

"Asam lambung itu sudah termasuk penyakit berbahaya, Bu. Kalau bisa jangan banyak pikiran ya! Asam lambung itu pemicunya dari pikiran yang over thinking. Kalau pikirannya dibuat kacau terus, Ibu gak akan sembuh. Jadi, coba kurangi pikiran negatifnya ya Bu." Tutur perawat dengan begitu ramah seraya mengatur apa saja yang Ia rasa sedikit bermasalah pada alat medis Aruna.

"Iya Sus. Terima kasih." Sahutnya menanggapi nasehat dari perawat tersebut. Aryan yang mendengarnya hanya bisa membisu tak berniat menimpali atau menyanggah nasehat itu. Ia memilih berlalu.

"Eh Git." Seru Laras, teman baik Gita ditengah perbincangan mereka. Gita hanya mendongak dan menatap Laras penuh tanya seraya meminum jus di tangannya menunggu lanjutan penuturannya. "Aku lihat Aryan sama perempuan lain." Imbuhnya membuat Gita tersedak dan nyaris kesulitan bernafas. Maya cepat-cepat memberikan air mineral karena Ia pikir Gita tersedak jus yang kemanisan.

"Kamu gapapa?" Tanya Ajeng memastikan. Sontak saja Gita menggeleng seraya tersenyum meyakinkan ketiga temannya.

"Ih tapi aku serius. Aku lihat itu emang Aryan lagi gendong perempuan di rumah sakit Citra Medika. Tadi pagi. Kurang lebih jam setengah 9 lah." Lanjut Laras lagi. Gita hanya berusaha mengalihkan topik pembicaraan mereka agar tak ada yang curiga jika Ia menyembunyikan fakta bahwa Aryan sudah menikah lagi. Ia terlalu khawatir jika ketiga temannya ini nekat melabrak Aruna hanya karena salah faham.

"Kamu salah lihat kali. Kan Mas Aryan lagi kerja. Dia juga udah bilang nanti pulang malam." Jelasnya sebisa mungkin terlihat memang sudah sejujur-jujurnya.

"Emmm mungkin. Tapi kalau sampai Aryan selingkuh, kita duluan yang akan kasih pelajaran pelakor itu." Benar saja dugaan Gita, Laras berucap dengan begitu bersemangat karena Ia sangat trauma dengan perselingkuhan.

"Apa kamu udah berani bohong sama aku, Mas?" Batin Gita mendadak melamun dan tak lagi mendengarkan obrolan teman-temannya. Terlihat Ajeng yang begitu tenang, namun Gita tahu jika Ia adalah yang paling berbahaya kalau sudah labrak melabrak.

...----------------...

"Bi... kalau mau pulang, gapapa pulang aja." Ujar Aruna yang tak ingin pelayannya kerepotan.

"Tak apa Bu. Saya di sini saja. Lagi pula, Bu Sundari belum pulang dari luar kota, jadi pekerjaan saya di rumah masih sempat dihandle yang lain."

"Ya udah Bi." Baru saja menghela nafas lega dan memejamkan mata, Aruna harus membuka mata lebar-lebar ketika melihat sesosok anak kecil memasuki ruangannya dan bersembunyi di balik tirai. Tak lama dari itu, Ia mendengar keributan dari luar dan ada yang membuka pintu ruangannya. Cepat-cepat Aruna memejamkan mata dan seakan ingin menghindari siapa saja yang masuk.

"Maaf Sus. Majikan saya tengah istirahat." Ujar Bi Ima sebelum perawat itu bertanya. Sontak saja, perawat tersebut kembali berlalu keluar dari ruangan Aruna.

"Tante... makasih ya." Terdengar suara anak itu begitu pelan membuat Aruna kembali membuka mata.

"Dek... tantenya lagi istirahat, kamu--"

"Gapapa Bi. Biarkan dia di sini dulu." Aruna cepat menyela dan berhasil membuat anak kecil yang entah siapa itu pun tersenyum lalu memeluk Aruna yang masih berbaring.

"Kamu sembunyi dari siapa?" Tanya Aruna mencoba menginterogasinya.

"Dari Papa."

"Loh... kenapa sembunyi?"

"Aku gak boleh ke sini."

"Emang peraturannya kan anak-anak gak boleh ke sini, sayang."

"Tapi aku mau main sama Papa, tante."

"Maksudnya?"

"Papa jarang pulang, aku kesepian. Makanya aku ke sini ketemu Papa. Tapi Papa marah dan mau pukul aku."

"Dan kamu sembunyi ke sini?" Anak itu mengangguk ragu dengan menunduk menanggapi pertanyaan Aruna. Dengan hati-hati, Aruna beranjak dari tidurnya dan bersandar ditumpu beberapa bantal di belakangnya.

