Bab 5. Bukan selingkuhan

Sudah 2 pekan berlalu, namun hubungan antara Aruna dan Aryan tak kunjung membaik. Mereka masih tetap berperang batin meski keduanya sudah begitu dekat sebagai suami-istri. Begitu pun dengan Gita, Ia belum bisa memulai hubungan baiknya dengan Aruna sebagai madunya. Meskipun Ia sendiri yang meminta Aryan untuk berpoligami, sayangnya tidak mudah untuk menerima Aruna di keluarganya.

"Mas... apa gak sebaiknya kamu jangan ke sini dulu? Kalau Ibu tahu kan pasti marah. Untuk 3 bulan ke depan, kamu sama Aruna aja. Takutnya Ibu mikirnya kalian berantem." Ujar Gita di sela aktifitas sarapan mereka. Aryan seketika terhenti mengunyah makanannya dan segera mengambil gelas yang ada di samping piring miliknya.

"Kamu itu sebenernya kenapa sih? Marah? Benci? Atau apa? Aku ini suami kamu, kan?" Gita hanya mengangguk menanggapi pertanyaan suaminya tersebut. "Terus?" Imbuh Aryan membuat Gita tak mengerti. Ia menatap Aryan begitu dalam penuh arti.

"Mas... aku cuma gak mau--"

"Ibu gak akan salahin kamu. Aku sama Ibu udah ngomong baik-baik. Gimana pun, aku harus bersikap adil. Beribu maaf aku untuk kamu."

"Mas gak perlu minta maaf. Ini terjadi karena aku juga yang minta Mas nikah lagi. Jadi aku harus terima konsekuensi kalau aku harus berbagi sama Aruna. Gapapa Mas. Demi lihat Mas punya anak, aku ikhlas." Meski tutur katanya begitu lembut dan menenangkan, namun air matanya cukup membuat Aryan membeku. Apa air mata itu memang air mata keikhlasan atau kesedihan? Aryan tak bersuara lagi. Ia memilih menghabiskan makanannya dan langsung bergegas berangkat bekerja.

"Mas kerja dulu ya! Kalau ada apa-apa, kabari saja." Ujarnya seraya mendaratkan sebuah kecupan di dahi, pipi, dan bibir istri pertamanya. Terlihat Gita hanya mengangguk diiringi sebuah senyum menanggapi sikap manis Aryan tersebut.

"Hari ini ada survei lapangan, terus ada pertemuan sama klien juga. Kayaknya Mas pulang malam." Imbuh Aryan sebelum Ia benar-benar pergi. Lagi, Gita hanya mengangguk tak memberi jawaban pasti akan penuturan suaminya.

...----------------...

"Bu... kita ke dokter saja ya!" Bujuk Bi Ima yang sudah terlampau panik melihat kondisi Aruna yang sudah kesakitan memegangi perutnya. Keringat dingin bercucuran dari pelipisnya, kulit wajahnya memutih seperti mayat hidup, dan nafasnya terengah seiring rasa sakit yang menusuk di bagian lambungnya.

"Enggak Bi... aku gapapa kok." Seiring ucapannya tersebut, terdengar suara rintihan yang membuat Bi Ima tak mempercayainya.

"Ibu makin parah loh. Saya takut Ibu kenapa-kenapa." Mendengar kekhawatiran pelayan pribadinya itu, Aruna hanya tersenyum lantas beranjak dari posisi tidurnya dengan susah payah.

"Ini cuma lambung aja yang kambuh, Bi. Sebentar lagi pasti sembuh." Ujarnya terus mengelak.

"Enggak Bu... Ibu makin pucat. Nafas Ibu juga gak beraturan. Saya telepon Pak Aryan ya?"

"Jangan Bi. Jangan! Aku beneran gapapa kok."

"Kalau panggil dokternya ke sini? Bagaimana?"

"Aku ada obat Bi."

Bi Ima yang notabene nya hanya seorang pelayan, Ia tak cukup berani memaksa Aruna untuk berobat meski sebenarnya Ia begitu khawatir.

"Saya buatkan bubur saja ya! Kalau diingat-ingat, Ibu belum makan nasi dari 2 hari yang lalu." Ujar Bi Ima kembali membujuk. Namun, Aruna tak menjawab, bahkan Ia tak menanggapi sedikitpun tawaran Bi Ima tersebut. Alhasil, Bi Ima beranjak dan segera membuatkan majikannya makanan untuk mengisi perutnya. Ia yakin jika Aruna memiliki penyakit lambung yang sudah parah.

...----------------...

