Bab 4. Perjanjian?

Pagi menyingsing, Aruna terbangun lebih dulu, Ia beranjak menghiraukan pakaiannya yang tak beraturan di lantai akibat ulah Aryan semalam. Ia tak menyangka jika hal yang Ia hindari akan terjadi. Namun apalah daya, Ia tak bisa menolak karena itu akan membuatnya menjadi istri durhaka. Mengesampingkan hal tersebut, Aruna bersikap seolah acuh meski sudah bermadu kasih bersama Aryan yang sama-sama tak peduli terhadapnya. Jelas mereka melakukannya tanpa perasaan.

"Entah kenapa, rasanya aku tak ingin ada yang hadir diantara aku dan Mas Aryan." Batin Aruna seiring membasuh tubuhnya di bawah air shower. Air matanya tak bisa terbendung, Ia membiarkan kesedihannya meluap merasakan rasa sakit di tubuh dan ulu hatinya. Mengingat semalam Aryan membisikkan nama Gita di sepanjang kebersamaan mereka. Dadanya terasa nyeri, apa hanya dirinya yang bernasib demikian?

Aryan memijit dahinya ketika mengingat wajah Aruna semalam yang membuatnya menjadi candu. Bahkan saat ingin mengingat Gita, secara tiba-tiba hanya wajah Aruna saya yang muncul di benaknya. Ingin terheran, namun ini kenyataan.

"Harusnya aku tidak gegabah." Batinnya menghela nafas gusar.

Di tengah kegundahan Aryan, Ia terdiam ketika melihat Aruna yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan jubah handuk yang membuatnya menelan saliva. Aryan cepat-cepat memalingkan wajah untuk menghindari pemandangan di depannya. Gegas Ia beranjak untuk membersihkan diri dan bersiap untuk berangkat bekerja.

...----------------...

"Bi... ada obat sakit kepala?" Tanya Aruna setelah Ia mengganti pakaian dan terlihat begitu rapi.

"Kebetulan habis Bu. Tapi kalau Ibu butuh, saya bisa belikan."

"Oh.. gapapa Bi. Aku beli sendiri aja. Sekalian mau beli sesuatu." Respons Aruna menolak tawaran Bi Ima dengan lembut. Sudah terlihat jika pelayannya ini mulai nyaman melayani dirinya yang memang tak banyak bicara. Bahkan terkadang, Aruna seperti tak membutuhkannya karena selalu melakukan hal sendiri.

"Bu... sakit Ibu parah?" Tanya Bi Ima mulai memperlihatkan raut wajah cemas pada Aruna.

"Memangnya kenapa Bi?"

"Wajah Ibu kelihatan pucat." Jawabnya sehingga Aruna meraih ponsel lalu bercermin.

"Padahal aku udah pakai lipstik." Keluhnya kemudian memijit pelipisnya dengan sedikit meringis. "Kayaknya aku migrain, Bi. Ini rasanya kayak muter." Imbuhnya mendadak terdengar manja.

"Kalau begitu, saya belikan dulu obat ya, Bu. Biar gak keterusan."

"Gapapa Bi.. aku aja. Sekalian aku mau beli sesuatu di apotek. Ini masih bisa ditahan kok."

"Ibu serius? Mata Ibu sudah sayu. Saya khawatir Ibu malah tambah parah." Mendengar kekhawatiran Bi Ima, Aruna tersenyum tipis membuat Bi Ima ikut tersenyum karenanya. Bukan Aruna jika tidak keras kepala. Ia berusaha menahan pening di kepalanya dan ikut membuat sarapan untuk Aryan yang mungkin tengah bersiap. Susah hampir 30 menit, Aryan tak kunjung turun dari kamar. Sebagai seorang istri, meski tanpa arti, Ia wajib melayani kebutuhannya. Dengan begitu, Aruna berniat menyusul Aryan untuk segera sarapan. Baru melangkah di anak tangga yang ke 3, Ia merasa pandangannya mulai kabur dan sedikit menggelap seakan menghalangi pandangannya.

"Eh... kok jadi gelap?" Gumamnya mengerjapkan mata, lalu duduk untuk menstabilkan kesadarannya. Namun, saat Aryan turun, Ia mendapati Aruna tengah duduk di antara anak tangga dengan bersandar pada dinding. Rasa penasaran dan heran menyatu di benak Aryan ketika melewati Aruna yang ternyata tengah terlelap.

"Apa dia kelelahan? Sampai-sampai tidur di sini." Aryan bergumam menerka kemungkinan yang terjadi pada Aruna.

