Sepatu Kulit

Pukul tujuh pagi Kimi menatap keluar jendela kamar kontrakannya. Baru satu minggu Kimi dan ibunya tinggal di rumah sederhana itu.

Dari jendela kamar, Kimi dapat melihat halaman samping rumah berumput dihiasi pot-pot bunga sederhana. Halaman  samping itu berbatasan langsung dengan dinding samping rumah tetangganya. Sebuah rumah tiga lantai bercat putih. Megah dan mewah, bergaya Eropa klasik.

Telah beberapa kali Kimi melihat rumah tetangganya itu. Bentuk megahnya memancarkan aura kemewahan yang mencolok dari sekitarnya.

Bagian fasad rumah itu dikuasai pilar-pilar Corinthian yang kokoh, berdiri tegak menopang atap depan. Sementara jendela-jendela besarnya berbingkai putih berhiaskan tirai beludru, memberi kesan elegan. Di atas jendela, terdapat ornamen-ornamen klasik seperti relief bunga dan daun yang indah berjalin.

Di halaman depan, taman luas ditanami bunga-bunga. Aneka tanaman hias pun tertata rapi dalam pot-pot cantik.

Dari halaman depan, jalan setapak berbahan batu pualam mengarah ke pintu utama berukuran besar dan diukir dengan detail ukiran yang rumit. Sementara gerbang logam tempa tampak berdiri kokoh membatasi halaman, memberikan kesan eksklusif pada rumah tersebut.

Dari sisi gerbang itu dinding bersambung ke tembok pembatas halaman samping rumah Kimi. Tampak dari sana sebuah balkon mewah sedikit menggantung tepat di atas sudut belakang halaman samping rumah Kimi.

Hingga saat ini, Kimi dan ibunya, Rosmalia Maharani, masih berusaha mengenal seraya menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Mengamati sekeliling. Mulai berkenalan dengan tetangga baru, terutama rumah-rumah di belakang kontrakan mereka setelah masuk gang.

Namun untuk penghuni rumah mewah di samping rumah mereka. Baik Kimi maupun Rosmalia belum mengenal baik, kecuali hanya sepintas. Itu pun dalam kesempatan yang sangat terbatas.

Sempat beberapa kali Kimi menengadah ke balkon rumah mewah tetangganya itu saat menjemur pakaian. Namun ia tak pernah melihat seorang pun di sana.

Di sana Kimi hanya melihat Kemewahan. Kemewahan balkon itu tampak begitu kontras dengan keadaan rumah kontrakan Kimi yang sederhana.

Rumah kontrakan Kimi hanya sebuah rumah dua kamar dengan ruang tengah dan ruang tamu kecil. Di ruang tengah itu terdapat meja makan empat kursi dan sebuah sofa sederhana untuk menonton televisi. Sementara di ruang tamu terdapat satu set kursi tamu klasik.

Semua perabotan di rumah itu sudah tersedia. Kimi dan ibunya tinggal menempati dan memakai semua perabotan itu. Mereka tinggal menjaga kebersihannya saja.

Sementara di bagian belakang terdapat sebuah dapur dan kamar mandi yang ukurannya jauh lebih kecil lagi. Tapi tidak mengganggu kegiatan harian sama sekali. Malahan membuat mereka lebih mudah untuk menjaga kerapian dan kebersihan di area belakang.

Untuk mengontrak rumah sederhana yang mereka tempati, Rosmalia harus menjual beberapa perhiasan berharga miliknya. Beruntung, karena kebaikan pemilik rumah, mereka mendapatkan harga sewa yang terbilang murah dibandingkan rumah kontrakan sebelumnya.

Hasil penjualan perhiasan itu pun sebagian bisa dipergunakan untuk melunasi tunggakan rumah kontrakan sebelumnya meski hanya satu bulan dan masih tersisa dua bulan lagi.

Di ruangan lain, dalam sapuan sinar matahari pagi menembus jendela, Rosmalia tampak cemas setelah menerima telepon dari pemilik kontrakan sebelumnya. Suara pemilik kontrakan terdengar tegas dan tidak sabar.

