Terjebak di TMII

Saat Adi memutar haluan ke Jalan Taman Mini I menuju jalur selatan, Kimi memutuskan untuk menonaktifkan kembali SIM card di ponselnya. Gadis itu tak mau lagi berurusan dengan tunangan Adi yang membuat tuduhan menyebalkan seperti tadi.

“Kimi, pantau terus petanya!” pinta Adi, sambil terus memacu bajajnya. Jalan di depan masih terlihat lengang, dan Adi berharap bisa menghindari kemacetan yang semakin parah.

“Oke Di!” jawab Kimi sambil memantau kembali peta offline di ponselnya.

Adi kembali fokus mengemudi. Ia segera mengambil rute kiri menuju jalur masuk area TMII. Jalan itu cukup lebar, dan tampaknya mereka akan baik-baik saja. Namun tak lama kemudian, mereka dihadang oleh seorang petugas yang mengangkat tangan menyuruh mereka berhenti.

"Maaf, Pak. Sementara jalur ini tidak bisa digunakan. Sedang ada pawai Nusantara," kata si petugas dengan sopan.

Adi terdiam, mencoba mencerna situasi. "Pawai? Lama nggak, Pak?" tanya Adi mulai panik.

"Paling hanya satu jam, Pak. Kecuali kalau Bapak dan Ibu mau berwisata ke TMII," jawab petugas itu ramah.

Satu jam? Bagi orang yang punya banyak waktu, itu mungkin terdengar sebentar, tapi bagi Adi, satu jam terdengar sangat lama.

"Baiklah, kami akan berwisata, Pak!" jawab Adi cepat, mencoba mencari solusi tercepat. Ia berpikir bahwa mungkin bajajnya dapat menembus pawai dengan memanfaatkan celah yang ada.

Petugas itu tampak ragu sejenak, namun kemudian mengangguk dan mengizinkan mereka masuk. “Silakan masuk, Pak, tapi hati-hati, jalan di depan agak ramai karena pawainya,” katanya sembari memberi isyarat agar mereka melanjutkan perjalanan.

Namun, begitu mereka samai di depan pintu masuk TMII, pawai itu jelas-jelas mematikan jalan. Hampir tidak ada celah. Di sekitar mereka, pedagang-pedagang sibuk menjajakan dagangannya, mulai dari boneka, baju, aksesoris, hingga makanan. Adi menatap jalanan yang padat dan akhirnya bertanya ke Kimi, “Gimana kalau kita masuk ke jalur area taman TMII?”

Kimi membuka peta offline di ponselnya dan memeriksa jalur alternatif. “Sepertinya bisa,” jawabnya ragu-ragu.

Adi pun memutuskan untuk benar-benar masuk ke TMII. Mereka meluncur ke depan, namun tak jauh dari pintu masuk, seorang petugas lain menghentikan mereka.

"Pak, maaf, kendaraan biasa tidak diperbolehkan masuk," kata si petugas sambil menatap bajaj mereka dengan ekspresi heran.

Adi mencoba berargumen, "Biasanya juga bisa, kan Pak?"

"Ini aturan baru, Pak," jawab petugas itu, sambil menatap bajaj mereka. "Sekarang kendaraan biasa tak bisa masuk, harus naik odong-odong atau kendaraan listrik yang sudah terdaftar secara resmi."

“Tolong Pak, sekali ini saja, kami sedang terdesak!”

“Maaf Pak, aturannya memang begitu.”

Adi berusaha mencari jalan keluar. “Kalau begitu, kami akan mendaftar secara resmi, boleh Pak?” tanyanya, meski tak yakin dengan idenya sendiri.

Si petugas memandangi bajaj mereka sejenak sebelum berkata, "Ini hanya kendaraan biasa, Pak. Biasanya untuk kendaraan wisata harus ada perubahan. Harus ada dekorasi." Jawab si petugas, mencari-cari alasan.

Adi menoleh ke Kimi, matanya penuh harap. “Kimi, kamu bisa menghias bajaj ini? Mungkin kita bisa beli beberapa boneka dan hiasan lain dari pedagang-pedagang di sini.”

Kimi terdiam sejenak, merenungkan ide itu. “Kamu yakin mau daftar resmi?” tanyanya.

“Tidak ada jalan lain,” jawab Adi tegas, meski dalam hatinya masih ragu.

Adi pun memutar arah mendekati para pedagang. Di sana Adi segera membeli beberapa boneka dan hiasan-hiasan lain. Sementara Kimi membeli kain batik dari seorang pedagang baju, serta sebuah gunting dan beberapa tali rami. Tadinya ia mencari benang dan jarum, tapi mereka bukan sedang di pasar serba ada, jadi hanya itu yang mereka dapatkan.