"Bi..." panggilnya kemudian membuat Bi Ima segera menghampirinya.

"Iya Pak." Sahutnya menunduk sopan.

"Ini Aruna kenapa tidur di sini Bi? Bahaya loh kalau tiba-tiba jatuh. Nanti saya yang dimarahi sama Ibu." Tegur Aryan semakin membuat Bi Ima terheran. Namun Ia hanya mengangguk saja tanpa protes. Perlahan Ia menghampiri Aruna dan mencoba membangunkan untuk menyuruhnya pindah ke tempat lain.

"Bu... kita pindah ke kamar. Saya temani." Ujar Bi Ima tak mendapati tanggapan apapun. Bahkan pergerakan Aruna saja tak terlihat. Yang membuat Aryan terheran, mengapa deru nafasnya tak seperti sebelumnya? Seakan Aruna tak bernafas saat ini. Dengan cepat, Aryan meraih Aruna dan mencoba ikut membangunkan, namun sayang, usahanya sia-sia. Istri keduanya itu tak kunjung membuka mata. Barulah Aryan menyadari jika Aruna tak sadarkan diri. Secepatnya Ia bawa ke sofa dan memberinya pertolongan pertama.

"Ada minyak kayu putih, Bi?"

"Saya cari dulu, Pak." Sahut Bi Ima segera mencari benda yang dimaksud.

Di waktu yang sama, Sundari baru saja datang dan Ia ikut terkejut mendapati Aryan yang panik menghadapi Aruna yang terlelap di depannya.

"Aryan, Aruna kenapa?" Pekik Sundari benar-benar panik.

"Aku gak tahu Bu. Dia tiba-tiba pingsan gini." Balasnya sama-sama ribut kepanikan.

"Pak... ini minyak kayu putihnya." Ujar Bi Ima secepat mungkin memberikan apa yang Aryan inginkan sebelumnya. Dengan telaten, Ia mengoleskan sedikit di ujung hidung Aruna. Tak lama dari itu, Aruna terlihat mengerjapkan matanya dan perlahan melirik ke arah Aryan yang tengah meraih kepalanya.

"Eh? M-Mas ngapain?" Pekiknya langsung terbangun. Ia masih merasakan kepalanya berputar entah apa penyebabnya.

"Kamu sakit?" Tanya Sundari memperlihatkan kekhawatirannya.

"Enggak Bu. Ini pusing aja." Jawabnya mengelak.

"Tapi badan kamu itu agak hangat."

"Mungkin masuk angin aja Bu." Sontak, Sundar melirik ke arah Aryan dan Aruna bergantian. Ia tersenyum kala menyadari jika rambut keduanya terlihat basah.

"Ohhh begitu toh? Ya udah, kamu minum obat aja, terus istirahat ya." Menanggapi nasehat Ibu mertua, Aruna hanya mengangguk seraya tersenyum sehingga Aryan mengernyit melihat senyuman itu.

"Bisa juga dia tersenyum?" Batinnya tak habis pikir.

"Kamu gak usah ke kantor aja. Temani istrimu." Imbuh Sundari ketika kedua pengantin itu idak menyahuti dengan kata-kata.

"Eh? Tapi aku banyak kerjaan Bu." Sahut Aryan Sedikit meninggikan suaranya.

"Gapapa Bu. Mas Aryan biar kerja aja. Aku gak usah ditemani. Ada Bi Ima juga." Mendengar penuturan menantunya, Sundari hanya meraih dan mengelus lembut kepalanya. Aruna kembali ke kamarnya setelah sarapan. Dan sepeninggal Aruna, Sundari hendak menyusul Aruna, namun Aryan seakan menahan kepergiannya.

"Ibu gak lupa sama perjanjian kita kan?" Tanya Aryan tanpa menoleh ke arah Ibunya.

"Perjanjian yang mana?" Mendengar pertanyaan ini, Aryan beranjak lalu menghadap tepat di depan Ibunya tersebut.

"Kenapa Ibu jadi pura-pura lupa? Aku menerima pernikahan ini karena Ibu. Ibu gak mungkin lupa dengan perjanjiannya kan? Kalau Ibu lupa, aku menikah dengan Aruna hanya sampai kami memiliki keturunan, dan kalau Aruna tak juga hamil dalam waktu 3 bulan, aku bisa memutuskan untuk bercerai. Dan Ibu setuju. Sekarang, kenapa Ibu seolah mengelak?"