“Ibu Maharani, kami memerlukan pelunasan untuk tunggakan dua bulan kontrakan yang belum dibayar. Mohon segera dibayar, kami tunggu minggu ini!”

Rosmalia menghela napas panjang, memikirkan bagaimana cara untuk mencari uang tambahan dengan cepat.

“Iya Bu, insyaAllah, kami sedang berusaha,” katanya.

Setelah kembali dari Inggris delapan belas tahun silam, Rosmalia berharap memulai babak baru yang lebih baik. Namun, realitas yang dihadapi jauh dari yang diimpikan.

Keahlian dan pengalaman internasionalnya sebagai desainer tidak mudah diterima pasar lokal yang lebih fokus pada gaya dan pendekatan kontemporer. Apalagi kini, setelah usianya memasuki kepala empat membuat ia semakin sulit mendapatkan pekerjaan di sektor seni dan desain, terutama di Jakarta, di mana pasar kerja seringkali lebih mengutamakan tenaga muda dengan tren terbaru.

Rosmalia sudah berusaha. Namun setiap upaya untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang dan kondisinya selalu berakhir dengan penolakan. Penolakan yang kemudian menyisakan kekhawatiran dan ketidakpastian mengenai masa depan dirinya dan masa depan putrinya, Kimberly.

Dalam situasi itu akhirnya Rosmalia memilih jadi buruh cuci dan setrika baju. Berkeliling menawarkan jasa ke setiap rumah.

Setelah memperingatkan sekali lagi, si penelepon mengakhiri panggilan. Rosmalia termenung sejenak, kemudian pergi ke dapur.

Sementara itu, Kimi bersiap untuk wawancara kerja di perusahaan ke dua belas. Dengan niqab Yaman dua lapis warna hitam favoritnya, dipadu gamis blazer warna krem beraksen warna hitam, Kimi tampil anggun namun tetap mengesankan nuansa formal.

Saat menatap bayangan dirinya di depan cermin Kimi merasa sedikit gugup. Namun, di tengah segala ketidakpastian, ia berharap wawancara kali ini akan menjadi titik balik yang membawanya pada kesempatan yang telah lama ia impikan.

Ketika Kimi berdiri dan bersiap keluar kamar, tiba-tiba terdengar suara benda jatuh di halaman samping rumah.

Kimi melongok-longok lewat jendela. Ia tak melihat apa pun. Kemudian gadis itu keluar kamar mencari ibunya. Tak ada siapa pun di ruang tengah.

“Mom! Mom!” panggilnya.

“Ada apa? Mommy lagi sibuk!” jawab Rosmalia dari arah dapur. “Tunggu sebentar!”

Dengan langkah cepat Kimi membuka pintu menuju halaman samping rumah. Setelah memeriksa lebih teliti, ia melihat sebuah sepatu pantofel oxford cokelat tergeletak di atas rumput halaman samping sebelah belakang.

Sepatu itu tampak mengkilap namun sedikit kotor di beberapa bagian. Mungkin karena membentur tanah halaman sebelum mendarat di rumput.

Kimi menunduk untuk mengambil sepatu itu. Sesaat kemudian ia menengadah. Kimi merasa bahwa benda itu sepertinya jatuh dari arah atas, dari arah balkon rumah tetangganya.

Kimi memutuskan untuk membersihkan sepatu itu menggunakan tisu kemudian menyimpannya dalam sebuah kantong kresek putih. Kimi menjinjing kantong kresek itu, bermaksud mengembalikan sepatu itu, namun tiba-tiba ponselnya berdering.

Kimi terkejut. Kimi menyimpan kantong keresek itu di bawah lantai dekat beberapa kantong keresek lain di ruang tengah kemudian bergegas menuju kamar untuk mengangkat panggilan telepon. Rupanya dari perusahaan waktu itu.

