Kalimat Ancaman

Di departemen SDM, Pandu, seorang mahasiswa magang yang sempat disuruh memasang iklan lowongan kerja di koran duduk dengan gelisah di depan meja Billy. Billy ialah pegawai bagian SDM yang suka bercanda. Billy, yang dikenal suka menggoda karyawan baru atau anak magang, menatap Pandu dengan tatapan penuh arti.

"Pandu, soal iklan yang kamu buat dan masukkan ke koran itu..." Billy mengawali pembicaraan sambil menelusuri lembaran-lembaran di depannya, "Lain kali, tolong lebih hati-hati, ya. Kamu nggak tahu, kan, kalau sampai Pak CEO tahu soal ini, bisa gawat."

Pandu merasakan ketegangan menjalar di tubuhnya. "Saya... saya sudah dengar sedikit tentang beliau, Pak. Tapi... kenapa bisa gawat?"

Billy menatap Pandu dengan gaya seolah-olah sedang menceritakan sesuatu yang sangat rahasia. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan, membuat Pandu semakin tegang.

"Pak CEO itu orangnya galak banget," bisik Billy, matanya membesar untuk memberi efek dramatis. "Kalau beliau marah, kamu tahu nggak, apa yang sering dia bilang?"

Pandu menggeleng pelan, wajahnya mulai pucat. “Apa, Pak?”

Billy tersenyum kecil, lalu menirukan gaya bicara Pak CEO dengan suara yang dibuat-buat garang. "Dia sering bilang, 'Biar kutempeleng kalian satu-satu! Pilih mana, mau tangan kiri atau tangan kanan?'”

Pandu terlonjak kaget. “Su-sungguh, Pak? Pak CEO benar-benar bilang begitu?”

Billy menahan tawa di balik wajah seriusnya. "Ya, kira-kira begitu lah. Jadi, kalau nggak mau kena tempelengan, hati-hati ya lain kali."

Wajah Pandu semakin pucat, tangannya mulai gemetar. "Saya... saya nggak mau, Pak. Kalau ada yang salah lagi, tolong kasih tahu saya supaya saya bisa perbaiki, saya nggak mau kena tempeleng!"

Melihat reaksi Pandu yang begitu ketakutan, Billy tidak bisa menahan tawanya lagi. Dia tertawa terbahak-bahak, sampai matanya berair.

“Hahaha! Tenang, Pan, tenang. Itu cuma omongan doang! Pak CEO mungkin galak, tapi bukan berarti benar-benar akan tempeleng kamu. Ya, meski... kalau benar-benar dilakuin, ya pasti sakit dan malu juga, hahaha!”

Di tengah-tengah tawa Billy yang keras, tiba-tiba terdengar suara seorang wanita dari belakang mereka. “Billy, kamu ngapain sih?” suara itu jelas tegas dan sedikit berwibawa.

Billy berhenti tertawa dan menoleh. Di sana berdiri Mira, kepala divisi marketing, yang melihat kejadian ini dari kejauhan dan memutuskan untuk menghampiri.

“Oh, Bu Mira, saya cuma kasih sedikit nasihat ke Pandu biar hati-hati. Nggak apa-apa, kan?” Billy mencoba bersikap santai, meski ada sedikit rasa bersalah di matanya.

Mira menatap Billy dengan tajam, lalu mengalihkan pandangannya ke Pandu yang masih terlihat ketakutan.

“Billy, jangan suka menakut-nakuti anak magang. Mereka di sini untuk belajar, bukan untuk dibuat stres. Apa yang kamu bilang tentang Pak CEO memang ada benarnya, tapi kamu tahu kan, dia tidak akan benar-benar tempeleng mereka.”

Billy mencoba menahan senyum. “Ya, Bu Mira, saya cuma bercanda kok. Tapi, beneran kan, kalau Pak CEO marah, bisa bikin orang-orang pada ketakutan.”

Mira menghela napas sambil melipat tangan di dada. “Iya, memang. Tapi tugas kita di sini bukan untuk menambah ketakutan mereka, tapi untuk membimbing mereka. Dan Billy, cobalah bersikap lebih profesional. Anak-anak magang seperti Pandu ini masih belajar. Jangan jadikan mereka bahan lelucon.”

