Pencarian Makna

Ruangan di kediaman keluarga Pratama terasa hangat melewati siang hari. Di atas meja ruang keluarga yang terbuat dari kayu jati, setumpuk undangan pernikahan dengan desain elegan tertata rapi.

Kertas undangan itu berwarna krem dengan tinta emas yang berkilauan saat terkena sinar dari jendela. Di setiap undangan tertera nama Adiyaksa Pratama dan Karin Wiryawan, yang tak lama lagi akan mengikat janji suci.

Tuan Pratama, ayah Adi, duduk dengan tenang di kursi favoritnya. Pria tua itu memakai setelan cardigan ringan dan celana panjang santai berpotongan straight fit dari bahan linen.

Tangannya memegang salah satu undangan pernikahan itu, sementara matanya menyusuri setiap kata yang tertulis di sana. Sesekali, ia mengangguk kecil, seolah menyetujui setiap detail yang telah dipersiapkan.

"Tentu, Karin telah mempersiapkan semuanya dengan sempurna," gumam Tuan Pratama, seakan berbicara pada dirinya sendiri. "Undangan ini... elegan dan berkelas, seperti dirinya."

Seorang perempuan bersanggul rendah muncul. Langkahnya lembut dan penuh keyakinan. Nyonya Pratama, dengan sikap anggun khas seorang istri konglomerat, melangkah dalam setelan blouse ivory berbahan satin dan celana palazzo pastel yang lembut namun tetap menyanjung kemewahan dan keanggunan.

Sebuah liontin di leher dan sebuah cuff bracelet emas melingkar di pergelangan tangan berkilau lembut. Benda mewah itu memantulkan cahaya alami dari jendela dan sela-sela tirai bludru.

Perempuan itu mendekat, membawa dua cangkir teh di atas nampan mewah berkilau ke arah sang suami. Setiap gerakannya memancar pesona yang tenang dan penuh wibawa, menandakan kekuatan serta kematangan yang telah dimilikinya selama bertahun-tahun mendampingi dan mendukung perjuangan sang suami meraih sukses.

“Karin...” gumam Tuan Pratama sambil bersandar pada punggung kursi, matanya menatap kosong ke arah luar jendela.

Pria tua itu teringat akan monogram yang terukir indah pada sepatu Berluti miliknya. Sepatu itu telah ia berikan kepada Adi sebagai simbol pelimpahan tanggung jawab dan kepemimpinan perusahaan. Monogram-nya, yang selama ini menyiratkan nama istri tercinta, kini seolah-olah berganti makna.

Nama Karin, calon menantu mereka, secara kebetulan atau mungkin takdir, sesuai dengan monogram yang terukir di sepatu tersebut—sebuah simbol yang kini akan segera menjadi identitas baru Adi sebagai seorang suami dalam beberapa hari ke depan.

Rasa kekaguman dan keheranan mengisi hati Tuan Pratama. Bagaimana mungkin sebuah kebetulan bisa begitu sempurna, begitu harmonis dengan rencana dan simbol yang telah lama ia anggap sebagai bagian dari hidupnya?

Monogram yang dulunya melambangkan ikatan dan dukungan seorang istri dalam perjalanan hidupnya kini akan mewakili perjalanan hidup Adi yang kelak didampingi sosok Karin selaku istri. Suatu keajaiban yang melampaui logika, yang seolah-olah menjalin kisah hidup mereka dalam benang takdir tak terlihat, tetapi begitu kuat dan penuh makna.

Ibu Adi, Nyonya Pratama, telah duduk di sisi suaminya. Wanita itu tersenyum lembut mendengar suaminya bergumam. Ia mengangkat cangkir teh hangat dan menyesapnya perlahan sebelum berkata, "Karin memang anak yang luar biasa. Tidak hanya cantik, tetapi juga cerdas dan berpendidikan. Keluarganya... sangat berpengaruh."

Tuan Pratama mengangguk setuju, meletakkan undangan di atas meja dan melipat tangannya di dada. "Kita telah mengundang hampir semua rekan bisnis kita, kolega, teman lama, dan keluarga besar. Mereka semua akan hadir di hari pernikahan Adi dan Karin. Ini akan menjadi momen yang sangat penting bagi keluarga kita, terutama dengan semua koneksi yang akan terjalin."

"Benar," sahut Nyonya pratama. "Keluarga Wiryawan memiliki jaringan yang luas, dan pernikahan ini akan mempererat hubungan bisnis kita. Saya yakin, dengan Karin di sisi Adi, perusahaan kita akan semakin kuat. Dia akan menjadi istri yang ideal bagi Adi, mendukungnya dalam segala hal."