"Tante sakit apa?" Tanyanya mulai penasaran karena Aruna sempat meringis.

"Sakit perut." Jawab Aruna tersenyum. Namun anak itu memasang wajah sendu menatap Aruna yang mulai terheran akan sikap bocah ini.

"Tante mau gak jadi Mama aku?"

'Eh?' Aruna terbelalak, begitupun dengan Bi Ima yang sama-sama terkejut mendengar pertanyaan konyol itu.

"Alice... jangan ganggu pasien!" Tegur seorang pria dari arah pintu. Terlihat anak bernama Alice itu meraih tangan Aruna dan memeluknya dengan erat.

"Awas infusan nya." Bi Ima ikut menegur saat jarum infus di tangan Aruna nyaris tersenggol.

"Alice. Lepaskan itu. Sini!" Lagi pria itu memberi titah namun anak itu malah menangis memeluk Aruna dengan erat.

"Gak mau. Aku gak mau sama Papa. Aku mau sama tante ini aja. Papa jahat. Tante ini baik."

"Bu... Maaf ya. Anak saya merepotkan ibu." Ujar dokter itu beralih pada Aruna.

"Sayang, tangan tante boleh dilepas? Ini sakit. Dan juga ikut sama Papa ya! Kalau Alice lama-lama di sini kan gak baik. Alice umurnya berapa?"

"6 tante." Jawabnya mulai melepaskan genggamannya.

"6 tahun gak boleh masuk ke sini. Nanti ininya sesak." Ujar Aruna kembali menunjuk tepat di dada Alice. Anak itu tersengal karena menangis lalu melambaikan tangan dan ragu-ragu menghampiri Ayahnya. Untuk ke sekian kali, Dokter itu meminta maaf atas kekacauan yang terjadi dan Aruna hanya tersenyum saja menanggapinya. Kalimat Alice masih terngiang-ngiang dipikirannya. Kemana Ibunya? Mengapa anak itu meminta dirinya menjadi Ibunya?

...-bersambung...