Pandu yang sejak tadi mendengarkan, merasa sedikit lega mendengar kata-kata Mira. Namun, rasa gugupnya belum sepenuhnya hilang.

Billy mengangguk, kali ini lebih serius. “Baik, Bu Mira. Saya paham. Maaf, Pandu, tadi saya bercanda. Jangan terlalu diambil hati, ya.”

Pandu mengangguk pelan. “Iya, Pak Billy. Terima kasih, Bu Mira.”

Mira memberikan senyum tipis kepada Pandu. “Tenang saja, Pandu. Billy memang suka bercanda. Semua orang tahu, kamu di sini untuk belajar dan berkembang. Jadi kalau ada yang nggak jelas atau butuh bantuan, tanya saja. Kita semua di sini untuk membantumu.”

Billy akhirnya tersenyum dan menepuk bahu Pandu dengan lembut. “Oke, Pandu, santai saja. Kita di sini tim, kok. Tapi ingat, hati-hati sama iklan yang kamu buat, ya. Nggak mau kan, sampai benar-benar harus milih tangan kiri atau kanan? Hahaha!”

Mira menggeleng pelan sambil tersenyum, meski sedikit jengkel dengan candaan Billy yang tidak pernah berhenti.

"Billy, Billy... sudah, jangan ganggu Pandu lagi," kata Mira, tegas.

Pandu merasa sedikit lebih tenang, meski masih ada bayangan tempelengan di benaknya. Tapi setidaknya, dia tahu bahwa ada orang seperti Mira yang akan membelanya jika situasi benar-benar menjadi sulit.

Tiba-tiba, Mira bertanya kepada Billy, "Eh Billy, kamu bisa menangani penipu tidak? Atau... membuktikan dia penipu atau bukan?"

Billy mengernyit bingung. “Penipu? Penipu apa, Bu?”

“Tadi Ghea ditelepon Vania,” Mira menjelaskan sambil menghela napas. “Katanya ada orang yang mengaku Pak CEO kita, minta ditransfer sepuluh juta, katanya sih Pak CEO dalam keadaan terdesak. Saya tadi sudah coba telepon ke Pak CEO kita, tapi tidak diangkat. Kita semua tahu Pak CEO kan hari ini ada jadwal bertemu klien di hotel. Saya punya firasat kalau Pak CEO saat ini sedang berhadapan dengan klien. Kemungkinan beliau men-silent ponselnya supaya tidak ada gangguan. Soalnya klien saat ini benar-benar penting, katanya orang Prancis. Tapi, tidak menutup kemungkinan juga kalau yang menelepon sekarang ini adalah Pak CEO yang asli.”

Mira merasa tegang dan khawatir, terutama dengan kasus penipuan yang semakin marak belakangan ini. Billy, yang dikenal dengan keterampilannya dalam bermain kata-kata dan psikologis dalam wawancara, merasa ini adalah tantangan yang menarik.

“Oh, kalau begitu. Biarkan saya mencobanya. Saya punya beberapa trik untuk menangani ini. Lagipula, pengalaman saya dalam mewawancarai calon karyawan bisa sangat berguna di sini.”

Mira dan Billy bergegas menuju lobi, diikuti Pandu yang penasaran dan ingin tahu bagaimana masalah ini diselesaikan. Di sana sudah ada Vania dan Ghea, dan Ghea sedang mencoba mengambil alih telepon di meja resepsionis, menguji si tersangka penipu.

Ghea terlihat bingung. Dia sudah berusaha menanyakan beberapa informasi tapi tidak membuahkan hasil.

“Tidak ada jawaban yang memuaskan. Saya sudah mencoba segala cara untuk memastikan dia benar-benar Pak CEO atau bukan.”

Di tengah suasana tegang di lobi, Billy dengan percaya diri mengambil alih telepon dari Ghea.

“Baiklah, saya akan coba verifikasi. Ini sangat penting untuk keamanan perusahaan,” katanya kepada Ghea.