“Halo Ibu…”

“Ya, Pak,” jawab Kimi.

“Selamat pagi, Ibu… Kimberly. Saya Darmanto dari PT Anugerah Jaya Persada. Saya ingin memberi tahu bahwa setelah mempertimbangkan… semua kandidat, kami… memutuskan untuk melanjutkan wawancara dengan kandidat lain.”

“Oh, iya Pak, saya mengerti,” Kimi menghela napas. “Tapi... apakah bisa diberi tahu alasannya?”

“Tentu. Begini, Bu… mmm… ya, kami menghargai pendidikan dan keahlian multi bahasa Anda, namun cadar Anda… tidak sesuai dengan kebijakan perusahaan kami mengenai penampilan di lingkungan kerja.”

“Baiklah…,” Kimi menarik napas panjang. “Terima kasih atas penjelasannya.”

“Terima kasih juga atas minat Anda dan pengorbanan Anda mengikuti wawancara di kantor kami.”

“Sama-sama Pak!”

“Saya rasa itu saja yang dapat saya sampaikan, mungkin… ada yang ditanyakan lagi sebelum diakhiri?”

“Tidak Pak, sudah cukup jelas.”

“Baik kalau begitu, selamat pagi…”

“Selamat pagi Pak…”

Kimi duduk termenung di tempat tidur lalu memasukan ponselnya ke dalam tas. Setelah itu ia bergegas ke ruang tengah dan duduk di sofa. Tampak ibunya baru kembali dari luar.

“Have you eaten?” (Sudah sarapan?) tanya Rosmalia.

“Yes, Mom,” (Sudah, Bu,) jawab Kimi, termenung.

Rosmalia menangkap keanehan itu.

“What's up, honey? Why the long face?” (Ada apa, sayang? Kenapa termenung?)

“I got… rejected again, Mom!” (Aku… ditolak lagi, Bu!)

“Pasti karena cadar lagi ya?”

Kimi menganguk.

Rosmalia menghembuskan nafas lalu duduk di dekat Kimi.

“Meskipun Mommy sendiri belum siap berhijab, tapi melihatmu teguh dalam pakaian muslimahmu ini, Mommy sangat bangga dan bersyukur. Stay strong, honey. I always love you, and I'm so proud of you!" (Tetaplah kuat, sayang. Aku selalu mencintaimu, dan aku sangat bangga padamu!)

Mendengar ucapan ibunya, mata Kimi berkaca-kaca.

Rosmalia beranjak ke dapur. Masih banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan, namun tiba-tiba terdengar suara teriakan seseorang dari depan rumah.

“Permisi… Paaak, Buuuu, permisiiii…!!”

Kimi beranjak ke ruang tamu. Gadis itu terkejut, seorang pria dalam setelan kemeja berdasi sudah berdiri di halaman rumahnya. Kimi menemui ibunya memberitahu ada tamu. Ibunya yang sedang sibuk mencuci piring berpesan supaya Kimi saja yang menemui si tamu.

Kimi pun beranjak ke ruang tamu dan membuka pintu. Rupanya itu adalah si pria berjambang tipis. Tak seperti sebelumnya, rambut slicked-back-nya pagi ini tampak belum tersisir rapi. Sementara matanya yang tak terhalang kacamata hitam terlihat lebih jelas. Tajam dan bernas.

Dalam setelan kemaja, dasi dan celana katun mahal, penampilan pria muda bertubuh ramping itu tampak sangat elegan. Hanya saja… ia bertelanjang kaki.

Pria itu menatap Kimi dengan sorot mata aneh. Namun kemudian memaksakan senyum sambil menyapa :

“Halooo… selamat pagi!”

“Selamat pagi,” jawab Kimi, bingung.

“Maaf Buuu, sepertinya tadi sepatu saya terjatuh di… sana.” Kata pria itu sambil menunjuk halaman samping.

Kimi langsung teringat.

“Oh iya, sebentar Pak!”

Kimi kembali ke ruang tengah.