Tak ingin berlama-lama, Bi Ima cepat-cepat mengantarkan makanan setelah matang. Sekalian Ia membawa sebuah obat tambahan agar sakitnya tak semakin parah. Dibukanya pintu kamar Aruna yang sengaja Ia tutup, lalu Ia letakkan nampan di atas nakas dan beberapa kali memanggil Aruna untuk bangun agar memakan sarapannya.

"Bu... saya sudah buatkan bubur untuk Ibu. Kalau Ibu masih sakit, biar saya yang suapi." Tak ada jawaban, Aruna masih terlelap seakan sudah melupakan rasa sakitnya. Bi Ima tak begitu saja menyerah, Ia memberanikan diri mengguncangkan tubuh Aruna perlahan meski tak mendapati respons apa-apa. Matanya membulat sempurna ketika menyadari ada yang tidak biasa pada Aruna yang terus saja terlelap. Tidak mungkin jika hanya tidur. Secepatnya Ia memanggil pelayan lain dan beberapa petugas yang berjaga di depan untuk membantunya.

"Mobil Bu Aruna sedang diperbaiki Bi. Kalau mau kita pesan taksi saja." Ujar seorang supir pribadi Aruna yang senantiasa mengantarkan Aruna kemana pun.

"Apa sempat? Kita hubungi Pak Aryan saja." Timpal yang lainnya. Semua mendadak panik melihat kondisi Aruna yang begitu lemah tak berdaya. Yang mereka takutkan ada beberapa hal, sesuatu terjadi pada Aruna, dan kemarahan majikannya. Aryan mungkin tak akan terlalu memarahi mereka karena mereka tahu kebenarannya, namun tidak dengan Sundari yang kemungkinan besar akan habis-habisan menyalahkan mereka jika sampai Aruna kenapa-kenapa. Karena saat ini, Aruna adalah menantu kesayangannya.

Di waktu yang sama, Aryan tengah menghadiri sebuah rapat di kantornya sebelum Ia turun ke lapangan. Ia mengikuti arahan dari Damar untuk apa saja yang harus Ia lakukan. Sedang fokus bergelut dengan pekerjaannya, ponselnya terus menerus berdering meski sudah Ia abaikan. Dengan terpaksa, Ia menjawab panggilan tersebut untuk memastikan tak ada yang perlu Ia khawatirkan.

"Hallo." Sapanya yang tak menyadari jika nomor itu adalah dari rumah barunya.

"Pak... maaf mengganggu. Saya ingin memberitahu." Ujar Bi Ima dari seberang yang langsung ingin mengatakan apa yang terjadi pada Aruna. Dan pria itu terbelalak seketika saat mendengar apa yang dikatakan pelayan di rumah barunya. Ia sempat tak percaya, namun mencoba menghubungi nomor Aruna, dan tak mendapati jawaban. Untuk yang ke sekian kali, panggilan itu terjawab, tapi bukan Aruna yang menjawabnya. Hatinya semakin kacau, Ia tak bisa berpikir untuk sejenak. Apa yang harus Ia lakukan?

"Aryan. Kenapa masih diluar? Rapatnya sudah mau mulai." Ujar Damar menegur Aryan yang tengah melamun di luar ruangan.

"Om... Aryan gak bisa ikut rapat." Ucapnya sedikit ragu. Ia bahkan memalingkan pandangannya dengan gundah.

"Apa sesuatu terjadi, Aryan?" Tanya Damar selanjutnya. Aryan hanya menghela nafas dalam sebelum Ia menjawab.

"Om... istri Aryan sakit, dan kata Bi Ima, sakitnya parah. Kalau Aryan hari ini izin, boleh tidak Om?" Dengan memberanikan diri, Aryan meminta izin pada Damar secara langsung dan dengan senyum menenangkan Damar menjawab.

"Tak apa Nak. Istrimu lebih penting. Hari ini biar Om saja yang handle." Ujarnya membuat Aryan tersenyum lega. Namun senyum itu memudar ketika menyadari alasan Ia tersenyum. Setelahnya Aryan cepat-cepat ke rumah Aruna dan benar saja, Ia mendapati Aruna masih terlelap meski Bi Ima sudah mencoba menyadarkannya.

"Kenapa tidak dibawa ke dokter?" Sergahnya seraya meraih dan membawa Aruna keluar kamar.

"Ibu menolak terus Pak. Dan mobil Bu Aruna sedang diperbaiki." Jawab Bi Ima meski sebenarnya Ia takut akan kemarahan Aryan.

"Kalau mati, mau tanggungjawab?"