Episodes
1 Bab 1. Prolog
2 Bab 2. Kehidupan setelah menikah
3 Bab 3. Pertemuan pertama kedua Istri
4 Bab 4. Perjanjian?
5 Bab 5. Bukan selingkuhan
6 Bab 6. Bukan selingkuhan (part 2)
7 Bab 7. Waktu bersama Alice
8 Bab 8. Rahasia kecil Aruna
9 Bab 9. Aryan cemburu?
10 Bab 10. Acara keluarga
11 Bab 11. Masa lalu yang tak bisa kembali
12 Bab 12. Pelukan Aryan
13 Bab 13. Pemilik raga, namun tidak hati
14 Bab 14. Sejuta kasih untuk Gita
15 Bab 15. Siapa Adnan?
16 Bab 16. Bicara berdua.
17 Bab 17. Kebimbangan Aruna
18 Bab 18. Bahagia yang tak disadari
19 Bab 19. Kemarahan Aryan.
20 Bab 20. Sisi baik Gita
21 Bab 21. Kunjungan Oma Setya
22 Bab 22. Konflik tak terlihat
23 Bab 23. Kembali sunyi
24 Bab 24. Hadiah
25 Bab 25. Rindu tanpa temu
26 Bab 26. Kebetulan yang disengaja
27 Bab 27. Cinta Rio
28 Bab 28. Kecemburuan Gita
29 Bab 29. Kebiasaan yang tak biasa
30 Bab 30. Perasaan istimewa
31 Bab 31. Kebetulan yang berharga
32 Bab 32. Dilema Aryan.
33 Bab 33. Pertemuan
34 Bab 34. Kecurigaan Laras
35 Bab 35. Tamu tak diundang
36 Bab 36. Kunjungan Gita
37 Bab 37. Rahasia yang diketahui
38 Bab 38. Rindu sebatas semu
39 Bab 39. Penantian terindah
40 Bab 40. Kabar baik, atau buruk.
41 Bab 41. Canda penuh luka
42 Bab 42. Pelarian
43 Bab 43. Manipulasi
44 Bab 44. Haruskah berusaha?
45 Bab 45. Kepulangan Gita
46 Bab 46. Melepas Rindu
47 Bab 47. Salah Faham
48 Bab 48. Bukan pelakor
49 Bab 49. Pengakuan Gita
50 Bab 50. Kehilangan
51 Bab 51. Gunjingan
52 Bab 52. Terkuak
53 Bab 53. Permintaan Oma.
54 Bab 54. Isi hati Adnan
55 Bab 55. Sidang keluarga.
56 Bab 56. Harapan dan keputusan
57 Bab 57. Dunia sangat sempit
58 Bab 58. Kecewa
59 Bab 59. Kepulangan Oma
60 Bab 60. Perubahan
61 Bab 61. Mencari informasi
62 Bab 62. Fakta yang baru
63 Bab 63. Dijauhi teman
64 Bab 64. Rencana Damar
65 Bab 65. Jamuan makan malam
66 Bab 66. Kerinduan
67 Bab 67. "Mama"
68 Bab 68. Pulang?
69 Bab 69. Rumah Oma
70 Bab 70. Sehina itukah istri ke-dua?
71 Bab 71. Klarifikasi
72 Bab 72. Kabar tak terduga
73 Bab 73. Kebimbangan Aruna.
74 Bab 74. Bahagia yang berbeda
75 Bab 75. "Ayo bercerai!"
76 Bab 76. Pertemuan terakhir.
77 Bab 77. Kembali pulang.
78 Bab 78. Berpisah secara damai
79 Bab 79. Sebuah nama
80 Bab 80. Sidang
81 Bab 81. Dua tamu
82 Bab 82. Kebenaran
83 Bab 83. Negosiasi
84 Bab 84. Es yang mencair
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Bab 1. Prolog
2
Bab 2. Kehidupan setelah menikah
3
Bab 3. Pertemuan pertama kedua Istri
4
Bab 4. Perjanjian?
5
Bab 5. Bukan selingkuhan
6
Bab 6. Bukan selingkuhan (part 2)
7
Bab 7. Waktu bersama Alice
8
Bab 8. Rahasia kecil Aruna
9
Bab 9. Aryan cemburu?
10
Bab 10. Acara keluarga
11
Bab 11. Masa lalu yang tak bisa kembali
12
Bab 12. Pelukan Aryan
13
Bab 13. Pemilik raga, namun tidak hati
14
Bab 14. Sejuta kasih untuk Gita
15
Bab 15. Siapa Adnan?
16
Bab 16. Bicara berdua.
17
Bab 17. Kebimbangan Aruna
18
Bab 18. Bahagia yang tak disadari
19
Bab 19. Kemarahan Aryan.
20
Bab 20. Sisi baik Gita
21
Bab 21. Kunjungan Oma Setya
22
Bab 22. Konflik tak terlihat
23
Bab 23. Kembali sunyi
24
Bab 24. Hadiah
25
Bab 25. Rindu tanpa temu
26
Bab 26. Kebetulan yang disengaja
27
Bab 27. Cinta Rio
28
Bab 28. Kecemburuan Gita
29
Bab 29. Kebiasaan yang tak biasa
30
Bab 30. Perasaan istimewa
31
Bab 31. Kebetulan yang berharga
32
Bab 32. Dilema Aryan.
33
Bab 33. Pertemuan
34
Bab 34. Kecurigaan Laras
35
Bab 35. Tamu tak diundang
36
Bab 36. Kunjungan Gita
37
Bab 37. Rahasia yang diketahui
38
Bab 38. Rindu sebatas semu
39
Bab 39. Penantian terindah
40
Bab 40. Kabar baik, atau buruk.
41
Bab 41. Canda penuh luka
42
Bab 42. Pelarian
43
Bab 43. Manipulasi
44
Bab 44. Haruskah berusaha?
45
Bab 45. Kepulangan Gita
46
Bab 46. Melepas Rindu
47
Bab 47. Salah Faham
48
Bab 48. Bukan pelakor
49
Bab 49. Pengakuan Gita
50
Bab 50. Kehilangan
51
Bab 51. Gunjingan
52
Bab 52. Terkuak
53
Bab 53. Permintaan Oma.
54
Bab 54. Isi hati Adnan
55
Bab 55. Sidang keluarga.
56
Bab 56. Harapan dan keputusan
57
Bab 57. Dunia sangat sempit
58
Bab 58. Kecewa
59
Bab 59. Kepulangan Oma
60
Bab 60. Perubahan
61
Bab 61. Mencari informasi
62
Bab 62. Fakta yang baru
63
Bab 63. Dijauhi teman
64
Bab 64. Rencana Damar
65
Bab 65. Jamuan makan malam
66
Bab 66. Kerinduan
67
Bab 67. "Mama"
68
Bab 68. Pulang?
69
Bab 69. Rumah Oma
70
Bab 70. Sehina itukah istri ke-dua?
71
Bab 71. Klarifikasi
72
Bab 72. Kabar tak terduga
73
Bab 73. Kebimbangan Aruna.
74
Bab 74. Bahagia yang berbeda
75
Bab 75. "Ayo bercerai!"
76
Bab 76. Pertemuan terakhir.
77
Bab 77. Kembali pulang.
78
Bab 78. Berpisah secara damai
79
Bab 79. Sebuah nama
80
Bab 80. Sidang
81
Bab 81. Dua tamu
82
Bab 82. Kebenaran
83
Bab 83. Negosiasi
84
Bab 84. Es yang mencair

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!