Perekrutan yang Aneh

Di ruangannya yang terletak di lantai tiga, Mira, kepala divisi marketing berusia 35 tahun, tampak anteng menikmati momen luang. Dalam tampilan resmi setelan blazer biru laut yang tertata rapi dan elegan, Mira duduk di atas kursi sambil menggulir beberapa short video di layar ponsel canggihnya.

Hari ini ia sedang rehat sejenak dari pemantauan sebuah proses penting: rekrutmen pegawai baru untuk divisinya sendiri. Proses rekrutmen ini terasa begitu panjang dan penuh dinamika. Suatu proses yang hingga detik ini belum berakhir, meski telah berlangsung cukup lama bahkan sedikit menuai kontroversi. Tapi meskipun demikian, tak ada yang bisa menghentikannya.

Mira sering diibaratkan sebagai seorang ratu bagi divisinya, bahkan bagi divisi lain. Ia memiliki pengaruh cukup besar di dalam perusahaan. Meski apa yang dilakukannya terkadang sedikit kontroversi.

Sebagai kepala divisi marketing, posisi Mira memang sangat berpengaruh. Semua tahu, marketing alias pemasaran adalah ujung tombak keberhasilan perusahaan. Sebagus apa pun produk, tanpa pemasaran yang baik, tidak akan memberikan dampak positif bagi keberlangsungan perusahaan.

Namun tak hanya itu, sebagai teman lama Pak CEO dan hubungan cukup dekat dirinya dengan Pak CEO, membuat pengaruh Mira di perusahaan semakin kuat.

Mira terus menggulir layar ponsel. Tampak di atas meja kerja tertumpuk beberapa bundel dokumen penting dan sebuah laptop terbuka. Namun, saat ini perhatian Mira tertuju pada layar ponselnya. Ia sedang menonton video-video pendek wanita bercadar atau ber-niqab dengan penuh kekaguman.

Mira selalu merasa ada sesuatu yang anggun, sopan dan tangguh dalam penampilan wanita-wanita ber-niqab itu. Meskipun ia sendiri tidak berjilbab apalagi bercadar atau ber-niqab, namun ia sangat menghormati dan mengagumi mereka.

Dalam hatinya, Mira menganggap mereka sebagai sosok yang teguh dalam keyakinan dan cukup stylish dengan caranya sendiri. Senyum tipis tersungging di bibirnya setiap kali melihat video tersebut.

"Bu Mira, ada paket untuk Ibu," suara Ghea, salah satu anggota divisi pemasaran, tiba-tiba mengejutkan Mira dari lamunan. Ghea, seorang perempuan muda energik, memasuki ruangan sambil membawa sebuah kotak paket.

Bukan karena keteledoran jika pintu ruangannya terbuka, melainkan Mira memang tak suka menyalakan AC jika gerah. Ia lebih memilih membuka pintu atau jendela untuk mendapat kesejukan yang lebih alami. Selain itu ia juga ingin menciptakan kesan lebih menyatu dan tak terlalu berjarak dengan anggota timnya di divisi marketing.

"Oh, terima kasih, Ghea," Mira tersenyum sambil cepat-cepat menyembunyikan video yang sedang ditontonnya di layar ponsel. Ada sedikit kegugupan yang muncul di wajahnya, namun dia berusaha tetap tenang.

Ghea menyerahkan paket itu kepada Mira. "Ini paket yang Ibu pesan, kan? Saya terima dari kurir, tadi, saat saya di luar," kata Ghea, dengan tatapan penasaran.

"Iya betul," jawab Mira mengangguk sambil meneliti paket itu setelah menerimanya. "Terima kasih, Ghe."

Ghea, yang mengetahui isi paket itu adalah sebuah jilbab dari labelnya, tampak sedikit heran. "Untuk apa sih jilbab itu, Bu? Kan di kantor dilarang pakai jilbab," tanyanya dengan raut muka penasaran.

Mira tersenyum, berusaha menyembunyikan kegugupan. "Oh, ini untuk salah satu anggota keluarga saya. Dia baru saja mau mencoba memakai jilbab, jadi saya belikan satu yang bagus untuknya," jawabnya diplomatis.

Sebenarnya orang yang Mira maksud adalah dirinya sendiri. Mira sudah lama ingin memakai jilbab, namun selalu ragu karena aturan kantor yang ketat melarang pemakaian jilbab.