"Ibu setuju kalau kamu sendiri memberi nafkah lahir dan batinnya, Aryan. Bukan nafkah lahirnya saja."

"Akan aku berikan Bu. Walaupun dalam pikiran aku hanya Gita. Aku akan berikan dia nafkah batin. Tapi Ibu jangan lupa dengan perjanjian itu. Dan jangan salahkan aku kalau seandainya nanti aku memutuskan berpisah dengan Aruna."

"Tapi Ibu harap, kamu gak punya pikiran itu, Aryan. Kamu bisa bertahan dengan Gita sampai 5 tahun tanpa seorang anak, tapi dengan Aruna mengapa harus 3 bulan?"

"Itu syaratnya Bu. Dari awal aku tak mau menikah lagi, tapi Ibu dan Gita memaksa. Hanya itu syaratnya Bu. Aku tidak meminta apa-apa lagi." Tegasnya kemudian berlalu menjauh dari sang Ibu. Gegas Aryan berangkat bekerja berharap kekesalannya hilang saat Ia sampai di kantor nanti.

Tak lama dari kepergian Aryan, terlihat Aruna muncul dari tangga membawa gelas kosong lalu mengisinya kembali dengan air mineral. Sontak saja Sundari terhenyak dan berpikir apa Aruna mendengar perdebatannya dengan Aryan atau tidak?

...-bersambung...