“Selamat pagi, Pak CEO,” Billy memulai, “Saya Billy dari divisi SDM. Kami menerima permintaan transfer sepuluh juta dari seseorang yang mengaku sebagai Anda. Untuk memastikan keasliannya, kami perlu memverifikasi beberapa hal. Apakah Anda siap menjawab beberapa pertanyaan?”

Suara di ujung telepon terdengar tegas dan sedikit marah. “Tentu saja, tetapi cepatlah! Saya tidak punya banyak waktu.”

Billy mengangguk meski Pak CEO tidak bisa melihatnya. “Bagus. Pertama, bisakah Anda menyebutkan nama lengkap manajer keuangan kita dan tugas-tugas beliau di perusahaan?”

“Manajer keuangan? Tentu saja, namanya Indra Setiawan. Tapi apa urusanmu bertanya seperti ini?” jawab suara itu dengan nada semakin tidak sabar.

Billy mencatat jawaban tersebut. “Baik. Sekarang, apakah Anda bisa memberi tahu saya tentang lokasi dan jadwal pertemuan penting yang Anda hadiri hari ini?”

“Apa ini? Kamu tahu saya ada pertemuan penting di Jakarta untuk bertemu klien Prancis! Tetapi saya justru terjebak di sini, dan kalian malah ikut menguji kesabaranku sekarang!” Suara di telepon mulai terdengar semakin marah.

Ghea yang berdiri di samping berbisik pada Billy, “Hati-hati, Billy. Penipu zaman sekarang mungkin tahu hal-hal seperti itu, termasuk nomor rekening, nomor telepon, agenda kegiatan, bahkan mungkin nama-nama setiap orang di perusahaan ini. Kalau penipu itu pandai meretas, data-data seperti itu bisa didapat dengan mudah.”

Billy melirik Ghea dengan ragu, namun tetap melanjutkan, “Maaf, Pak CEO, tapi ini bagian dari prosedur kami. Kami juga perlu mengetahui nomor rekening perusahaan yang digunakan untuk transfer. Mohon beri tahu kami nomor rekening tersebut untuk verifikasi.”

Di sisi lain, suara si penelepon terdengar tertekan. “Bagaimana kalau tidak? Kalian semua ini merepotkan! Saya sudah memberi tahu kalau ini mendesak!”

Billy tak mau menyerah, meski ia mulai bingung mengingat peringatan Ghea tentang penipu ulung yang sangat mungkin bisa meretas data perusahaan untuk membuat skenario penipuan terbaik.

Billy mencoba berpikir tentang apa yang sebaiknya ia katakan kemudian. Tapi ia tak menemukan ide lagi selain melanjutkan pertanyaan seperti sebelumnya.

“Maaf Pak CEO, tapi untuk memverifikasi lebih lanjut, kami memerlukan informasi tambahan. Misalnya, kode akses atau password yang biasanya digunakan untuk otorisasi transfer,” Billy menunduk, merasa sudah kehilangan akal.

“Sekarang kamu mulai membuatku marah!” si penelepon berubah menjadi lebih keras dan penuh kemarahan. “Apa kalian semua ini bodoh? Aku sudah bilang ini mendesak! Cepat lakukan perintahku sekarang juga! Kalau tidak, aku akan tempeleng kalian satu-satu!” si penelepon menghela nafas, “Pilih, mau tangan kiri atau tangan kanan?”

Mereka semua kecuali Vania dan Pandu, si mahasiswa magang, mengenal betul kalimat ancaman terakhir itu. Bagaimana intonasi dan penekanannya ketika diucapkan. Bagaimana pula helaan nafas sebelum melanjutkan perkataan suruhan memilih antara tangan kiri atau tangan kanan itu.

Mira, yang telah mengikuti percakapan dari dekat, tidak bisa menahan tawa melihat betapa marahnya CEO. “Billy, sepertinya kamu berhasil membuat Pak CEO sangat marah. Aku rasa ini cukup untuk memastikan bahwa ini memang Pak CEO yang asli.”

