Gosip Dua Desainer

Setelah keributan di meja resepsionis mereda dan rasa lega mulai menyelimuti mereka, Billy segera bergerak cepat untuk mengurus transfer yang diminta Pak CEO. Dengan hati-hati, ia mencatat nomor rekening pemilik mini bank tersebut. Sementara itu, Mira yang masih berdiri di dekat meja resepsionis, menawarkan bantuan.

“Pak CEO, untuk saat ini saya bisa membantu mengatur pinjaman sementara dari dana pribadi, mengingat situasi ini sangat mendesak, bagaimana Pak?” kata Mira dengan santai, menegaskan bahwa ia adalah teman dekat Pak CEO.

Pak CEO di ujung telepon terdengar lebih tenang sekarang, meski masih sedikit terdengar ketegangan dalam suaranya. “Baiklah terserah kamu Mir, terima kasih! Saya sangat menghargai bantuanmu.”

“Dan kalau ada kebutuhan mendesak lain, tolong jangan sungkan untuk menghubungi saya.”

“Jangan khawatir, saya akan menghubungimu jika diperlukan.”

Di saat yang sama, dua orang karyawati dari divisi desain kreatif—Sania dan Ayesha—berjalan melewati lobi setelah baru saja kembali dari suatu keperluan di luar kantor.

Sania, dengan rambut cokelat panjangnya yang tergerai, dan Ayesha, yang selalu membanggakan namanya yang modern dan urban, sedang asyik membahas sesuatu sambil berjalan menuju ruangan mereka.

“Aku tidak habis pikir,” kata Ayesha dengan nada setengah berbisik namun tetap jelas terdengar, “Bagaimana Bu Mira bisa meloloskan kandidat-kandidat aneh untuk divisi marketing? Padahal kita tahu, standar di perusahaan ini sangat ketat. Ghea pasti tidak suka dengan cara Bu Mira bekerja.”

Ayesha yang selalu merasa paling berhak mengomentari setiap hal dan tak mau toleran soal penampilan tampak tak suka dengan situasi perekrutan pegawai yang sedang terjadi.

“Aneh? Aneh gimana? Menurutku sih sah-sah saja selama memiliki keahlian yang memadai, apalagi kalau di atas rata-rata. Selain itu, bukankah kamu tahu, Bu Mira itu bagaikan sosok ratu di sini? Peran beliau di perusahaan ini, apalagi sebagai kepala divisi marketing, sudah tidak diragukan lagi. Dan dia itu teman lama Pak CEO, inget kan? Jadi ya, dia sudah berkuasa banget.”

Ayesha mengangguk setuju, sambil melempar senyum sinis. “Iya, aku tahu. Untungnya orangnya baik dan tidak sombong. Tapi kadang-kadang keputusannya itu benar-benar membuat aku bertanya-tanya, apa tidak ada cara yang lebih baik?”

Sania tertawa kecil, “Itulah kenyataannya. Mau bagaimana lagi, dia punya hubungan dekat dengan Pak CEO, kita tidak bisa berbuat banyak. Kita cuma bisa berdoa semoga calon-calon yang dia pilih itu kalau nanti ada yang keterima, bisa membuat perusahaan kita semakin maju dan berkembang.”

Saat mereka sudah cukup dekat ke pintu lift, mereka berdua tiba-tiba berhenti sejenak, memperhatikan dari jauh Mira dan Ghea yang masih berada di dekat meja resepsionis. Sania berbisik lagi, kali ini dengan nada yang lebih dramatis :

“Lihat tuh, bagaimana Bu Mira bicara dengan Pak CEO lewat telepon. Aku yakin banget, kalau bukan karena kedekatan mereka, dia tidak akan punya pengaruh sebesar ini.”

Ayesha hanya mengangguk, setuju dengan setiap kata yang keluar dari mulut Sania. “Iya sih," sahut Ayesha sambil menghembuskan napas. "Di sini, hubungan personal sepertinya lebih penting daripada apapun. Ya sudah lah, meski aku masih khawatir sih dengan reputasi perusahaan kita ke depannya," lanjut Ayesha.

Ayesha melangkah ke dalam lift. "Kita kerja aja lagi yuk. Sekarang yang penting kita selesaikan pekerjaan kita di divisi desain kreatif dengan baik.”

"Setuju," sahut Sania sambil memijit angka tiga. Divisi mereka ada di lantai tiga.

Tiba di lantai tiga, mereka pun melanjutkan langkah menuju ruangan divisi desain kreatif, tempat mereka biasa merancang desain sepatu, tas, dompet, dan produk-produk kulit lainnya. Hari ini, mereka baru saja kembali dari sebuah pertemuan dengan salah satu supplier bahan kulit yang cukup terkenal di Jakarta.

