Perkelahian Tak Terduga

Merasa proses perbaikan Bajaj masih lama, Kimi yang sedari tadi diam tak bicara tiba-tiba berdiri seraya memperhatikan si pria yang masih bertelanjang kaki, kemudian bertanya sekali lagi, “Beneran mau ke Bantar Gebang Pak?”

“Iya, kenapa nanya itu lagi?” protes si pria dengan nada semakin tertekan. “Kamu tak perlu meragukan tekad saya. Jangankan ke Bantar Gebang, selama ada petunjuk ke mana pun akan saya susul!”

“Bukan ituuu…, tapi lihat, dari tadi Bapak tidak pakai alas kaki apa-apa!” Kimi mengingatkan. “Kita harus cari alas kaki dulu…,” lanjut gadis itu. Dari tadi Kimi ingin mengatakan hal itu, tapi entah kenapa ia ragu, namun akhirnya terkatakan juga.

Pria itu melirik ke arah kakinya dan menghela napas. “Oh… ya sudah, tidak apa-apa…”

“Tidak apa-apa bagaimana? Nanti kalau Bapak injak-injak sampah di Bantar Gebang gimana? Jijik kan Pak!” Kimi bersikeras.

Pria itu tetap acuh tak acuh, karena merasa lelah dan banyak pikiran. Si pria terus menerus memikirkan persoalan sepatunya yang keberadaannya kini masih belum jelas. Meski klien dari Prancis itu akan menemuinya nanti sore, ia tak tahu apakah ia bisa tepat waktu atau tidak. “Ya… tidak apa-apa lah, paling kotor, tinggal cuci kaki saja kan, beres,” jawab si pria sedikit emosi.

“Kita tidak pernah tahu di dalam sampah itu ada apa saja, Paaak. Mungkin ada beling, ada paku, ada…,”

“Baiklah, baiklah... tapi saya lelah, dan saya akan menunggu di sini saja,” katanya dengan nada pasrah. “Jadi tolong belikan saya sepatu!”

“Nggak usah suruh-suruh saya, ya! Saya bukan bawahan Bapak!” tegas Kimi. “Saya ngerti sendiri kok! Emangnya Bapak, ke diri sendiri saja cuek begitu!” sambungnya.

“Cie-cie!” sahut seseorang di bengkel tanpa rasa malu.

Kimi dan si pria melirik, kemudian beralih pada pembicaraan mereka lagi.

“Saya akan pergi ke toserba di sana untuk membeli sandal. Bapak tunggu di sini,” kata Kimi. “Dan awas, jangan coba-coba melarikan diri!” balas Kimi, mengulang perkataan si pria.

Si pria sedikit terkejut, namun kemudian hanya mengangguk tanpa kata. Kimi kemudian berangkat sendiri ke toserba terdekat. Sesampainya di sana, ia berdesak-desakan dengan banyak pembeli lain. Proses mengantri di kasir pun memakan waktu cukup lama, dan ini membuat si pria yang menunggu di bengkel menjadi khawatir.

Setelah lama menunggu dan merasa khawatir, si pria memutuskan untuk menyusul Kimi ke toserba. Sebelum benar-benar tiba di lokasi, dari kejauhan ia melihat Kimi keluar dari toserba dengan tas dan kantong belanjaan di tangannya.

Tapi tiba-tiba, seorang penjambret muncul, mendekati Kimi dengan cepat, dan merampas tasnya. Kimi terkejut dan berteriak, namun penjambret itu sudah berlari menjauh.

Tanpa berpikir dua kali, si pria langsung berlari mengejar si penjambret. Tubuhnya yang tegap dan latihan rutin membuatnya cukup cepat untuk mengejar.

Tapi penjambret itu juga tak kalah lincah, menyelinap di antara kerumunan dan melewati gang-gang sempit. Mereka berdua berlari menembus keramaian, membuat beberapa orang yang melihat kejadian itu terkejut dan mundur ke samping.

Akhirnya, si pria berhasil mempersempit jarak di sebuah gang buntu. Penjambret itu terpojok, namun bukannya menyerah, dia justru mengeluarkan sebilah pisau kecil dari saku celananya. Wajah si pria berubah serius, tetapi dia tetap maju dengan tekad kuat.

Penjambret itu mencoba menusuknya, namun pria itu sigap menghindar. Dia menangkap pergelangan tangan penjambret dan memelintirnya dengan keras, membuat pisau itu jatuh ke tanah. Penjambret itu meringis kesakitan, tetapi dengan licik dia melepaskan diri dan mencoba melarikan diri lagi. Namun, pria itu lebih cepat, menarik kerah bajunya dan melemparkannya ke dinding dengan keras.