Billy terlihat terkejut dan akhirnya menyadari kesalahannya. “Oh, Pak CEO. Ka-kami mohon maaf jika prosedur ini menyebalkan. Ka-kami akan segera memproses transfernya. A-apakah sepuluh juta masih kurang?”

“Tidak, itu sudah cukup!” jawab suara dari seberang.

Mira melirik Billy dengan tatapan campuran antara tertekan dan geli. Billy hanya bisa tersenyum kikuk. Ghea juga merasa lega meskipun masih waspada. Sementara Pandu dan Vania, yang baru di perusahaan, masih terlihat cemas, terutama setelah mendengar ancaman tempelengan yang begitu jelas dan tegas. Mereka meraba-raba pipi mereka sendiri dengan tangan gemetar.

Episodes
1 Wawancara Kerja
2 Sepatu Kulit
3 Keributan Pagi Hari
4 Sopir Bajaj Dadakan
5 Kecemasan Sang Resepsionis
6 Perekrutan yang Aneh
7 Keributan di Mini Bank
8 Kalimat Ancaman
9 Gosip Dua Desainer
10 Berita dari Kantor
11 Perkelahian Tak Terduga
12 Perkenalan
13 Konglomerat Prancis
14 Kemarahan Kimi
15 Tunangan Egois
16 Nyaris Kecurian
17 Terjebak di TMII
18 Pencarian Makna
19 Firasat Buruk
20 Batin Seorang Ibu
21 Hampir Sampai
22 Jejak yang Terlacak
23 Di Balik Layar
24 Sahabat Dekat
25 Kekeliruan Kecil
26 Menuju Gerbang
27 Secercah Harapan
28 Pertengkaran Sengit
29 Tamu dari Prancis
30 Français, S'il Vous Plaît !
31 Penerjemah Misterius
32 Pengemudi Excavator
33 Puncak Kehilangan
34 Berpisah di Kemang
35 Sebuah Rahasia
36 Belajar Sholat
37 Telepon Penting
38 Tes Bahasa
39 Ketegangan di Butik
40 Dua Kandidat Aneh
41 Nomor Ponsel Anonim
42 Kejutan Mengharukan
43 Berpisah di Restoran
44 Permintaan Kimi
45 Suara Protes
46 Sholat di Ruang Divisi
47 Mengejar Masa Lalu
48 Tur Kantor
49 Seakan Lenyap
50 Rencana Besar
51 Penyebaran Angket
52 Teka-teki
53 Hasil Survey
54 Jalan Buntu
55 Sebuah Pengakuan
56 Hadiah untuk Renata
57 Di Bawah Langit Jakarta
58 Surat Protes
59 Tekad Sang Vlogger
60 Rencana Pembelaan
61 Tim yang Terpecah
62 Menata Tujuan
63 Perasaan Asing
64 Video Mengejutkan
65 Di Luar Dugaan
66 Malam Membara
67 Bukti Tak Terbantahkan
68 Tekad dalam Kepayahan
69 Kekecewaan di Meja Makan
70 Sebuah Tekad
71 Hari Penentuan
72 Terjebak di Perjalanan
73 Adu Argumen
74 Bantuan Tak Terduga
75 Suara Dominasi
76 Keberanian yang Tertahan
77 Sebuah Pilihan
78 Video Bukti
79 Penerimaan
80 Sopir Taksi
81 Gejolak Hati
82 Pilihan yang Tak Mudah
83 Pancake Istimewa
84 Konfrontasi
85 Emosional
86 Di Perjalanan Pulang
87 Tangis Haru
88 Sambutan Tanpa Senyuman
89 Histeris
90 Terjebak Kerumitan
91 Rangkaian Memori
92 Malam Berkabut
93 Merah Merona
94 Amanat Masa Lalu
95 Rencana Rahasia
96 Mata-Mata Dadakan
97 Jejak dan Pilihan
98 Surat Balasan
99 Menemui Rose
100 Nomor Kontak
101 Prasangka
102 Semangat Baru
103 Pilihan-Pilihan
104 Keputusan Besar
105 Tak Akan Mundur
106 Rasa Bersalah
107 Malam Panjang
108 Kejutan Ulang Tahun
109 Tamu Pria
110 Tamu Pengganggu
111 Di Perkampungan Kumuh
112 Di Pasar Tanah Abang
113 Perempuan Tua
114 Rencana Ke Eropa
115 Kilas Masa Lalu
116 Tiga Masterpieces
117 Tatapan Tajam
118 Tak Terduga
119 Lepas Landas
Episodes