Tuan Pratama tersenyum bangga. "Adi beruntung mendapatkannya. Karin telah membuktikan diri sebagai sosok yang tangguh dan penuh ambisi, seperti ayahnya. Bapak bisa melihat masa depan yang cerah untuk mereka berdua."

Nyonya Pratama meletakkan cangkir tehnya dan menatap suaminya dengan mata berbinar. "Kita harus memastikan bahwa semua persiapan berjalan dengan sempurna. Tidak ada yang boleh terlewat. Pernikahan ini bukan hanya tentang Adi dan Karin, tetapi juga tentang nama baik keluarga kita."

Tuan Pratama menghela napas pelan, masih dengan senyum di wajahnya. "Betul, kita telah bekerja keras untuk mencapai semua ini. Pernikahan ini adalah salah satu puncak dari semua pencapaian kita. Saya tidak sabar melihat Adi berdiri di pelaminan bersama Karin, dikelilingi oleh orang-orang penting dari berbagai kalangan."

Ruangan itu sejenak dipenuhi oleh keheningan yang damai. Kedua orang tua itu saling memandang, berbagi kebanggaan dan harapan besar untuk masa depan putra mereka.

Namun, di balik senyum bangga dan percakapan hangat itu, ada sesuatu yang samar, perasaan tak terucapkan yang telah beberapa kali merambat di sudut hati mereka. Tapi untuk saat ini, kebanggaan dan harapan yang mereka gantungkan pada pernikahan ini cukup untuk menutupi kegelisahan itu.

Pernikahan ini, bagi mereka, bukan hanya sebuah acara. Ini adalah simbol dari kesuksesan yang telah mereka capai, serta harapan besar untuk masa depan yang mereka bayangkan.

Setelah sejenak membahas persiapan pernikahan, keheningan yang menyelimuti ruangan mulai terasa. Tuan Pratama menyandarkan punggungnya ke kursi, pandangan mata yang tadinya penuh semangat kini mulai tampak menerawang jauh. Nonya Pratama, yang biasanya mampu membaca suasana hati sang suami, segera menangkap perubahan tersebut.

"Mengapa termenung, Pak?" tanya perempuan itu dengan lembut, suaranya dipenuhi dengan kehangatan istri yang peduli. "Ada yang Bapak pikirkan?"

Tuan Pratama menarik napas panjang, seolah berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan apa yang mengganjal di hatinya. "Bapak hanya... memikirkan tentang hidup kita selama ini," jawabnya perlahan, matanya kini menatap jauh ke arah jendela. "Kita telah mencapai banyak hal, lebih dari yang pernah kita bayangkan. Tapi... entah mengapa, ada sesuatu yang terasa hilang."

Nyonya Pratama mengernyitkan dahi, mencoba memahami arah pembicaraan suaminya. "Apa maksud Bapak? Bukankah kita telah diberkati dengan banyak rezeki dan kesuksesan? Anak-anak kita juga berhasil. Adi kini mampu memimpin perusahaan dengan baik. Renata, meskipun… anak itu sering memberontak, sebentar lagi lulus dari universitas, bahkan sekarang Adi akan menikah dengan Karin, seorang gadis dari keluarga terpandang."

Tuan Pratama mengangguk pelan, namun sorot matanya tetap suram. "Iya, betul sekali. Semua pencapaian ini, segala yang kita miliki sekarang... tak bisa disangkal, semuanya hadir ke tengah-tengah kehidupan kita. Tapi semakin hari, aku merasa ada kekosongan yang tak bisa kujelaskan. Kekayaan dan kesuksesan ini, seolah tidak lagi memberikan kepuasan seperti dulu."

Nonya Pratama terdiam sejenak, mencoba mencerna perasaan yang mulai terkuak dari hati suaminya. "Apa Bapak merasa ada yang kurang... di sisi batiniah?" tanyanya hati-hati.

"Mungkin… Bapak rasa… Ibu benar," jawab Tuan Pratama dengan suara berat. "Mungkin kita terlalu sibuk mengejar materi, hingga melupakan sesuatu yang lebih dalam, lebih esensial. Sekarang, di usia yang tak lagi muda, Bapak merasa... hampa. Seolah-olah, di balik semua keberhasilan ini, ada sesuatu yang masih kita cari. Sesuatu yang tak bisa dibeli dengan uang."