Penjambret itu mencoba melawan lagi dengan pukulan dan si pria pun terguling terhantam pukulan bertubi-tubi. Tetapi si pria dengan cepat menangkap tangan penjambret di serangan berikutnya kemudian menghantam wajah si penjambret dengan satu pukulan keras yang cukup membuat limbung.

Melihat lawannya kehilangan keseimbangan, si pria dengan sigap merebut kembali tas dan kantong belanjaan Kimi dari tangan penjambret. Lalu dalam satu gerakan cepat, dia menendang pisau yang jatuh supaya menjauh, memastikan penjambret itu tak lagi punya senjata.

Penjambret itu akhirnya terkapar di tanah, mengerang kesakitan. Si pria, dengan napas tersengal, menatapnya tajam seolah memberi peringatan terakhir.

Melihat bahwa penjambret itu tak lagi melawan, pria itu berbalik, membawa tas dan kantong belanjaan Kimi. Saat kembali, ia terlihat sedikit memar di pipi dan tangannya terluka, tetapi ada rasa lega di wajahnya karena berhasil menyelamatkan barang-barang Kimi.

Kimi yang melihatnya dari kejauhan segera menghampiri dengan wajah penuh kekhawatiran. "Paaak, astahgfirulloohaladziim... Bapak terluka…" katanya dengan suara penuh penyesalan.

“Tidak apa-apa, yang penting barang-barang kamu dan uangnya aman,” jawab pria itu, meskipun raut wajahnya menunjukkan rasa sakit yang berusaha ia tahan. Ia sadar akan uangnya yang hampir sepuluh juta itu ia titipkan di tas Kimi dan uang itu nyaris saja raib.

Setelah kejadian perkelahian itu, si pria terduduk di tanggul dan menyandar tembok, wajahnya memar dan napasnya masih tersengal-sengal. Kemeja dan celananya sedikit kotor, bekas tanah dan debu. Melihat kondisi pria itu, Kimi merasa sedih dan kasihan, tapi tetap menjaga jarak. Kimi segera pergi membeli obat luka.

“Nih, saya sudah beli obat-obatan,” kata Kimi begitu kembali, sambil menyerahkan kresek berisi perlengkapan obat luka. Namun, dia tetap berdiri beberapa langkah di depan si pria, sedikit canggung.

Si pria melihat ke arah kresek yang dipegang Kimi, lalu menghembuskan nafas. “Nggak usah, saya nggak papa...”

Kimi menatap si pria dengan cemas. “Bapak yakin nggak perlu? Kalau infeksi gimana?” kata gadis itu, panik.

“Tenang saja, saya masih kuat,” jawab si pria dengan senyum menyeringai, meski matanya sesekali meringis kesakitan.

“Jangan gitu ah, cepet obati, jangan dibiarin gitu!” pinta Kimi tegas, namun terdengar gemetar. Tampak mata Kimi mulai berkaca-kaca.

Si pria meringis kemudian menatap ke arah Kimi. “Ya sudah, boleh deh…” kata si pria tanpa melakukan apa-apa, seolah-olah menunggu inisiatif Kimi untuk mengobatinya.

Kimi terdiam sejenak, merasakan debaran di dadanya, kemudian bicara. “Maaf, Pak, tapi saya tidak bisa bantu obati... Saya tidak bisa melakukan itu untuk laki-laki yang bukan muhrim...”

Si pria mengerti. “Oh iya, kalau begitu biar saya obatin sendiri,” katanya.

Kimi menatapnya dengan serius. “Bapak bisa lakukan sendiri kan?” tanya Kimi memastikan

“Saya akan mencobanya…”

Kimi mengulurkan tas belanjaannya dengan sedikit ragu, tapi tetap menjaga jarak. Si pria mengambil kapas dan antiseptik, lalu mulai membersihkan luka di lengan dan wajahnya. Setiap kali antiseptik menyentuh lukanya, si pria meringis dan mengeluarkan desahan tertahan.

Kimi sedikit menjauh dan terduduk di tanggul tembok lain. Gadis itu tampak merenung, sorot matanya menyiratkan perasaan bersalah yang mendalam. Si pria memperhatikannya dari sudut matanya, lalu menghela napas pelan.

“Sudah… kamu tak perlu merasa bersalah,” ucapnya sambil menatap Kimi yang masih terdiam. Namun, tatapan Kimi tetap terlihat dalam.

Kimi mulai menitikkan air mata. “Saya merasa sudah banyak menyusahkan Bapak hari ini,” tutur Kimi dengan suara lirih. "Dari mulai kehilangan sepatu, sampai sekarang. Bapak harus terluka karena saya."