Updated 119 Episodes

1
Wawancara Kerja
2
Sepatu Kulit
3
Keributan Pagi Hari
4
Sopir Bajaj Dadakan
5
Kecemasan Sang Resepsionis
6
Perekrutan yang Aneh
7
Keributan di Mini Bank
8
Kalimat Ancaman
9
Gosip Dua Desainer
10
Berita dari Kantor
11
Perkelahian Tak Terduga
12
Perkenalan
13
Konglomerat Prancis
14
Kemarahan Kimi
15
Tunangan Egois
16
Nyaris Kecurian
17
Terjebak di TMII
18
Pencarian Makna
19
Firasat Buruk
20
Batin Seorang Ibu
21
Hampir Sampai
22
Jejak yang Terlacak
23
Di Balik Layar
24
Sahabat Dekat
25
Kekeliruan Kecil
26
Menuju Gerbang
27
Secercah Harapan
28
Pertengkaran Sengit
29
Tamu dari Prancis
30
Français, S'il Vous Plaît !
31
Penerjemah Misterius
32
Pengemudi Excavator
33
Puncak Kehilangan
34
Berpisah di Kemang
35
Sebuah Rahasia
36
Belajar Sholat
37
Telepon Penting
38
Tes Bahasa
39
Ketegangan di Butik
40
Dua Kandidat Aneh
41
Nomor Ponsel Anonim
42
Kejutan Mengharukan
43
Berpisah di Restoran
44
Permintaan Kimi
45
Suara Protes
46
Sholat di Ruang Divisi
47
Mengejar Masa Lalu
48
Tur Kantor
49
Seakan Lenyap
50
Rencana Besar
51
Penyebaran Angket
52
Teka-teki
53
Hasil Survey
54
Jalan Buntu
55
Sebuah Pengakuan
56
Hadiah untuk Renata
57
Di Bawah Langit Jakarta
58
Surat Protes
59
Tekad Sang Vlogger
60
Rencana Pembelaan
61
Tim yang Terpecah
62
Menata Tujuan
63
Perasaan Asing
64
Video Mengejutkan
65
Di Luar Dugaan
66
Malam Membara
67
Bukti Tak Terbantahkan
68
Tekad dalam Kepayahan
69
Kekecewaan di Meja Makan
70
Sebuah Tekad
71
Hari Penentuan
72
Terjebak di Perjalanan
73
Adu Argumen
74
Bantuan Tak Terduga
75
Suara Dominasi
76
Keberanian yang Tertahan
77
Sebuah Pilihan
78
Video Bukti
79
Penerimaan
80
Sopir Taksi
81
Gejolak Hati
82
Pilihan yang Tak Mudah
83
Pancake Istimewa
84
Konfrontasi
85
Emosional
86
Di Perjalanan Pulang
87
Tangis Haru
88
Sambutan Tanpa Senyuman
89
Histeris
90
Terjebak Kerumitan
91
Rangkaian Memori
92
Malam Berkabut
93
Merah Merona
94
Amanat Masa Lalu
95
Rencana Rahasia
96
Mata-Mata Dadakan
97
Jejak dan Pilihan
98
Surat Balasan
99
Menemui Rose
100
Nomor Kontak
101
Prasangka
102
Semangat Baru
103
Pilihan-Pilihan
104
Keputusan Besar
105
Tak Akan Mundur
106
Rasa Bersalah
107
Malam Panjang
108
Kejutan Ulang Tahun
109
Tamu Pria
110
Tamu Pengganggu
111
Di Perkampungan Kumuh
112
Di Pasar Tanah Abang
113
Perempuan Tua
114
Rencana Ke Eropa
115
Kilas Masa Lalu
116
Tiga Masterpieces
117
Tatapan Tajam
118
Tak Terduga
119
Lepas Landas

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!