Sesampainya di ruangan mereka, Sania membuka percakapan baru, “Oh ya, Ayesha, kamu tahu kan kalau bulan depan kita harus siap-siap presentasi desain terbaru kita? Aku dengar Pak CEO bakal hadir langsung di rapat itu. Aku harap kita bisa bikin sesuatu yang benar-benar mengesankan.”

Ayesha hanya tersenyum penuh percaya diri. “Tenang saja, Sania. Kali ini, nama kita bakal jadi yang teratas di sini. Desain kita kali ini pasti membuat Pak CEO terkesan, asal saja Bu Mira tidak tiba-tiba mengintervensi dengan ide-ide anehnya.”

Mereka pun tertawa bersama, menikmati momen gosip ringan itu sebelum kembali tenggelam dalam pekerjaan mereka di ruangan itu, yakni sebuah ruangan yang dipenuhi dengan berbagai macam bahan, mulai dari kain, kulit, hingga contoh-contoh produk sepatu yang tengah mereka kerjakan. Di tengah ruangan itu terdapat sebuah meja besar yang selalu dipenuhi dengan sketsa desain terbaru.

"Tapi kita jangan kepedean dulu. Bagaimana kalau desain kita kalah lagi oleh mereka?" bisik Sania sambil melirik ke sekat ruang sebelah, tempat tim lain di divisi desain kreatif yang diisi tiga orang desainer saingan mereka, yakni Tiara, Desi dan Seno.

Ayesha melirik, "Iya sih, huuuh... mereka memang selalu unggul. Selalu jadi nomor satu di depan Pak CEO. Kapan kita bisa mengungguli mereka ya?" kata Ayesha.

"Itu yang aku takutkan Sa. Apalagi kalau mereka mulai mengejek desain kita... sebel sekali rasanya," timpal Sania.

Ayesha menghembuskan napas, "Kita harus terus berusaha San. Jangan mau lagi dikalahkan mereka, apalagi sampai diejek mereka lagi," kata Ayesha sambil beralih ke cermin di depannya.

"Setuju, kita harus terus berusaha,"

Sania menyangga dagunya di atas meja lalu menoleh ke arah Ayesha, yang sedang merapikan rambutnya di depan sebuah cermin oval di atas meja kerjanya. Ayesha selalu memastikan penampilannya sempurna, dari rambut hingga pakaian, semuanya selalu stylish dan up-to-date dengan tren fashion terkini.

“Eh, Ayesha,” kata Sania dengan nada menggoda, “Kamu kan punya nama keren. Gimana kalau ternyata di antara kandidat-kandidat Bu Mira yang kamu sebut aneh itu ada yang namanya lebih keren daripada nama kamu?”

Ayesha berhenti sejenak, kemudian tertawa kecil sebelum menjawab, “Kalau ada yang namanya lebih keren dari aku, ya nggak masalah. Mungkin aku malah akan berkenalan sama dia. Aku yakin, namanya pasti sesuai dengan penampilannya juga, mungkin lebih keren daripada aku.”

Sania tersenyum jahil. “Iya, aku ngerti, kamu kan selalu bangga sama nama kamu yang modern itu. Tapi gimana kalau ternyata penampilannya nggak sesuai dengan namanya?”

Ayesha mengangkat alisnya dengan gaya dramatis, seperti aktris yang sedang melakukan adegan penting. “Yah, kalau begitu sih, mungkin aku malah akan kasihan sama dia. Soalnya, nama keren itu harus didukung dengan penampilan yang keren juga, biar lengkap.”

Sania tertawa mendengar jawaban Ayesha. “Dasar kamu, selalu soal penampilan. Tapi kalau aku sih, yang penting orangnya asyik dan punya kemampuan mumpuni. Nama dan penampilan cuma bonus.”

Ayesha menoleh sambil tersenyum lebar. “Sania, kamu itu baik banget sih. Aku juga suka kok kalau orangnya asyik dan kreatif, tapi aku kan kerja di bidang kreatif juga. Jadi, buat aku, nama dan penampilan itu salah satu bagian dari branding diri. Kalau kamu punya nama keren, penampilan keren, dan kemampuan cemerlang, itu sudah paket lengkap!”

Sania mengangguk-angguk setuju. “Benar juga, ya. Tapi kalau kita ngomongin Bu Mira tadi, kamu serius nggak suka sama cara dia pilih kandidat?”