Ghea mengangguk, meski masih terlihat sedikit ragu. "Baik, Bu. Kalau ada yang Ibu butuhkan lagi, saya ada di meja saya," katanya sebelum beranjak keluar dari ruangan.

Sejenak Mira menatap kepergian Ghea. Setelah memastikan Ghea tiba di mejanya dan kembali pada pekerjaannya di depan laptop, Mira membuka paket itu perlahan dan mengeluarkan sebuah jilbab yang indah. Sentuhan lembut kainnya di tangan membuat hatinya berdebar.

Dia ingin sekali memakainya. Ingin segera merasakan kenyamanan dan keindahan yang ia bayangkan saat melihat wanita-wanita ber-niqab di video tadi.

Namun, pikiran tentang aturan perusahaan dan pandangan Pak CEO, teman lamanya yang kini menjadi bos cukup kaku dan keras terhadap aturan perusahaan, membuatnya bimbang. Pak CEO adalah sosok dihormati, tetapi juga dikenal karena ketegasannya, terutama dalam hal penampilan dan budaya kerja.

Dia menarik napas dalam-dalam, menatap jilbab di tangannya.

"Mungkin suatu hari nanti," bisiknya pada dirinya sendiri.

Hingga saat itu tiba, ia harus menyimpan jilbab ini sebagai simbol keyakinan dan kekaguman dirinya terhadap wanita-wanita yang berani tampil dengan identitas mereka sendiri, meski di tengah aturan ketat.

Sementara itu Ghea sudah hampir menyelesaikan salah satu segmen pekerjaannya di depan laptop. Namun rupanya ia masih merasakan ganjalan lain di benaknya. Ghea pun memutuskan untuk kembali ke ruangan Mira.

"Bu, saya mau bicara sebentar," kata Ghea dari ambang pintu dengan nada serius, berbeda dari sebelumnya.

Mira menatap Ghea seraya menyembunyikan jilbab yang tadi dipegangnya ke dalam laci meja. "Ada apa, Ghe? Kamu kelihatan cemas."

Ghea mendesah pelan, lalu mulai bicara, "Bu, saya agak bingung dengan perekrutan pegawai akhir-akhir ini. Divisi pemasaran kita sangat butuh anggota baru yang bisa berbahasa Inggris, bahkan kalau bisa bahasa asing lainnya. Perusahaan kan ingin memperluas kerja sama pemasaran secara global. Tapi, saya merasa aneh dengan kandidat-kandidat yang datang. Banyak yang tidak sesuai dengan harapan perusahaan."

Mira mengerutkan kening. "Maksudmu tidak sesuai seperti apa?"

Ghea mulai menjelaskan dengan nada sedikit protes, "Ada beberapa kandidat yang berjilbab, padahal kita tahu ada aturan kantor yang ketat soal penampilan. Lalu, ada juga yang usianya di atas empat puluh tahun, bahkan ada yang sudah sangat tua. Ini sungguh aneh dan tidak biasa, Bu. Saya tidak mengerti kenapa ini bisa terjadi. Saya merasa hal ini tidak sesuai dengan citra dan kebutuhan divisi kita."

Mira mendengarkan dengan seksama. Dia bisa melihat bahwa Ghea benar-benar terganggu dengan situasi ini. Namun, sebagai seseorang yang lebih bijak dan fleksibel, Mira memiliki pandangan yang berbeda.

"Ghea," Mira memulai dengan lembut, "Saya mengerti kekhawatiranmu. Memang, biasanya kita mencari kandidat yang sesuai dengan kriteria tertentu, terutama dalam hal usia dan penampilan. Tapi, siapa yang tahu? Mungkin saja talenta emas justru tersembunyi di antara kandidat-kandidat aneh yang kamu sebut tadi. Kadang-kadang, kita tidak bisa hanya mengandalkan penampilan luar untuk menilai kemampuan seseorang."

Ghea tampak tidak puas dengan jawaban itu. "Tapi, Bu, ini sangat berhubungan dengan divisi kita. Bagaimana kalau nanti kita mendapat anggota yang tidak bisa mengikuti ritme dan budaya kerja kita?"

Mira tersenyum, mencoba menenangkan Ghea. "Kalau kamu benar-benar ingin tahu alasan di balik semua ini, kenapa tidak kamu tanyakan langsung ke bagian SDM? Mereka pasti punya penjelasan."