Episodes
1 Bab 1. Prolog
2 Bab 2. Kehidupan setelah menikah
3 Bab 3. Pertemuan pertama kedua Istri
4 Bab 4. Perjanjian?
5 Bab 5. Bukan selingkuhan
6 Bab 6. Bukan selingkuhan (part 2)
7 Bab 7. Waktu bersama Alice
8 Bab 8. Rahasia kecil Aruna
9 Bab 9. Aryan cemburu?
10 Bab 10. Acara keluarga
11 Bab 11. Masa lalu yang tak bisa kembali
12 Bab 12. Pelukan Aryan
13 Bab 13. Pemilik raga, namun tidak hati
14 Bab 14. Sejuta kasih untuk Gita
15 Bab 15. Siapa Adnan?
16 Bab 16. Bicara berdua.
17 Bab 17. Kebimbangan Aruna
18 Bab 18. Bahagia yang tak disadari
19 Bab 19. Kemarahan Aryan.
20 Bab 20. Sisi baik Gita
21 Bab 21. Kunjungan Oma Setya
22 Bab 22. Konflik tak terlihat
23 Bab 23. Kembali sunyi
24 Bab 24. Hadiah
25 Bab 25. Rindu tanpa temu
26 Bab 26. Kebetulan yang disengaja
27 Bab 27. Cinta Rio
28 Bab 28. Kecemburuan Gita
29 Bab 29. Kebiasaan yang tak biasa
30 Bab 30. Perasaan istimewa
31 Bab 31. Kebetulan yang berharga
32 Bab 32. Dilema Aryan.
33 Bab 33. Pertemuan
34 Bab 34. Kecurigaan Laras
35 Bab 35. Tamu tak diundang
36 Bab 36. Kunjungan Gita
37 Bab 37. Rahasia yang diketahui
38 Bab 38. Rindu sebatas semu
39 Bab 39. Penantian terindah
40 Bab 40. Kabar baik, atau buruk.
41 Bab 41. Canda penuh luka
42 Bab 42. Pelarian
43 Bab 43. Manipulasi
44 Bab 44. Haruskah berusaha?
45 Bab 45. Kepulangan Gita
46 Bab 46. Melepas Rindu
47 Bab 47. Salah Faham
48 Bab 48. Bukan pelakor
49 Bab 49. Pengakuan Gita
50 Bab 50. Kehilangan
51 Bab 51. Gunjingan
52 Bab 52. Terkuak
53 Bab 53. Permintaan Oma.
54 Bab 54. Isi hati Adnan
55 Bab 55. Sidang keluarga.
56 Bab 56. Harapan dan keputusan
57 Bab 57. Dunia sangat sempit
58 Bab 58. Kecewa
59 Bab 59. Kepulangan Oma
60 Bab 60. Perubahan
61 Bab 61. Mencari informasi
62 Bab 62. Fakta yang baru
63 Bab 63. Dijauhi teman
64 Bab 64. Rencana Damar
65 Bab 65. Jamuan makan malam
66 Bab 66. Kerinduan
67 Bab 67. "Mama"
68 Bab 68. Pulang?
69 Bab 69. Rumah Oma
70 Bab 70. Sehina itukah istri ke-dua?
71 Bab 71. Klarifikasi
72 Bab 72. Kabar tak terduga
73 Bab 73. Kebimbangan Aruna.
74 Bab 74. Bahagia yang berbeda
75 Bab 75. "Ayo bercerai!"
76 Bab 76. Pertemuan terakhir.
77 Bab 77. Kembali pulang.
78 Bab 78. Berpisah secara damai
79 Bab 79. Sebuah nama
80 Bab 80. Sidang
81 Bab 81. Dua tamu
82 Bab 82. Kebenaran
83 Bab 83. Negosiasi
84 Bab 84. Es yang mencair
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Bab 1. Prolog
2
Bab 2. Kehidupan setelah menikah
3
Bab 3. Pertemuan pertama kedua Istri
4
Bab 4. Perjanjian?
5
Bab 5. Bukan selingkuhan
6
Bab 6. Bukan selingkuhan (part 2)
7
Bab 7. Waktu bersama Alice
8
Bab 8. Rahasia kecil Aruna
9
Bab 9. Aryan cemburu?
10
Bab 10. Acara keluarga
11
Bab 11. Masa lalu yang tak bisa kembali
12
Bab 12. Pelukan Aryan
13
Bab 13. Pemilik raga, namun tidak hati
14
Bab 14. Sejuta kasih untuk Gita
15
Bab 15. Siapa Adnan?
16
Bab 16. Bicara berdua.
17
Bab 17. Kebimbangan Aruna
18
Bab 18. Bahagia yang tak disadari
19
Bab 19. Kemarahan Aryan.
20
Bab 20. Sisi baik Gita
21
Bab 21. Kunjungan Oma Setya
22
Bab 22. Konflik tak terlihat
23
Bab 23. Kembali sunyi
24
Bab 24. Hadiah
25
Bab 25. Rindu tanpa temu
26
Bab 26. Kebetulan yang disengaja
27
Bab 27. Cinta Rio
28
Bab 28. Kecemburuan Gita
29
Bab 29. Kebiasaan yang tak biasa
30
Bab 30. Perasaan istimewa
31
Bab 31. Kebetulan yang berharga
32
Bab 32. Dilema Aryan.
33
Bab 33. Pertemuan
34
Bab 34. Kecurigaan Laras
35
Bab 35. Tamu tak diundang
36
Bab 36. Kunjungan Gita
37
Bab 37. Rahasia yang diketahui
38
Bab 38. Rindu sebatas semu
39
Bab 39. Penantian terindah
40
Bab 40. Kabar baik, atau buruk.
41
Bab 41. Canda penuh luka
42
Bab 42. Pelarian
43
Bab 43. Manipulasi
44
Bab 44. Haruskah berusaha?
45
Bab 45. Kepulangan Gita
46
Bab 46. Melepas Rindu
47
Bab 47. Salah Faham
48
Bab 48. Bukan pelakor
49
Bab 49. Pengakuan Gita
50
Bab 50. Kehilangan
51
Bab 51. Gunjingan
52
Bab 52. Terkuak
53
Bab 53. Permintaan Oma.
54
Bab 54. Isi hati Adnan
55
Bab 55. Sidang keluarga.
56
Bab 56. Harapan dan keputusan
57
Bab 57. Dunia sangat sempit
58
Bab 58. Kecewa
59
Bab 59. Kepulangan Oma
60
Bab 60. Perubahan
61
Bab 61. Mencari informasi
62
Bab 62. Fakta yang baru
63
Bab 63. Dijauhi teman
64
Bab 64. Rencana Damar
65
Bab 65. Jamuan makan malam
66
Bab 66. Kerinduan
67
Bab 67. "Mama"
68
Bab 68. Pulang?
69
Bab 69. Rumah Oma
70
Bab 70. Sehina itukah istri ke-dua?
71
Bab 71. Klarifikasi
72
Bab 72. Kabar tak terduga
73
Bab 73. Kebimbangan Aruna.
74
Bab 74. Bahagia yang berbeda
75
Bab 75. "Ayo bercerai!"
76
Bab 76. Pertemuan terakhir.
77
Bab 77. Kembali pulang.
78
Bab 78. Berpisah secara damai
79
Bab 79. Sebuah nama
80
Bab 80. Sidang
81
Bab 81. Dua tamu
82
Bab 82. Kebenaran
83
Bab 83. Negosiasi
84
Bab 84. Es yang mencair

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!