Si pria menggeleng pelan, mencoba tersenyum meski bibirnya sedikit tertarik karena luka di sudutnya. "Ya memang, tapi… kamu juga sudah banyak membantu saya. Menyewa becak, menyewa bajaj untuk kita bisa sampai di sini. Mengorbankan wawancara kamu, terus… meminjamkan ponsel untuk saya minta bantuan Mira di kantor, sampai akhirnya saya bisa dapat bantuan uang sepuluh juta…"

Kimi menunduk, menyimak kata-kata si pria dengan perasaan campur aduk.

"Sekarang, sssssh,” si pria meringis menahan perih, “kamu membelikan sepatu buat saya.” Kata si pria sambil melirik ke arah kantong belanjaan yang sudah ia serahkan kembali kepada Kimi. “Bahkan sekarang, membeli obat luka ini. Jujur, saya juga merasa nggak enak sama kamu, sudah melibatkan kamu…."

Kimi masih terlihat ragu. "Tidak Pak... saya memang harus bertanggung jawab…"

“Tak seharusnya saya memaksa kamu untuk sesuatu yang sulit seperti ini. Hhhhh… sepatu itu… tak tahu ada di mana sekarang. Waktu terus berjalan, mungkin sudah terkubur di suatu tempat… Mungkin memang benar apa yang dikatakan si pendorong gerobak itu, sepatu saya sekarang mungkin sudah di Bantar Gebang.”

Kimi menyeka air matanya, merasa larut dengan perasaan si pria. “Boleh saya tahu seberapa berartinya sepatu itu untuk Bapak?”

Episodes
1 Wawancara Kerja
2 Sepatu Kulit
3 Keributan Pagi Hari
4 Sopir Bajaj Dadakan
5 Kecemasan Sang Resepsionis
6 Perekrutan yang Aneh
7 Keributan di Mini Bank
8 Kalimat Ancaman
9 Gosip Dua Desainer
10 Berita dari Kantor
11 Perkelahian Tak Terduga
12 Perkenalan
13 Konglomerat Prancis
14 Kemarahan Kimi
15 Tunangan Egois
16 Nyaris Kecurian
17 Terjebak di TMII
18 Pencarian Makna
19 Firasat Buruk
20 Batin Seorang Ibu
21 Hampir Sampai
22 Jejak yang Terlacak
23 Di Balik Layar
24 Sahabat Dekat
25 Kekeliruan Kecil
26 Menuju Gerbang
27 Secercah Harapan
28 Pertengkaran Sengit
29 Tamu dari Prancis
30 Français, S'il Vous Plaît !
31 Penerjemah Misterius
32 Pengemudi Excavator
33 Puncak Kehilangan
34 Berpisah di Kemang
35 Sebuah Rahasia
36 Belajar Sholat
37 Telepon Penting
38 Tes Bahasa
39 Ketegangan di Butik
40 Dua Kandidat Aneh
41 Nomor Ponsel Anonim
42 Kejutan Mengharukan
43 Berpisah di Restoran
44 Permintaan Kimi
45 Suara Protes
46 Sholat di Ruang Divisi
47 Mengejar Masa Lalu
48 Tur Kantor
49 Seakan Lenyap
50 Rencana Besar
51 Penyebaran Angket
52 Teka-teki
53 Hasil Survey
54 Jalan Buntu
55 Sebuah Pengakuan
56 Hadiah untuk Renata
57 Di Bawah Langit Jakarta
58 Surat Protes
59 Tekad Sang Vlogger
60 Rencana Pembelaan
61 Tim yang Terpecah
62 Menata Tujuan
63 Perasaan Asing
64 Video Mengejutkan
65 Di Luar Dugaan
66 Malam Membara
67 Bukti Tak Terbantahkan
68 Tekad dalam Kepayahan
69 Kekecewaan di Meja Makan
70 Sebuah Tekad
71 Hari Penentuan
72 Terjebak di Perjalanan
73 Adu Argumen
74 Bantuan Tak Terduga
75 Suara Dominasi
76 Keberanian yang Tertahan
77 Sebuah Pilihan
78 Video Bukti
79 Penerimaan
80 Sopir Taksi
81 Gejolak Hati
82 Pilihan yang Tak Mudah
83 Pancake Istimewa
84 Konfrontasi
85 Emosional
86 Di Perjalanan Pulang
87 Tangis Haru
88 Sambutan Tanpa Senyuman
89 Histeris
90 Terjebak Kerumitan
91 Rangkaian Memori
92 Malam Berkabut
93 Merah Merona
94 Amanat Masa Lalu
95 Rencana Rahasia
96 Mata-Mata Dadakan
97 Jejak dan Pilihan
98 Surat Balasan
99 Menemui Rose
100 Nomor Kontak
101 Prasangka
102 Semangat Baru
103 Pilihan-Pilihan
104 Keputusan Besar
105 Tak Akan Mundur
106 Rasa Bersalah
107 Malam Panjang
108 Kejutan Ulang Tahun
109 Tamu Pria
110 Tamu Pengganggu
111 Di Perkampungan Kumuh
112 Di Pasar Tanah Abang
113 Perempuan Tua
114 Rencana Ke Eropa
115 Kilas Masa Lalu
116 Tiga Masterpieces
117 Tatapan Tajam
118 Tak Terduga
119 Lepas Landas
Episodes