"Kamu yakin dengan semua ini kamu bisa mendekor bajaj kita?" tanya Adi, masih bingung.

Kimi menatap Adi dengan penuh percaya diri. “Beri aku waktu sepuluh menit,” katanya tegas.

Dengan sigap, Kimi melipat kain batik menjadi bentuk persegi empat, kemudian menempatkan boneka-boneka di atasnya. Dengan teliti gadis itu mengikat boneka-boneka itu dan hiasan-hiasan lainnya ke kain batik yang sudah diberi lubang menggunakan tali rami yang mereka beli. Kain batik yang sudah penuh hiasan boneka dan bunga lucu itu kemudian diletakkan di atas bajaj, dan keempat sisinya diikat ke badan bajaj dengan kuat.

“Cara ini tak akan merusak bajajnya. Kita tahu kita harus mengembalikan bajaj ini dengan utuh, meski kamu masih harus mengganti biaya perbaikan bodi yang sedikit penyok,” kata Kimi sambil menatap badan bajaj yang sedikit penyok akibat insiden sebelumnya.

Adi kagum melihat keterampilan Kimi. Ia tak menyangka Kimi bisa begitu cekatan dalam hal ini. Bajaj mereka kini terlihat berbeda, seperti kendaraan wisata yang unik.

Mereka pun kembali menemui si petugas, membawa bajaj yang sudah dihias itu. Petugas tersebut menatap bajaj itu dengan tatapan aneh, bingung apakah yang dilihatnya adalah bajaj biasa atau kendaraan wisata resmi.

Adi keluar dari dalam bajaj, lalu dengan percaya diri ia bertanya, "Bagaimana Pak, apa sekarang kami sudah bisa mendaftar?" Si petugas memandang bajaj itu dengan cermat, lalu berkata dengan nada skeptis, "Tidak bisa, Pak. Walaupun sudah dihias, kendaraan Anda tidak masuk kualifikasi."

Adi dan Kimi terkejut. "Tapi, Pak, kami sedang terdesak!" ujar Adi, mencoba meyakinkan si petugas.

Si petugas tampak berpikir sejenak, lalu dengan gerak-gerik mencurigakan, ia mendekat. "Sepertinya kalian benar-benar membutuhkan pekerjaan. Ya, akhir pekan ini TMII memang sangat ramai, kalian mungkin bisa mendapat banyak uang di sana," katanya sambil melirik keramaian di area masuk TMII. "Baiklah, tapi... ada biaya pendaftaran," lanjutnya dengan nada yang lebih rendah, jelas berusaha memanfaatkan situasi.

Adi dan Kimi saling pandang. "Berapa biayanya, Pak?" tanya Kimi dengan nada penuh waspada.

"Dua ratus ribu!" jawab si petugas tanpa ragu.

Adi dengan cepat meminta uang yang dititipkan di tas Kimi sebanyak dua ratus ribu rupiah. "Deal! Ini uangnya. Mana formulir pendaftarannya?" Adi menyerahkan uang itu sambil menunggu si petugas bertindak.

Si petugas tampak bingung sejenak, kemudian berpura-pura pergi ke loket dan kembali dengan secarik kertas. "Untuk sementara, saya catat data Anda di sini. Nanti kami pindahkan ke formulir, kebetulan... kebetulan formulirnya habis," katanya terbata-bata.

"Baiklah," kata Adi dengan sedikit curiga namun terpaksa menerima. Ia pun menandatangani kertas pendaftaran yang tampak konyol itu, sementara si petugas memberikan sebuah kertas lain yang ditandatangani tanpa cap resmi. "Ini tanda izinnya," kata si petugas dengan wajah tidak yakin.

Dengan izin aneh itu di tangan, Adi dan Kimi akhirnya berhasil masuk ke area TMII. "Kimi, sekarang beri tahu aku jalannya," kata Adi sambil mulai bergerak pelan di antara kerumunan pengunjung.

TMII memang ramai, dengan orang-orang yang mengantri naik odong-odong maupun kendaraan listrik resmi. Adi bergerak dengan percaya diri, bermodalkan secarik kertas izin yang diragukan keasliannya. Namun, saat mereka mulai memasuki area yang lebih padat, Kimi tiba-tiba panik.

"Ya ampuuun, Di! Aku tak sengaja mengeluarkannya! Aku harus memulai lagi," kata Kimi, terlihat panik.

"Ya sudah, cepat masuk Google Maps lagi," ujar Adi, sedikit kesal namun tetap berusaha tenang.

