#4
Yoga menggulirkan kunci mobilnya, begitu pula Adhis, “hari ini, aku pinjam mobilmu, kamu pakailah mobilku.”
“Baik, Bu.”
Sepeninggal Adhis, Yoga dan Ell saling tatap. “Bu Adhis kenapa?” tanya Ell. Bertahun-tahun mendampingi Adhis di tempat kerja, tentu sedikit banyak Ell dan Yoga tahu jika Adhis sedang ada masalah.
“Rahasia!! Bu Adhis menyuruhku tutup mulut.” Jawaban Yoga membuat Ell manyun kesal.
“Gak asik,” sembur Ell.
“Biarin, dasar bigos,” cetus Yoga.
…
Petang itu, Adhis berkendara tak tentu arah, bahkan panggilan di ponselnya pun ia abaikan, karena sudah tahu pasti siapa yang menghubunginya. Ini adalah, jam istirahat Raka sebelum melanjutkan Shift malam, yang sudah menjadi jadwal rutinnya dua kali dalam seminggu. Biasanya pria itu akan bertanya, Adhis masak apa untuk makan malam nanti, jangan lupa sholat, dan juga jangan tidur terlalu larut.
Hingga tanpa sadar ia sudah menghentikan mobil tak jauh dari rumah mertuanya, Adhis mematikan mesin mobilnya, kemudian membuka sedikit celah jendela, agar tak terlalu pengap. Rumah milik mertuanya bernuansa klasik dengan dominasi cat coklat dan warna bata. Sementara rumah yang ada di seberang rumah mertuanya, rumah yang kini Adhis ketahui sebagai rumah milik madunya. Rumah itu terlihat lengang, dengan lampu temaram di teras rumah yang sudah mulai dinyalakan.
Kembali Adhis memukul pelan dadanya sendiri, sesak sekali, ia menangis pilu seorang diri. Rumah tangga yang ia kira sempurna walau tanpa celoteh anak-anak, nyatanya tak begitu berharga dimata Raka. Karena kini ia telah mendua, memilih wanita yang jauh lebih sempurna dibanding dirinya yang tak bisa melahirkan anak.
Beberapa saat berdiam diri, tiba-tiba terdengar suara canda, terdengar bahagia, sementara Adhis menyaksikannya dengan lara yang terluka.
“Cantiknya anak Papa, jangan sakit lagi, ya?”
“Ya,” jawab gadis kecil itu.
“Yuk, sekarang sama Mama dulu, Papa harus kembali kerja.” Sang wanita nampak mencoba mengambil alih gadis kecil itu dari pelukan Raka.
“Dak mahu … mau cama Papa,” rengeknya, sambil kembali memeluk erat leher Raka.
“Biarkan saja dulu, lagipula aku pun masih ingin menggendongnya,” timpal Raka, yang kemudian menggendong anak itu, sembari berceloteh menatap langit yang mulai gelap.
“Kalau begitu, aku siapkan makan malam, ya?” tawar wanita itu, dan Adhis semakin meringis pedih, ketika Raka mengiyakannya dengan senyuman.
Tak sanggup lagi Adhis menyaksikan pemandangan itu, ia menundukkan wajahnya di bundaran setir. Bahunya turun naik, ia menangis keras di dalam mobil, namun tak ada yang mendengar tangisannya. Ia marah, dikhianati, dan disakiti, tapi kenapa seolah-olah dirinyalah yang bersalah karena telah mengetahui pernikahan kedua sang suami.
Adhis kembali mendongak, dan saat itulah ia melihat Raka tengah memperhatikan ke arah mobilnya berada. Pria itu bahkan melangkah lebih dekat, membuat Adhis panik, dan dengan cepat menaikkan kembali kaca mobil.
Belum saatnya, Raka tahu, Adhis masih ingin mengetahui alasan Raka yang sebenarnya. Apakah mungkin karena tak ada lagi rasa cinta? Rasanya tak mungkin, karena Raka nyaris tak pernah berubah. Setiap saat ketika ada kesempatan, kata-kata cinta itu selalu ia bisikkan dengan indah dalam kata, dan hangat dalam sikap dan lakunya.
Lalu anak? Raka tak pernah menuntutnya untuk segera hamil, yang Raka pikirkan selalu hanya kebahagian serta kesehatan Adhis.
Lantas apa penyebab Raka diam-diam menikah kembali?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
novi 99
anak ..
klo memang di paska punya anak .. Raka bisa aja adopsi anak diam-diam... di akui jadi anak kandungnya dan adhis ..
susah punya anak , bisa aja langsung cerai tinggal bilang itu anak orang lain yang di tinggal orang tua nya ..
ni Raka ada rasa dan nafsu juga .
2025-03-17
0
Yenny Badasigi
apapun alasanx tdk ada alasan raka untuk menghianati adhis seperti itu
2025-01-19
1
Yuliati Soemarlina
sdh tau suami mendua..minta cerai saja..klo cinta sama kita ..tdk akan nyeleweng.m
2025-01-19
1