'Deg!' Bi Ima terdiam seketika, Ia tak tahu lagi harus menjawab apa.

"Bibi siapkan keperluan Aruna, dan susul saya pakai taksi, bisa?" Tanya Aryan yang mendadak berhenti untuk memastikan Bi Ima menyanggupi permintaannya.

"Bisa Pak." Sahut Bi Ima sehingga Aryan kembali berlalu dengan langkah cepat. Ia merasa tubuh Aruna benar-benar sangat berat, padahal tubuhnya lebih kecil dari Gita. Wajah pucat itu membuatnya ketakutan akan apa yang terjadi kedepannya.

...----------------...

Sampai di rumah sakit, Aryan cepat-cepat membawa Aruna ke dalam ruang UGD atas arahan petugas. Tanpa Ia sadari, dari kejauhan seseorang tengah memperhatikannya. Padangan itu tak berpaling menatapnya membawa seorang perempuan asing.

"Itu Aryan ya? Sama siapa? Bukan Gita, kan?" Tanyanya pada diri sendiri. Seketika raut wajahnya berubah terkejut sendiri saat menyadari sesuatu. "Aryan selingkuh? Ah tapi gak mungkin. Aku tahu Aryan orangnya gimana. Tapi itu siapaaaaa?" Imbuhnya geram sendiri pada akhirnya. Beribu pertanyaan mulai berkecamuk dalam pikirannya menerka siapa wanita yang bersama suami sahabatnya.

...-bersambung...