Kimi pun buru-buru mengaktifkan kembali SIM card-nya dan memproses peta. Namun, sebelum mereka sempat melanjutkan perjalanan, mereka dikejutkan oleh seorang anak kecil yang menangis keras sambil memohon kepada ibunya untuk naik bajaj mereka berkeliling TMII.

Ibunya, yang tak tega melihat anaknya menangis, akhirnya menghampiri bajaj itu. "Maaf, Pak, Bu, anak saya sangat ingin naik odong-odong ini. Boleh kami ikut berkeliling?" tanya sang ibu dengan sopan.

Adi dan Kimi saling pandang, bingung dengan situasi yang mendadak ini. Namun, melihat anak kecil yang memandang mereka dengan mata penuh harap, mereka pun tak tega menolak.

"Kita benar-benar berhasil membuat bajaj ini terlihat lucu," keluh Adi kepada Kimi dengan seutas senyum yang dipaksakan. “Tapi kita tidak akan mengajak mereka kan?”

“Di, kasihan. Lihat anak itu menangis, dia benar-benar ingin naik odong-odong kita…” kata Kimi.

“Ini bajaj, bukan odong-odong, dan sekarang kita sedang dalam misi mendesak!” tegas Adi, mengingatkan.

“Mau bagaimana lagi, kita memang petugas odong-odong resmi kan?” sahut Kimi, mengingatkan balik.

Adi menatap kertas izin itu sesaat, kemudian dengan sedikit enggan, Adi pun akhirnya sepakat untuk mengajak ibu dan anak itu berkeliling TMII. Kini mereka berempat di dalam bajaj, perlahan melintasi jalanan taman mini yang dipenuhi keramaian, sembari mencari arah tujuan mereka sebenarnya.

Dalam perasaan campur aduk antara kasihan kepada si anak dan keinginan untuk cepat-cepat pergi, tiba-tiba ponsel Kimi berbunyi. Nomor yang tertera di layar membuatnya sedikit tegang—nomor Karin. Dengan enggan, Kimi pun mengangkat panggilan. "Halo, assalamu'alaikum..." sapanya, mencoba terdengar tenang.

"Hey, perempuan murahan! Kenapa kamu mematikan ponsel? Dari tadi aku hubungi kok nggak bisa? Mana Adi? Aku ingin bicara dengan Adi!" Suara Karin terdengar tajam dan penuh tuduhan.

Kimi merasa kesal dipanggil dengan sebutan kasar lagi. "Adi masih sibuk!" jawabnya dengan nada ketus, mencoba menahan emosinya.

Tiba-tiba, si anak kecil yang duduk di samping Kimi berseru riang, "Lihat, Ma! Ada istana boneka di sana!" Mata anak itu berbinar-binar saat ia melihat Istana Anak-anak Indonesia di kejauhan, dengan warna-warni bangunannya yang mencolok dan suasana ceria di sekitarnya.

Karin yang mendengar suara anak itu langsung bereaksi, "Suara anak siapa itu?" tanyanya dengan nada curiga.

"Bukan anak siapa-siapa!" jawab Kimi, berusaha tetap tenang meskipun hatinya bergejolak.

"Jangan bohong! Oh tidak, anak siapa itu? Kalian benar-benar selingkuh ya? Atau jangan-jangan sudah menikah diam-diam? " tuduh Karin dengan nada semakin panik.

"Kalau iya, terus kenapa?” tantang Kimi.

“Apa?!!” Karin terdengar sangat syok.

“Kamu mulai ngaco. Sudah, kami sedang sibuk," ujar Kimi, mencoba mengakhiri percakapan. Tanpa menunggu tanggapan dari Karin, ia langsung mematikan panggilan dan kembali menonaktifkan SIM card-nya. “Astaghfirulloohaladziim…” gumam Kimi berusaha menenangkan diri.

Mereka melanjutkan perjalanan, berkeliling ke berbagai objek wisata di kawasan TMII. Bajaj yang mereka naiki melewati banyak tempat menarik, mulai dari Taman Legenda Keong Emas, yang dipenuhi anak-anak yang antusias ingin melihat pertunjukan, hingga Anjungan Daerah yang menampilkan replika rumah adat dari seluruh Indonesia. Semuanya tampak menarik perhatian si anak kecil yang terus mengoceh riang di sepanjang perjalanan, membuat Kimi ikut tersenyum di balik cadarnya.

Bersama dua penyewa dadakan itu bajaj pun menghabiskan waktu berkeliling hampir setengah jam, dan itu membuat Adi merasa frustrasi. Rencananya untuk mendapatkan jalan pintas malah membuatnya benar-benar menjalankan pekerjaan sebagai sopir odong-odong. Sementara itu, Kimi mencoba menikmati setiap pemandangan dan suasana yang ada bersama si ibu dan anak, mencoba mengabaikan kekacauan yang baru saja terjadi.