Nyonya Pratama menyandarkan tubuhnya ke kursi, turut merasakan keresahan yang sama. Ia tahu, perasaan itu bukan hanya milik suaminya. Ia juga sering merenung, terutama saat malam tiba dan keheningan menyelimuti rumah besar mereka. Ada sesuatu yang terasa kurang, meski mereka memiliki segalanya.

"Ibu juga merasakan hal yang sama, Pak," katanya dengan suara lembut. "Meskipun ibu sudah sering ikut kelas yoga dan meditasi, tapi Ibu masih suka bertanya-tanya... apakah kehidupan kita ini… sudah cukup? Apakah kita telah mengajarkan hal yang benar kepada anak-anak kita? Ibu ingin Adi, Renata dan juga kita, menemukan kedamaian yang lebih dari sekadar kesuksesan duniawi. Pernikahan Adi dengan Karin... meski tampak sempurna di mata dunia, Ibu ragu itu akan memberikan kedamaian yang sebenarnya."

Tuan Pratama menghela napas panjang, merasa lega telah mengungkapkan kegundahannya. "Bapak juga berharap Adi bisa menemukan makna hidup yang sejati. Seseorang yang bisa membimbingnya, bukan hanya dalam urusan dunia, tetapi juga dalam hal… batiniah. Bapak ingin dia, dan kita, menemukan jalan yang lebih bermakna."

Nyonya Pratama meraih tangan suaminya, memberikan dukungan dalam keheningan yang mendalam. Mereka berdua menyadari, bahwa meskipun pernikahan Adi dengan Karin akan membawa kebanggaan dan keuntungan dalam dunia bisnis, itu mungkin tidak cukup untuk mengisi kekosongan yang mereka rasakan.

Dengan kehangatan tangan suaminya di genggamannya, Nyonya Pratama merasa bahwa pencarian mereka belum berakhir. Mungkin, di balik semua persiapan dan kegembiraan pernikahan ini, ada jalan lain yang harus mereka temukan. Sebuah jalan yang lebih ke arah pemenuhan kebutuhan batiniah, lebih penuh makna, dan lebih menenangkan hati mereka di usia tua.

Nyonya Pratama menarik napas panjang, berusaha menenangkan pikiran yang berkecamuk. Pandangannya beralih ke foto pertunangan yang tergantung di dinding ruang keluarga. Di sana, Adi tersenyum dengan penuh percaya diri, sementara Karin berdiri di sampingnya, anggun dan menawan. Namun, ada sesuatu yang membuatnya ragu, sesuatu yang tak bisa diabaikan begitu saja.

"Ibu ingin Adi bahagia, Pak," ucapnya lirih, matanya masih menatap foto itu. "Ibu ingin dia mendapatkan seseorang yang tidak hanya mendampinginya dalam kesuksesan, tetapi juga seseorang yang bisa membimbingnya menuju kedamaian sejati."

Tuan Pratama mengangguk, sepenuhnya setuju dengan perasaan istrinya. "Itu juga yang Bapak harapkan, Bu. Seseorang yang bisa membawa keseimbangan dalam hidupnya. Menantu yang tidak hanya menjadi partner dalam bisnis, tapi juga dalam pencarian makna kedamaian secara batiniah."

Nyonya Pratama tersenyum lemah, seolah baru menyadari sesuatu yang selama ini tersembunyi di balik pikirannya. "Karin... dia memang cerdas dan penuh ambisi, tapi aku khawatir dia tidak akan membawa Adi ke arah yang lebih dalam. Mungkin, aku terlalu mengagumi latar belakang keluarganya yang terpandang... " tuturnya.

Tuan Pratama mengangguk setuju, tetapi ada keraguan yang samar-samar terlihat di wajahnya. “Iya, Bu. Karin memang dari keluarga terpandang, dan dia juga cerdas. Tapi...” Kata-katanya terhenti, seolah tidak yakin bagaimana mengemukakan pikirannya.

Nyonya Pratama menoleh, melihat ekspresi suaminya yang sepertinya merasakan hal yang sama. “Tapi apa, Pak?”

Tuan Pratama terdiam sejenak, lalu menggelengkan kepala. “Entahlah, Bu. Mungkin karena usia kita yang semakin tua. Bapak hanya merasa... ada sesuatu yang hilang. Meskipun kita sudah mencapai begitu banyak, aku merasa ada yang kurang dalam hidup ini. Dan aku khawatir, apakah Adi akan benar-benar bahagia?”