“Tidak dipersilahkan masuk dulu?” gumam pria itu, lebih kepada dirinya sendiri, dengan suara hampir tak terdengar dan senyum menguncup.

Di ruang tengah, Kimi mencari-cari kantong kresek yang ia letakkan di lantai. “Mom! Kantong kresek di sini ke mana ya?” tanya Kimi.

Rosmalia muncul dari arah dapur.

“Kantong kresek apa?” tanya Rosmalia, memastikan.

“Tadi di sini ada kantong kresek kan Mom?”

“Oh kantong-kantong sampah, tadi sudah Mommy buang ke gerobak tukang sampah. Kebetulan tadi lewat depan rumah. Memangnya ada apa?”

“Hah, dibuang? Semuanya?” tanya Kimi, mulai panik.

“Ya, semuanya dong, Kimi… Masa sampah mau dibiarin numpuk? Nggak bagus. Nanti banyak kecoak.”

Sekarang Kimi benar-benar panik. “Kresek yang warna putih juga, Mom?” tanya gadis itu dengan mata membelalak.

Rosmalia berkernyit tak mengerti. “Iyaaa, Kimi… Ada apa sih memangnya?”

“Astaghfirullooh!" gumam Kimi, terkejut.

Kimi segera beranjak ke depan menemui si pria dengan tergopoh-gopoh. “Kayaknya sepatu… sepatu Anda... tadi... tak sengaja terbuang ke gerobak sampah,” ujar Kimi, panik.

“Terbuang? Ke gerobak sampah?”

“Iya Pak!”

“Mana, mana gerobak sampah itu?”

Kimi melongok-longok, “Sepertinya sudah pergi Pak.”

“Oh, tidak! Tidak mungkin!”

Episodes
1 Wawancara Kerja
2 Sepatu Kulit
3 Keributan Pagi Hari
4 Sopir Bajaj Dadakan
5 Kecemasan Sang Resepsionis
6 Perekrutan yang Aneh
7 Keributan di Mini Bank
8 Kalimat Ancaman
9 Gosip Dua Desainer
10 Berita dari Kantor
11 Perkelahian Tak Terduga
12 Perkenalan
13 Konglomerat Prancis
14 Kemarahan Kimi
15 Tunangan Egois
16 Nyaris Kecurian
17 Terjebak di TMII
18 Pencarian Makna
19 Firasat Buruk
20 Batin Seorang Ibu
21 Hampir Sampai
22 Jejak yang Terlacak
23 Di Balik Layar
24 Sahabat Dekat
25 Kekeliruan Kecil
26 Menuju Gerbang
27 Secercah Harapan
28 Pertengkaran Sengit
29 Tamu dari Prancis
30 Français, S'il Vous Plaît !
31 Penerjemah Misterius
32 Pengemudi Excavator
33 Puncak Kehilangan
34 Berpisah di Kemang
35 Sebuah Rahasia
36 Belajar Sholat
37 Telepon Penting
38 Tes Bahasa
39 Ketegangan di Butik
40 Dua Kandidat Aneh
41 Nomor Ponsel Anonim
42 Kejutan Mengharukan
43 Berpisah di Restoran
44 Permintaan Kimi
45 Suara Protes
46 Sholat di Ruang Divisi
47 Mengejar Masa Lalu
48 Tur Kantor
49 Seakan Lenyap
50 Rencana Besar
51 Penyebaran Angket
52 Teka-teki
53 Hasil Survey
54 Jalan Buntu
55 Sebuah Pengakuan
56 Hadiah untuk Renata
57 Di Bawah Langit Jakarta
58 Surat Protes
59 Tekad Sang Vlogger
60 Rencana Pembelaan
61 Tim yang Terpecah
62 Menata Tujuan
63 Perasaan Asing
64 Video Mengejutkan
65 Di Luar Dugaan
66 Malam Membara
67 Bukti Tak Terbantahkan
68 Tekad dalam Kepayahan
69 Kekecewaan di Meja Makan
70 Sebuah Tekad
71 Hari Penentuan
72 Terjebak di Perjalanan
73 Adu Argumen
74 Bantuan Tak Terduga
75 Suara Dominasi
76 Keberanian yang Tertahan
77 Sebuah Pilihan
78 Video Bukti
79 Penerimaan
80 Sopir Taksi
81 Gejolak Hati
82 Pilihan yang Tak Mudah
83 Pancake Istimewa
84 Konfrontasi
85 Emosional
86 Di Perjalanan Pulang
87 Tangis Haru
88 Sambutan Tanpa Senyuman
89 Histeris
90 Terjebak Kerumitan
91 Rangkaian Memori
92 Malam Berkabut
93 Merah Merona
94 Amanat Masa Lalu
95 Rencana Rahasia
96 Mata-Mata Dadakan
97 Jejak dan Pilihan
98 Surat Balasan
99 Menemui Rose
100 Nomor Kontak
101 Prasangka
102 Semangat Baru
103 Pilihan-Pilihan
104 Keputusan Besar
105 Tak Akan Mundur
106 Rasa Bersalah
107 Malam Panjang
108 Kejutan Ulang Tahun
109 Tamu Pria
110 Tamu Pengganggu
111 Di Perkampungan Kumuh
112 Di Pasar Tanah Abang
113 Perempuan Tua
114 Rencana Ke Eropa
115 Kilas Masa Lalu
116 Tiga Masterpieces
117 Tatapan Tajam
118 Tak Terduga
119 Lepas Landas
Episodes