Updated 119 Episodes

1
Wawancara Kerja
2
Sepatu Kulit
3
Keributan Pagi Hari
4
Sopir Bajaj Dadakan
5
Kecemasan Sang Resepsionis
6
Perekrutan yang Aneh
7
Keributan di Mini Bank
8
Kalimat Ancaman
9
Gosip Dua Desainer
10
Berita dari Kantor
11
Perkelahian Tak Terduga
12
Perkenalan
13
Konglomerat Prancis
14
Kemarahan Kimi
15
Tunangan Egois
16
Nyaris Kecurian
17
Terjebak di TMII
18
Pencarian Makna
19
Firasat Buruk
20
Batin Seorang Ibu
21
Hampir Sampai
22
Jejak yang Terlacak
23
Di Balik Layar
24
Sahabat Dekat
25
Kekeliruan Kecil
26
Menuju Gerbang
27
Secercah Harapan
28
Pertengkaran Sengit
29
Tamu dari Prancis
30
Français, S'il Vous Plaît !
31
Penerjemah Misterius
32
Pengemudi Excavator
33
Puncak Kehilangan
34
Berpisah di Kemang
35
Sebuah Rahasia
36
Belajar Sholat
37
Telepon Penting
38
Tes Bahasa
39
Ketegangan di Butik
40
Dua Kandidat Aneh
41
Nomor Ponsel Anonim
42
Kejutan Mengharukan
43
Berpisah di Restoran
44
Permintaan Kimi
45
Suara Protes
46
Sholat di Ruang Divisi
47
Mengejar Masa Lalu
48
Tur Kantor
49
Seakan Lenyap
50
Rencana Besar
51
Penyebaran Angket
52
Teka-teki
53
Hasil Survey
54
Jalan Buntu
55
Sebuah Pengakuan
56
Hadiah untuk Renata
57
Di Bawah Langit Jakarta
58
Surat Protes
59
Tekad Sang Vlogger
60
Rencana Pembelaan
61
Tim yang Terpecah
62
Menata Tujuan
63
Perasaan Asing
64
Video Mengejutkan
65
Di Luar Dugaan
66
Malam Membara
67
Bukti Tak Terbantahkan
68
Tekad dalam Kepayahan
69
Kekecewaan di Meja Makan
70
Sebuah Tekad
71
Hari Penentuan
72
Terjebak di Perjalanan
73
Adu Argumen
74
Bantuan Tak Terduga
75
Suara Dominasi
76
Keberanian yang Tertahan
77
Sebuah Pilihan
78
Video Bukti
79
Penerimaan
80
Sopir Taksi
81
Gejolak Hati
82
Pilihan yang Tak Mudah
83
Pancake Istimewa
84
Konfrontasi
85
Emosional
86
Di Perjalanan Pulang
87
Tangis Haru
88
Sambutan Tanpa Senyuman
89
Histeris
90
Terjebak Kerumitan
91
Rangkaian Memori
92
Malam Berkabut
93
Merah Merona
94
Amanat Masa Lalu
95
Rencana Rahasia
96
Mata-Mata Dadakan
97
Jejak dan Pilihan
98
Surat Balasan
99
Menemui Rose
100
Nomor Kontak
101
Prasangka
102
Semangat Baru
103
Pilihan-Pilihan
104
Keputusan Besar
105
Tak Akan Mundur
106
Rasa Bersalah
107
Malam Panjang
108
Kejutan Ulang Tahun
109
Tamu Pria
110
Tamu Pengganggu
111
Di Perkampungan Kumuh
112
Di Pasar Tanah Abang
113
Perempuan Tua
114
Rencana Ke Eropa
115
Kilas Masa Lalu
116
Tiga Masterpieces
117
Tatapan Tajam
118
Tak Terduga
119
Lepas Landas

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!