Nyonya Pratama menarik napas dalam, mencoba menenangkan kegelisahan yang mulai merayap di hatinya. “Mungkin ini hanya karena kita ingin yang terbaik untuk Adi. Kita ingin dia bahagia. Semoga saja Karin... dia bisa membawa banyak hal baik dalam hidup Adi.”

Tuan Pratama mengangguk pelan. “Ya, semoga…”

Keduanya terdiam, larut dalam pikiran masing-masing. Meski mereka bangga dengan pencapaian dan status yang telah mereka raih, perasaan kosong yang tersisa nyatanya tak bisa mereka abaikan. Mereka menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar kemewahan dan kesuksesan materi yang mereka inginkan untuk anak mereka juga untuk diri mereka sendiri.

“Kita sudah membesarkan Adi dengan baik,” ucap Nyonya Pratama akhirnya. “Kita harus yakin bahwa, bersama Karin, dia akan menemukan jalannya sendiri untuk menemukan kebahagiaan dan kedamaian sejati.”

Tuan Pratama mengangguk, merasakan beban di hatinya sedikit berkurang. Meski mereka belum menemukan jawabannya, mereka tahu bahwa pencarian mereka belum selesai, dan bahwa ada lebih banyak hal yang harus mereka pahami tentang makna hidup ini, untuk diri mereka sendiri, dan untuk anak-anak mereka tercinta.

Episodes
1 Wawancara Kerja
2 Sepatu Kulit
3 Keributan Pagi Hari
4 Sopir Bajaj Dadakan
5 Kecemasan Sang Resepsionis
6 Perekrutan yang Aneh
7 Keributan di Mini Bank
8 Kalimat Ancaman
9 Gosip Dua Desainer
10 Berita dari Kantor
11 Perkelahian Tak Terduga
12 Perkenalan
13 Konglomerat Prancis
14 Kemarahan Kimi
15 Tunangan Egois
16 Nyaris Kecurian
17 Terjebak di TMII
18 Pencarian Makna
19 Firasat Buruk
20 Batin Seorang Ibu
21 Hampir Sampai
22 Jejak yang Terlacak
23 Di Balik Layar
24 Sahabat Dekat
25 Kekeliruan Kecil
26 Menuju Gerbang
27 Secercah Harapan
28 Pertengkaran Sengit
29 Tamu dari Prancis
30 Français, S'il Vous Plaît !
31 Penerjemah Misterius
32 Pengemudi Excavator
33 Puncak Kehilangan
34 Berpisah di Kemang
35 Sebuah Rahasia
36 Belajar Sholat
37 Telepon Penting
38 Tes Bahasa
39 Ketegangan di Butik
40 Dua Kandidat Aneh
41 Nomor Ponsel Anonim
42 Kejutan Mengharukan
43 Berpisah di Restoran
44 Permintaan Kimi
45 Suara Protes
46 Sholat di Ruang Divisi
47 Mengejar Masa Lalu
48 Tur Kantor
49 Seakan Lenyap
50 Rencana Besar
51 Penyebaran Angket
52 Teka-teki
53 Hasil Survey
54 Jalan Buntu
55 Sebuah Pengakuan
56 Hadiah untuk Renata
57 Di Bawah Langit Jakarta
58 Surat Protes
59 Tekad Sang Vlogger
60 Rencana Pembelaan
61 Tim yang Terpecah
62 Menata Tujuan
63 Perasaan Asing
64 Video Mengejutkan
65 Di Luar Dugaan
66 Malam Membara
67 Bukti Tak Terbantahkan
68 Tekad dalam Kepayahan
69 Kekecewaan di Meja Makan
70 Sebuah Tekad
71 Hari Penentuan
72 Terjebak di Perjalanan
73 Adu Argumen
74 Bantuan Tak Terduga
75 Suara Dominasi
76 Keberanian yang Tertahan
77 Sebuah Pilihan
78 Video Bukti
79 Penerimaan
80 Sopir Taksi
81 Gejolak Hati
82 Pilihan yang Tak Mudah
83 Pancake Istimewa
84 Konfrontasi
85 Emosional
86 Di Perjalanan Pulang
87 Tangis Haru
88 Sambutan Tanpa Senyuman
89 Histeris
90 Terjebak Kerumitan
91 Rangkaian Memori
92 Malam Berkabut
93 Merah Merona
94 Amanat Masa Lalu
95 Rencana Rahasia
96 Mata-Mata Dadakan
97 Jejak dan Pilihan
98 Surat Balasan
99 Menemui Rose
100 Nomor Kontak
101 Prasangka
102 Semangat Baru
103 Pilihan-Pilihan
104 Keputusan Besar
105 Tak Akan Mundur
106 Rasa Bersalah
107 Malam Panjang
108 Kejutan Ulang Tahun
109 Tamu Pria
110 Tamu Pengganggu
111 Di Perkampungan Kumuh
112 Di Pasar Tanah Abang
113 Perempuan Tua
114 Rencana Ke Eropa
115 Kilas Masa Lalu
116 Tiga Masterpieces
117 Tatapan Tajam
118 Tak Terduga
119 Lepas Landas
Episodes