Ghea mengangguk, meski masih ada keraguan di wajahnya. "Baik, Bu. Saya akan ke sana sekarang."

Ghea pun pergi meninggalkan ruangan Mira dan menuju ke bagian SDM. Di sana, ia langsung menemui salah satu staf SDM yang sedang duduk di belakang meja kerjanya.

"Permisi, saya mau bicara soal perekrutan pegawai yang berlangsung akhir-akhir ini," kata Ghea, sedikit nada protes terdengar di suaranya.

Staf SDM tersebut, seorang pria berusia sekitar tiga puluhan, menatap Ghea dengan ramah. "Hey Ghe, tentu, ada yang bisa saya bantu?"

Ghea langsung mengungkapkan kegelisahannya, "Pak, kenapa banyak kandidat yang datang tidak sesuai dengan kriteria biasa? Saya merasa ini sangat aneh dan tidak sesuai dengan harapan divisi kami."

Staf SDM itu tampak sedikit terkejut dengan keluhan Ghea. "Maaf, kalau ada yang membuat kamu tidak nyaman. Tapi setahu saya, perekrutan dilakukan sesuai dengan prosedur. Apa kamu bisa jelaskan lebih spesifik apa masalahnya?"

Ghea menjelaskan tentang para kandidat yang menurutnya tidak sesuai, termasuk soal usia dan penampilan. Staf SDM itu tampak berpikir sejenak, lalu meminta maaf dengan nada penuh penyesalan.

"Oh iya, saya mengerti sekarang," katanya. "Sebenarnya, ada sedikit kesalahan yang terjadi. Kami sempat menyerahkan tugas pemasangan iklan lowongan kerja kepada seorang mahasiswa magang. Sayangnya, mungkin karena miskomunikasi, dia salah memasukkan informasi. Apa yang seharusnya tercantum, malah tidak tercantum."

Ghea terkejut mendengar itu. "Apa maksudnya?"

Staf SDM lalu mengambil koran yang berisi iklan tersebut dan menunjukkannya kepada Ghea. Di sana tertulis: 'Dibutuhkan seorang pria/wanita berkeahlian bahasa Inggris dan bahasa asing, kirimkan surat lamaran kerja ke alamat PT Adiyaksa Pratama Group...'

Hanya itu yang tertulis. Tidak ada syarat lain seperti usia, pengalaman, penampilan, dan lainnya yang biasanya tercantum dalam iklan.

Ghea menatap iklan itu dengan mata membesar, merasa tertekan dan sedikit marah.

"Bagaimana ini bisa terjadi? Tidak ada syarat yang jelas sama sekali!" kata Ghea dengan nada protes.

Staf SDM mengangguk dengan ekspresi bersalah. "Kami minta maaf atas kekeliruan ini. Seharusnya kami lebih teliti dalam mengawasi pekerjaan mahasiswa magang. Kami akan segera memperbaiki iklan ini dan menyeleksi kembali para kandidat sesuai dengan kriteria yang sebenarnya."

Ghea menghela napas panjang. "Baiklah, saya harap masalah ini bisa segera diselesaikan. Divisi kami sangat membutuhkan pegawai baru yang tepat."

Staf SDM mengangguk lagi. "Tentu, kami akan segera menindaklanjutinya."

Setelah keluar dari ruang SDM, Ghea kembali ke ruangannya dengan perasaan campur aduk. Dia masih merasa jengkel dengan kejadian ini, tetapi sedikit lega setelah mengetahui penyebabnya.

Namun, di dalam hatinya, Ghea masih merasa ragu tentang masa depan divisi marketing di tengah perekrutan yang tidak sesuai dengan harapannya. Ghea pun memutuskan untuk kembali ke ruangan Mira.

"Bu, biasanya kan pihak SDM akan berkoordinasi dengan divisi terkait dalam rekrutmen. Apa mereka nanya ke Ibu dulu sebelum memanggil kandidat-kandidat ini?" tanya Ghea dengan nada sedikit cemas.

"Ya, memang begitu," jawab Mira dengan tenang.

"Lalu kenapa Ibu meluluskan kandidat-kandidat itu?" desak Ghea, masih tidak puas.