Episodes
1 Bab 1. Prolog
2 Bab 2. Kehidupan setelah menikah
3 Bab 3. Pertemuan pertama kedua Istri
4 Bab 4. Perjanjian?
5 Bab 5. Bukan selingkuhan
6 Bab 6. Bukan selingkuhan (part 2)
7 Bab 7. Waktu bersama Alice
8 Bab 8. Rahasia kecil Aruna
9 Bab 9. Aryan cemburu?
10 Bab 10. Acara keluarga
11 Bab 11. Masa lalu yang tak bisa kembali
12 Bab 12. Pelukan Aryan
13 Bab 13. Pemilik raga, namun tidak hati
14 Bab 14. Sejuta kasih untuk Gita
15 Bab 15. Siapa Adnan?
16 Bab 16. Bicara berdua.
17 Bab 17. Kebimbangan Aruna
18 Bab 18. Bahagia yang tak disadari
19 Bab 19. Kemarahan Aryan.
20 Bab 20. Sisi baik Gita
21 Bab 21. Kunjungan Oma Setya
22 Bab 22. Konflik tak terlihat
23 Bab 23. Kembali sunyi
24 Bab 24. Hadiah
25 Bab 25. Rindu tanpa temu
26 Bab 26. Kebetulan yang disengaja
27 Bab 27. Cinta Rio
28 Bab 28. Kecemburuan Gita
29 Bab 29. Kebiasaan yang tak biasa
30 Bab 30. Perasaan istimewa
31 Bab 31. Kebetulan yang berharga
32 Bab 32. Dilema Aryan.
33 Bab 33. Pertemuan
34 Bab 34. Kecurigaan Laras
35 Bab 35. Tamu tak diundang
36 Bab 36. Kunjungan Gita
37 Bab 37. Rahasia yang diketahui
38 Bab 38. Rindu sebatas semu
39 Bab 39. Penantian terindah
40 Bab 40. Kabar baik, atau buruk.
41 Bab 41. Canda penuh luka
42 Bab 42. Pelarian
43 Bab 43. Manipulasi
44 Bab 44. Haruskah berusaha?
45 Bab 45. Kepulangan Gita
46 Bab 46. Melepas Rindu
47 Bab 47. Salah Faham
48 Bab 48. Bukan pelakor
49 Bab 49. Pengakuan Gita
50 Bab 50. Kehilangan
51 Bab 51. Gunjingan
52 Bab 52. Terkuak
53 Bab 53. Permintaan Oma.
54 Bab 54. Isi hati Adnan
55 Bab 55. Sidang keluarga.
56 Bab 56. Harapan dan keputusan
57 Bab 57. Dunia sangat sempit
58 Bab 58. Kecewa
59 Bab 59. Kepulangan Oma
60 Bab 60. Perubahan
61 Bab 61. Mencari informasi
62 Bab 62. Fakta yang baru
63 Bab 63. Dijauhi teman
64 Bab 64. Rencana Damar
65 Bab 65. Jamuan makan malam
66 Bab 66. Kerinduan
67 Bab 67. "Mama"
68 Bab 68. Pulang?
69 Bab 69. Rumah Oma
70 Bab 70. Sehina itukah istri ke-dua?
71 Bab 71. Klarifikasi
72 Bab 72. Kabar tak terduga
73 Bab 73. Kebimbangan Aruna.
74 Bab 74. Bahagia yang berbeda
75 Bab 75. "Ayo bercerai!"
76 Bab 76. Pertemuan terakhir.
77 Bab 77. Kembali pulang.
78 Bab 78. Berpisah secara damai
79 Bab 79. Sebuah nama
80 Bab 80. Sidang
81 Bab 81. Dua tamu
82 Bab 82. Kebenaran
83 Bab 83. Negosiasi
84 Bab 84. Es yang mencair
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Bab 1. Prolog
2
Bab 2. Kehidupan setelah menikah
3
Bab 3. Pertemuan pertama kedua Istri
4
Bab 4. Perjanjian?
5
Bab 5. Bukan selingkuhan
6
Bab 6. Bukan selingkuhan (part 2)
7
Bab 7. Waktu bersama Alice
8
Bab 8. Rahasia kecil Aruna
9
Bab 9. Aryan cemburu?
10
Bab 10. Acara keluarga
11
Bab 11. Masa lalu yang tak bisa kembali
12
Bab 12. Pelukan Aryan
13
Bab 13. Pemilik raga, namun tidak hati
14
Bab 14. Sejuta kasih untuk Gita
15
Bab 15. Siapa Adnan?
16
Bab 16. Bicara berdua.
17
Bab 17. Kebimbangan Aruna
18
Bab 18. Bahagia yang tak disadari
19
Bab 19. Kemarahan Aryan.
20
Bab 20. Sisi baik Gita
21
Bab 21. Kunjungan Oma Setya
22
Bab 22. Konflik tak terlihat
23
Bab 23. Kembali sunyi
24
Bab 24. Hadiah
25
Bab 25. Rindu tanpa temu
26
Bab 26. Kebetulan yang disengaja
27
Bab 27. Cinta Rio
28
Bab 28. Kecemburuan Gita
29
Bab 29. Kebiasaan yang tak biasa
30
Bab 30. Perasaan istimewa
31
Bab 31. Kebetulan yang berharga
32
Bab 32. Dilema Aryan.
33
Bab 33. Pertemuan
34
Bab 34. Kecurigaan Laras
35
Bab 35. Tamu tak diundang
36
Bab 36. Kunjungan Gita
37
Bab 37. Rahasia yang diketahui
38
Bab 38. Rindu sebatas semu
39
Bab 39. Penantian terindah
40
Bab 40. Kabar baik, atau buruk.
41
Bab 41. Canda penuh luka
42
Bab 42. Pelarian
43
Bab 43. Manipulasi
44
Bab 44. Haruskah berusaha?
45
Bab 45. Kepulangan Gita
46
Bab 46. Melepas Rindu
47
Bab 47. Salah Faham
48
Bab 48. Bukan pelakor
49
Bab 49. Pengakuan Gita
50
Bab 50. Kehilangan
51
Bab 51. Gunjingan
52
Bab 52. Terkuak
53
Bab 53. Permintaan Oma.
54
Bab 54. Isi hati Adnan
55
Bab 55. Sidang keluarga.
56
Bab 56. Harapan dan keputusan
57
Bab 57. Dunia sangat sempit
58
Bab 58. Kecewa
59
Bab 59. Kepulangan Oma
60
Bab 60. Perubahan
61
Bab 61. Mencari informasi
62
Bab 62. Fakta yang baru
63
Bab 63. Dijauhi teman
64
Bab 64. Rencana Damar
65
Bab 65. Jamuan makan malam
66
Bab 66. Kerinduan
67
Bab 67. "Mama"
68
Bab 68. Pulang?
69
Bab 69. Rumah Oma
70
Bab 70. Sehina itukah istri ke-dua?
71
Bab 71. Klarifikasi
72
Bab 72. Kabar tak terduga
73
Bab 73. Kebimbangan Aruna.
74
Bab 74. Bahagia yang berbeda
75
Bab 75. "Ayo bercerai!"
76
Bab 76. Pertemuan terakhir.
77
Bab 77. Kembali pulang.
78
Bab 78. Berpisah secara damai
79
Bab 79. Sebuah nama
80
Bab 80. Sidang
81
Bab 81. Dua tamu
82
Bab 82. Kebenaran
83
Bab 83. Negosiasi
84
Bab 84. Es yang mencair

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!