Dalam keputusasaan, Adi berbisik kepada Kimi, "Kimi, kita harus bagaimana? Aku nggak tahan lagi."

Kimi menjawab dengan tenang, "Kita hanya harus jujur, Adi. Kita sudah mendaftar resmi sebagai petugas odong-odong, maka kita harus menjalankan tugas."

Jawaban Kimi yang enteng itu justru membuat Adi semakin frustrasi. Ia menghela napas panjang, merasa terjebak dalam situasi yang tidak ia harapkan.

Akhirnya, setelah berkeliling cukup lama, mereka sampai kembali di tempat semula. Si anak kecil tampak sangat senang, tersenyum lebar sambil melompat-lompat kegirangan. Kimi ikut merasa senang melihat keceriaan anak itu, merasa setidaknya ada hal positif yang muncul dari situasi ini.

Namun, Adi, sebaliknya, hanya merasa lelah dan ingin cepat keluar dari situasi aneh ini. Dengan memaksakan senyum, ia menerima upah dari si ibu, yang memberikan beberapa lembar uang sebagai tanda terima kasih. Sementara si ibu dan anaknya berjalan pergi dengan wajah bahagia, Adi hanya bisa menatap uang itu dengan perasaan campur aduk, masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Meski tak ia pungkiri, di balik kelelahan dan keengganannya, terselip juga sedikit rasa bangga—jerih payahnya mengendarai bajaj tadi ternyata membawa kebahagiaan kecil bagi orang lain.

Episodes
1 Wawancara Kerja
2 Sepatu Kulit
3 Keributan Pagi Hari
4 Sopir Bajaj Dadakan
5 Kecemasan Sang Resepsionis
6 Perekrutan yang Aneh
7 Keributan di Mini Bank
8 Kalimat Ancaman
9 Gosip Dua Desainer
10 Berita dari Kantor
11 Perkelahian Tak Terduga
12 Perkenalan
13 Konglomerat Prancis
14 Kemarahan Kimi
15 Tunangan Egois
16 Nyaris Kecurian
17 Terjebak di TMII
18 Pencarian Makna
19 Firasat Buruk
20 Batin Seorang Ibu
21 Hampir Sampai
22 Jejak yang Terlacak
23 Di Balik Layar
24 Sahabat Dekat
25 Kekeliruan Kecil
26 Menuju Gerbang
27 Secercah Harapan
28 Pertengkaran Sengit
29 Tamu dari Prancis
30 Français, S'il Vous Plaît !
31 Penerjemah Misterius
32 Pengemudi Excavator
33 Puncak Kehilangan
34 Berpisah di Kemang
35 Sebuah Rahasia
36 Belajar Sholat
37 Telepon Penting
38 Tes Bahasa
39 Ketegangan di Butik
40 Dua Kandidat Aneh
41 Nomor Ponsel Anonim
42 Kejutan Mengharukan
43 Berpisah di Restoran
44 Permintaan Kimi
45 Suara Protes
46 Sholat di Ruang Divisi
47 Mengejar Masa Lalu
48 Tur Kantor
49 Seakan Lenyap
50 Rencana Besar
51 Penyebaran Angket
52 Teka-teki
53 Hasil Survey
54 Jalan Buntu
55 Sebuah Pengakuan
56 Hadiah untuk Renata
57 Di Bawah Langit Jakarta
58 Surat Protes
59 Tekad Sang Vlogger
60 Rencana Pembelaan
61 Tim yang Terpecah
62 Menata Tujuan
63 Perasaan Asing
64 Video Mengejutkan
65 Di Luar Dugaan
66 Malam Membara
67 Bukti Tak Terbantahkan
68 Tekad dalam Kepayahan
69 Kekecewaan di Meja Makan
70 Sebuah Tekad
71 Hari Penentuan
72 Terjebak di Perjalanan
73 Adu Argumen
74 Bantuan Tak Terduga
75 Suara Dominasi
76 Keberanian yang Tertahan
77 Sebuah Pilihan
78 Video Bukti
79 Penerimaan
80 Sopir Taksi
81 Gejolak Hati
82 Pilihan yang Tak Mudah
83 Pancake Istimewa
84 Konfrontasi
85 Emosional
86 Di Perjalanan Pulang
87 Tangis Haru
88 Sambutan Tanpa Senyuman
89 Histeris
90 Terjebak Kerumitan
91 Rangkaian Memori
92 Malam Berkabut
93 Merah Merona
94 Amanat Masa Lalu
95 Rencana Rahasia
96 Mata-Mata Dadakan
97 Jejak dan Pilihan
98 Surat Balasan
99 Menemui Rose
100 Nomor Kontak
101 Prasangka
102 Semangat Baru
103 Pilihan-Pilihan
104 Keputusan Besar
105 Tak Akan Mundur
106 Rasa Bersalah
107 Malam Panjang
108 Kejutan Ulang Tahun
109 Tamu Pria
110 Tamu Pengganggu
111 Di Perkampungan Kumuh
112 Di Pasar Tanah Abang
113 Perempuan Tua
114 Rencana Ke Eropa
115 Kilas Masa Lalu
116 Tiga Masterpieces
117 Tatapan Tajam
118 Tak Terduga
119 Lepas Landas
Episodes