Ayesha menghela napas dan berkata, “Bukan nggak suka, lebih ke arah khawatir. Kita semua tahu, Bu Mira itu orangnya baik, tapi kadang-kadang pilihannya itu agak di luar dugaan. Mungkin karena dia punya pengalaman lebih, atau mungkin karena dia melihat sesuatu yang kita nggak lihat. Tapi tetap aja, sebagai orang yang kerja di divisi ini, aku selalu berharap semua keputusan itu mempertimbangkan semua aspek, termasuk penampilan dan kesesuaian dengan budaya perusahaan.”

Sania mengangguk, mencoba memahami pandangan Ayesha. “Ya, kita lihat saja nanti. Siapa tahu, kandidat yang menurutmu aneh-aneh itu justru punya potensi besar.”

Ayesha tersenyum penuh keyakinan. “Kalau begitu, aku harap mereka bisa membuktikan bahwa penampilan pertama itu bisa menipu. Tapi, kalau ternyata nggak cocok, yah... kita sudah tahu siapa yang harus kita salahkan, kan?”

Sania hanya tertawa pelan sambil melanjutkan pekerjaannya. Ayesha juga kembali fokus pada desain-desain yang ada di hadapannya. Meski obrolan mereka terdengar ringan dan penuh canda, ada kesadaran bahwa di dunia kerja, terutama di bidang kreatif, nama, penampilan, dan kinerja sering kali menjadi tolok ukur yang saling terkait, dan keputusan-keputusan yang dibuat akan selalu menjadi bahan pembicaraan.

Namun, satu hal yang jelas, mereka berdua akan selalu ada untuk saling mendukung, meski dengan cara pandang yang berbeda.

Episodes
1 Wawancara Kerja
2 Sepatu Kulit
3 Keributan Pagi Hari
4 Sopir Bajaj Dadakan
5 Kecemasan Sang Resepsionis
6 Perekrutan yang Aneh
7 Keributan di Mini Bank
8 Kalimat Ancaman
9 Gosip Dua Desainer
10 Berita dari Kantor
11 Perkelahian Tak Terduga
12 Perkenalan
13 Konglomerat Prancis
14 Kemarahan Kimi
15 Tunangan Egois
16 Nyaris Kecurian
17 Terjebak di TMII
18 Pencarian Makna
19 Firasat Buruk
20 Batin Seorang Ibu
21 Hampir Sampai
22 Jejak yang Terlacak
23 Di Balik Layar
24 Sahabat Dekat
25 Kekeliruan Kecil
26 Menuju Gerbang
27 Secercah Harapan
28 Pertengkaran Sengit
29 Tamu dari Prancis
30 Français, S'il Vous Plaît !
31 Penerjemah Misterius
32 Pengemudi Excavator
33 Puncak Kehilangan
34 Berpisah di Kemang
35 Sebuah Rahasia
36 Belajar Sholat
37 Telepon Penting
38 Tes Bahasa
39 Ketegangan di Butik
40 Dua Kandidat Aneh
41 Nomor Ponsel Anonim
42 Kejutan Mengharukan
43 Berpisah di Restoran
44 Permintaan Kimi
45 Suara Protes
46 Sholat di Ruang Divisi
47 Mengejar Masa Lalu
48 Tur Kantor
49 Seakan Lenyap
50 Rencana Besar
51 Penyebaran Angket
52 Teka-teki
53 Hasil Survey
54 Jalan Buntu
55 Sebuah Pengakuan
56 Hadiah untuk Renata
57 Di Bawah Langit Jakarta
58 Surat Protes
59 Tekad Sang Vlogger
60 Rencana Pembelaan
61 Tim yang Terpecah
62 Menata Tujuan
63 Perasaan Asing
64 Video Mengejutkan
65 Di Luar Dugaan
66 Malam Membara
67 Bukti Tak Terbantahkan
68 Tekad dalam Kepayahan
69 Kekecewaan di Meja Makan
70 Sebuah Tekad
71 Hari Penentuan
72 Terjebak di Perjalanan
73 Adu Argumen
74 Bantuan Tak Terduga
75 Suara Dominasi
76 Keberanian yang Tertahan
77 Sebuah Pilihan
78 Video Bukti
79 Penerimaan
80 Sopir Taksi
81 Gejolak Hati
82 Pilihan yang Tak Mudah
83 Pancake Istimewa
84 Konfrontasi
85 Emosional
86 Di Perjalanan Pulang
87 Tangis Haru
88 Sambutan Tanpa Senyuman
89 Histeris
90 Terjebak Kerumitan
91 Rangkaian Memori
92 Malam Berkabut
93 Merah Merona
94 Amanat Masa Lalu
95 Rencana Rahasia
96 Mata-Mata Dadakan
97 Jejak dan Pilihan
98 Surat Balasan
99 Menemui Rose
100 Nomor Kontak
101 Prasangka
102 Semangat Baru
103 Pilihan-Pilihan
104 Keputusan Besar
105 Tak Akan Mundur
106 Rasa Bersalah
107 Malam Panjang
108 Kejutan Ulang Tahun
109 Tamu Pria
110 Tamu Pengganggu
111 Di Perkampungan Kumuh
112 Di Pasar Tanah Abang
113 Perempuan Tua
114 Rencana Ke Eropa
115 Kilas Masa Lalu
116 Tiga Masterpieces
117 Tatapan Tajam
118 Tak Terduga
119 Lepas Landas
Episodes