"Gini loh, Ghe," Mira menatap Ghea dengan senyuman sabarnya. "Data yang saya terima juga terbatas. Terkadang saya tidak tahu soal penampilan mereka. Sebagian memang menyertakan foto, tapi ada juga yang tidak. Terkadang yang ada cuma ijazah terakhir dan profil keahlian dan pengalaman kerja."

Mira kemudian melanjutkan, "Tapi saya cukup punya feeling kalau kandidat yang saya putuskan untuk dipanggil wawancara itu yang terbaik. Ya… meskipun kenyataannya sampai sekarang belum ada yang sesuai harapan. Jadi, kamu tenang saja. Jadilah lebih fleksibel, oke? Jangan cemas, Ghe. Kita lihat saja nanti bagaimana hasilnya."

Mira mencoba menenangkan Ghea, memberikan harapan bahwa proses rekrutmen ini masih bisa berjalan baik meski ada beberapa ketidaksesuaian. Ghea mengangguk pelan, sedikit terhibur oleh sikap optimis dan bijak Mira, meskipun dalam hatinya ia masih merasa sedikit khawatir.

Episodes
1 Wawancara Kerja
2 Sepatu Kulit
3 Keributan Pagi Hari
4 Sopir Bajaj Dadakan
5 Kecemasan Sang Resepsionis
6 Perekrutan yang Aneh
7 Keributan di Mini Bank
8 Kalimat Ancaman
9 Gosip Dua Desainer
10 Berita dari Kantor
11 Perkelahian Tak Terduga
12 Perkenalan
13 Konglomerat Prancis
14 Kemarahan Kimi
15 Tunangan Egois
16 Nyaris Kecurian
17 Terjebak di TMII
18 Pencarian Makna
19 Firasat Buruk
20 Batin Seorang Ibu
21 Hampir Sampai
22 Jejak yang Terlacak
23 Di Balik Layar
24 Sahabat Dekat
25 Kekeliruan Kecil
26 Menuju Gerbang
27 Secercah Harapan
28 Pertengkaran Sengit
29 Tamu dari Prancis
30 Français, S'il Vous Plaît !
31 Penerjemah Misterius
32 Pengemudi Excavator
33 Puncak Kehilangan
34 Berpisah di Kemang
35 Sebuah Rahasia
36 Belajar Sholat
37 Telepon Penting
38 Tes Bahasa
39 Ketegangan di Butik
40 Dua Kandidat Aneh
41 Nomor Ponsel Anonim
42 Kejutan Mengharukan
43 Berpisah di Restoran
44 Permintaan Kimi
45 Suara Protes
46 Sholat di Ruang Divisi
47 Mengejar Masa Lalu
48 Tur Kantor
49 Seakan Lenyap
50 Rencana Besar
51 Penyebaran Angket
52 Teka-teki
53 Hasil Survey
54 Jalan Buntu
55 Sebuah Pengakuan
56 Hadiah untuk Renata
57 Di Bawah Langit Jakarta
58 Surat Protes
59 Tekad Sang Vlogger
60 Rencana Pembelaan
61 Tim yang Terpecah
62 Menata Tujuan
63 Perasaan Asing
64 Video Mengejutkan
65 Di Luar Dugaan
66 Malam Membara
67 Bukti Tak Terbantahkan
68 Tekad dalam Kepayahan
69 Kekecewaan di Meja Makan
70 Sebuah Tekad
71 Hari Penentuan
72 Terjebak di Perjalanan
73 Adu Argumen
74 Bantuan Tak Terduga
75 Suara Dominasi
76 Keberanian yang Tertahan
77 Sebuah Pilihan
78 Video Bukti
79 Penerimaan
80 Sopir Taksi
81 Gejolak Hati
82 Pilihan yang Tak Mudah
83 Pancake Istimewa
84 Konfrontasi
85 Emosional
86 Di Perjalanan Pulang
87 Tangis Haru
88 Sambutan Tanpa Senyuman
89 Histeris
90 Terjebak Kerumitan
91 Rangkaian Memori
92 Malam Berkabut
93 Merah Merona
94 Amanat Masa Lalu
95 Rencana Rahasia
96 Mata-Mata Dadakan
97 Jejak dan Pilihan
98 Surat Balasan
99 Menemui Rose
100 Nomor Kontak
101 Prasangka
102 Semangat Baru
103 Pilihan-Pilihan
104 Keputusan Besar
105 Tak Akan Mundur
106 Rasa Bersalah
107 Malam Panjang
108 Kejutan Ulang Tahun
109 Tamu Pria
110 Tamu Pengganggu
111 Di Perkampungan Kumuh
112 Di Pasar Tanah Abang
113 Perempuan Tua
114 Rencana Ke Eropa
115 Kilas Masa Lalu
116 Tiga Masterpieces
117 Tatapan Tajam
118 Tak Terduga
119 Lepas Landas
Episodes