Updated 119 Episodes

1
Wawancara Kerja
2
Sepatu Kulit
3
Keributan Pagi Hari
4
Sopir Bajaj Dadakan
5
Kecemasan Sang Resepsionis
6
Perekrutan yang Aneh
7
Keributan di Mini Bank
8
Kalimat Ancaman
9
Gosip Dua Desainer
10
Berita dari Kantor
11
Perkelahian Tak Terduga
12
Perkenalan
13
Konglomerat Prancis
14
Kemarahan Kimi
15
Tunangan Egois
16
Nyaris Kecurian
17
Terjebak di TMII
18
Pencarian Makna
19
Firasat Buruk
20
Batin Seorang Ibu
21
Hampir Sampai
22
Jejak yang Terlacak
23
Di Balik Layar
24
Sahabat Dekat
25
Kekeliruan Kecil
26
Menuju Gerbang
27
Secercah Harapan
28
Pertengkaran Sengit
29
Tamu dari Prancis
30
Français, S'il Vous Plaît !
31
Penerjemah Misterius
32
Pengemudi Excavator
33
Puncak Kehilangan
34
Berpisah di Kemang
35
Sebuah Rahasia
36
Belajar Sholat
37
Telepon Penting
38
Tes Bahasa
39
Ketegangan di Butik
40
Dua Kandidat Aneh
41
Nomor Ponsel Anonim
42
Kejutan Mengharukan
43
Berpisah di Restoran
44
Permintaan Kimi
45
Suara Protes
46
Sholat di Ruang Divisi
47
Mengejar Masa Lalu
48
Tur Kantor
49
Seakan Lenyap
50
Rencana Besar
51
Penyebaran Angket
52
Teka-teki
53
Hasil Survey
54
Jalan Buntu
55
Sebuah Pengakuan
56
Hadiah untuk Renata
57
Di Bawah Langit Jakarta
58
Surat Protes
59
Tekad Sang Vlogger
60
Rencana Pembelaan
61
Tim yang Terpecah
62
Menata Tujuan
63
Perasaan Asing
64
Video Mengejutkan
65
Di Luar Dugaan
66
Malam Membara
67
Bukti Tak Terbantahkan
68
Tekad dalam Kepayahan
69
Kekecewaan di Meja Makan
70
Sebuah Tekad
71
Hari Penentuan
72
Terjebak di Perjalanan
73
Adu Argumen
74
Bantuan Tak Terduga
75
Suara Dominasi
76
Keberanian yang Tertahan
77
Sebuah Pilihan
78
Video Bukti
79
Penerimaan
80
Sopir Taksi
81
Gejolak Hati
82
Pilihan yang Tak Mudah
83
Pancake Istimewa
84
Konfrontasi
85
Emosional
86
Di Perjalanan Pulang
87
Tangis Haru
88
Sambutan Tanpa Senyuman
89
Histeris
90
Terjebak Kerumitan
91
Rangkaian Memori
92
Malam Berkabut
93
Merah Merona
94
Amanat Masa Lalu
95
Rencana Rahasia
96
Mata-Mata Dadakan
97
Jejak dan Pilihan
98
Surat Balasan
99
Menemui Rose
100
Nomor Kontak
101
Prasangka
102
Semangat Baru
103
Pilihan-Pilihan
104
Keputusan Besar
105
Tak Akan Mundur
106
Rasa Bersalah
107
Malam Panjang
108
Kejutan Ulang Tahun
109
Tamu Pria
110
Tamu Pengganggu
111
Di Perkampungan Kumuh
112
Di Pasar Tanah Abang
113
Perempuan Tua
114
Rencana Ke Eropa
115
Kilas Masa Lalu
116
Tiga Masterpieces
117
Tatapan Tajam
118
Tak Terduga
119
Lepas Landas

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!