Updated 119 Episodes

1
Wawancara Kerja
2
Sepatu Kulit
3
Keributan Pagi Hari
4
Sopir Bajaj Dadakan
5
Kecemasan Sang Resepsionis
6
Perekrutan yang Aneh
7
Keributan di Mini Bank
8
Kalimat Ancaman
9
Gosip Dua Desainer
10
Berita dari Kantor
11
Perkelahian Tak Terduga
12
Perkenalan
13
Konglomerat Prancis
14
Kemarahan Kimi
15
Tunangan Egois
16
Nyaris Kecurian
17
Terjebak di TMII
18
Pencarian Makna
19
Firasat Buruk
20
Batin Seorang Ibu
21
Hampir Sampai
22
Jejak yang Terlacak
23
Di Balik Layar
24
Sahabat Dekat
25
Kekeliruan Kecil
26
Menuju Gerbang
27
Secercah Harapan
28
Pertengkaran Sengit
29
Tamu dari Prancis
30
Français, S'il Vous Plaît !
31
Penerjemah Misterius
32
Pengemudi Excavator
33
Puncak Kehilangan
34
Berpisah di Kemang
35
Sebuah Rahasia
36
Belajar Sholat
37
Telepon Penting
38
Tes Bahasa
39
Ketegangan di Butik
40
Dua Kandidat Aneh
41
Nomor Ponsel Anonim
42
Kejutan Mengharukan
43
Berpisah di Restoran
44
Permintaan Kimi
45
Suara Protes
46
Sholat di Ruang Divisi
47
Mengejar Masa Lalu
48
Tur Kantor
49
Seakan Lenyap
50
Rencana Besar
51
Penyebaran Angket
52
Teka-teki
53
Hasil Survey
54
Jalan Buntu
55
Sebuah Pengakuan
56
Hadiah untuk Renata
57
Di Bawah Langit Jakarta
58
Surat Protes
59
Tekad Sang Vlogger
60
Rencana Pembelaan
61
Tim yang Terpecah
62
Menata Tujuan
63
Perasaan Asing
64
Video Mengejutkan
65
Di Luar Dugaan
66
Malam Membara
67
Bukti Tak Terbantahkan
68
Tekad dalam Kepayahan
69
Kekecewaan di Meja Makan
70
Sebuah Tekad
71
Hari Penentuan
72
Terjebak di Perjalanan
73
Adu Argumen
74
Bantuan Tak Terduga
75
Suara Dominasi
76
Keberanian yang Tertahan
77
Sebuah Pilihan
78
Video Bukti
79
Penerimaan
80
Sopir Taksi
81
Gejolak Hati
82
Pilihan yang Tak Mudah
83
Pancake Istimewa
84
Konfrontasi
85
Emosional
86
Di Perjalanan Pulang
87
Tangis Haru
88
Sambutan Tanpa Senyuman
89
Histeris
90
Terjebak Kerumitan
91
Rangkaian Memori
92
Malam Berkabut
93
Merah Merona
94
Amanat Masa Lalu
95
Rencana Rahasia
96
Mata-Mata Dadakan
97
Jejak dan Pilihan
98
Surat Balasan
99
Menemui Rose
100
Nomor Kontak
101
Prasangka
102
Semangat Baru
103
Pilihan-Pilihan
104
Keputusan Besar
105
Tak Akan Mundur
106
Rasa Bersalah
107
Malam Panjang
108
Kejutan Ulang Tahun
109
Tamu Pria
110
Tamu Pengganggu
111
Di Perkampungan Kumuh
112
Di Pasar Tanah Abang
113
Perempuan Tua
114
Rencana Ke Eropa
115
Kilas Masa Lalu
116
Tiga Masterpieces
117
Tatapan Tajam
118
Tak Terduga
119
Lepas Landas

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!