Updated 119 Episodes

1
Wawancara Kerja
2
Sepatu Kulit
3
Keributan Pagi Hari
4
Sopir Bajaj Dadakan
5
Kecemasan Sang Resepsionis
6
Perekrutan yang Aneh
7
Keributan di Mini Bank
8
Kalimat Ancaman
9
Gosip Dua Desainer
10
Berita dari Kantor
11
Perkelahian Tak Terduga
12
Perkenalan
13
Konglomerat Prancis
14
Kemarahan Kimi
15
Tunangan Egois
16
Nyaris Kecurian
17
Terjebak di TMII
18
Pencarian Makna
19
Firasat Buruk
20
Batin Seorang Ibu
21
Hampir Sampai
22
Jejak yang Terlacak
23
Di Balik Layar
24
Sahabat Dekat
25
Kekeliruan Kecil
26
Menuju Gerbang
27
Secercah Harapan
28
Pertengkaran Sengit
29
Tamu dari Prancis
30
Français, S'il Vous Plaît !
31
Penerjemah Misterius
32
Pengemudi Excavator
33
Puncak Kehilangan
34
Berpisah di Kemang
35
Sebuah Rahasia
36
Belajar Sholat
37
Telepon Penting
38
Tes Bahasa
39
Ketegangan di Butik
40
Dua Kandidat Aneh
41
Nomor Ponsel Anonim
42
Kejutan Mengharukan
43
Berpisah di Restoran
44
Permintaan Kimi
45
Suara Protes
46
Sholat di Ruang Divisi
47
Mengejar Masa Lalu
48
Tur Kantor
49
Seakan Lenyap
50
Rencana Besar
51
Penyebaran Angket
52
Teka-teki
53
Hasil Survey
54
Jalan Buntu
55
Sebuah Pengakuan
56
Hadiah untuk Renata
57
Di Bawah Langit Jakarta
58
Surat Protes
59
Tekad Sang Vlogger
60
Rencana Pembelaan
61
Tim yang Terpecah
62
Menata Tujuan
63
Perasaan Asing
64
Video Mengejutkan
65
Di Luar Dugaan
66
Malam Membara
67
Bukti Tak Terbantahkan
68
Tekad dalam Kepayahan
69
Kekecewaan di Meja Makan
70
Sebuah Tekad
71
Hari Penentuan
72
Terjebak di Perjalanan
73
Adu Argumen
74
Bantuan Tak Terduga
75
Suara Dominasi
76
Keberanian yang Tertahan
77
Sebuah Pilihan
78
Video Bukti
79
Penerimaan
80
Sopir Taksi
81
Gejolak Hati
82
Pilihan yang Tak Mudah
83
Pancake Istimewa
84
Konfrontasi
85
Emosional
86
Di Perjalanan Pulang
87
Tangis Haru
88
Sambutan Tanpa Senyuman
89
Histeris
90
Terjebak Kerumitan
91
Rangkaian Memori
92
Malam Berkabut
93
Merah Merona
94
Amanat Masa Lalu
95
Rencana Rahasia
96
Mata-Mata Dadakan
97
Jejak dan Pilihan
98
Surat Balasan
99
Menemui Rose
100
Nomor Kontak
101
Prasangka
102
Semangat Baru
103
Pilihan-Pilihan
104
Keputusan Besar
105
Tak Akan Mundur
106
Rasa Bersalah
107
Malam Panjang
108
Kejutan Ulang Tahun
109
Tamu Pria
110
Tamu Pengganggu
111
Di Perkampungan Kumuh
112
Di Pasar Tanah Abang
113
Perempuan Tua
114
Rencana Ke Eropa
115
Kilas Masa Lalu
116
Tiga Masterpieces
117
Tatapan Tajam
118
Tak Terduga
119
Lepas Landas

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!