Updated 119 Episodes

1
Wawancara Kerja
2
Sepatu Kulit
3
Keributan Pagi Hari
4
Sopir Bajaj Dadakan
5
Kecemasan Sang Resepsionis
6
Perekrutan yang Aneh
7
Keributan di Mini Bank
8
Kalimat Ancaman
9
Gosip Dua Desainer
10
Berita dari Kantor
11
Perkelahian Tak Terduga
12
Perkenalan
13
Konglomerat Prancis
14
Kemarahan Kimi
15
Tunangan Egois
16
Nyaris Kecurian
17
Terjebak di TMII
18
Pencarian Makna
19
Firasat Buruk
20
Batin Seorang Ibu
21
Hampir Sampai
22
Jejak yang Terlacak
23
Di Balik Layar
24
Sahabat Dekat
25
Kekeliruan Kecil
26
Menuju Gerbang
27
Secercah Harapan
28
Pertengkaran Sengit
29
Tamu dari Prancis
30
Français, S'il Vous Plaît !
31
Penerjemah Misterius
32
Pengemudi Excavator
33
Puncak Kehilangan
34
Berpisah di Kemang
35
Sebuah Rahasia
36
Belajar Sholat
37
Telepon Penting
38
Tes Bahasa
39
Ketegangan di Butik
40
Dua Kandidat Aneh
41
Nomor Ponsel Anonim
42
Kejutan Mengharukan
43
Berpisah di Restoran
44
Permintaan Kimi
45
Suara Protes
46
Sholat di Ruang Divisi
47
Mengejar Masa Lalu
48
Tur Kantor
49
Seakan Lenyap
50
Rencana Besar
51
Penyebaran Angket
52
Teka-teki
53
Hasil Survey
54
Jalan Buntu
55
Sebuah Pengakuan
56
Hadiah untuk Renata
57
Di Bawah Langit Jakarta
58
Surat Protes
59
Tekad Sang Vlogger
60
Rencana Pembelaan
61
Tim yang Terpecah
62
Menata Tujuan
63
Perasaan Asing
64
Video Mengejutkan
65
Di Luar Dugaan
66
Malam Membara
67
Bukti Tak Terbantahkan
68
Tekad dalam Kepayahan
69
Kekecewaan di Meja Makan
70
Sebuah Tekad
71
Hari Penentuan
72
Terjebak di Perjalanan
73
Adu Argumen
74
Bantuan Tak Terduga
75
Suara Dominasi
76
Keberanian yang Tertahan
77
Sebuah Pilihan
78
Video Bukti
79
Penerimaan
80
Sopir Taksi
81
Gejolak Hati
82
Pilihan yang Tak Mudah
83
Pancake Istimewa
84
Konfrontasi
85
Emosional
86
Di Perjalanan Pulang
87
Tangis Haru
88
Sambutan Tanpa Senyuman
89
Histeris
90
Terjebak Kerumitan
91
Rangkaian Memori
92
Malam Berkabut
93
Merah Merona
94
Amanat Masa Lalu
95
Rencana Rahasia
96
Mata-Mata Dadakan
97
Jejak dan Pilihan
98
Surat Balasan
99
Menemui Rose
100
Nomor Kontak
101
Prasangka
102
Semangat Baru
103
Pilihan-Pilihan
104
Keputusan Besar
105
Tak Akan Mundur
106
Rasa Bersalah
107
Malam Panjang
108
Kejutan Ulang Tahun
109
Tamu Pria
110
Tamu Pengganggu
111
Di Perkampungan Kumuh
112
Di Pasar Tanah Abang
113
Perempuan Tua
114
Rencana Ke Eropa
115
Kilas Masa Lalu
116
Tiga Masterpieces
117
Tatapan Tajam
118
Tak Terduga
119
Lepas Landas

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!