Updated 119 Episodes

1
Wawancara Kerja
2
Sepatu Kulit
3
Keributan Pagi Hari
4
Sopir Bajaj Dadakan
5
Kecemasan Sang Resepsionis
6
Perekrutan yang Aneh
7
Keributan di Mini Bank
8
Kalimat Ancaman
9
Gosip Dua Desainer
10
Berita dari Kantor
11
Perkelahian Tak Terduga
12
Perkenalan
13
Konglomerat Prancis
14
Kemarahan Kimi
15
Tunangan Egois
16
Nyaris Kecurian
17
Terjebak di TMII
18
Pencarian Makna
19
Firasat Buruk
20
Batin Seorang Ibu
21
Hampir Sampai
22
Jejak yang Terlacak
23
Di Balik Layar
24
Sahabat Dekat
25
Kekeliruan Kecil
26
Menuju Gerbang
27
Secercah Harapan
28
Pertengkaran Sengit
29
Tamu dari Prancis
30
Français, S'il Vous Plaît !
31
Penerjemah Misterius
32
Pengemudi Excavator
33
Puncak Kehilangan
34
Berpisah di Kemang
35
Sebuah Rahasia
36
Belajar Sholat
37
Telepon Penting
38
Tes Bahasa
39
Ketegangan di Butik
40
Dua Kandidat Aneh
41
Nomor Ponsel Anonim
42
Kejutan Mengharukan
43
Berpisah di Restoran
44
Permintaan Kimi
45
Suara Protes
46
Sholat di Ruang Divisi
47
Mengejar Masa Lalu
48
Tur Kantor
49
Seakan Lenyap
50
Rencana Besar
51
Penyebaran Angket
52
Teka-teki
53
Hasil Survey
54
Jalan Buntu
55
Sebuah Pengakuan
56
Hadiah untuk Renata
57
Di Bawah Langit Jakarta
58
Surat Protes
59
Tekad Sang Vlogger
60
Rencana Pembelaan
61
Tim yang Terpecah
62
Menata Tujuan
63
Perasaan Asing
64
Video Mengejutkan
65
Di Luar Dugaan
66
Malam Membara
67
Bukti Tak Terbantahkan
68
Tekad dalam Kepayahan
69
Kekecewaan di Meja Makan
70
Sebuah Tekad
71
Hari Penentuan
72
Terjebak di Perjalanan
73
Adu Argumen
74
Bantuan Tak Terduga
75
Suara Dominasi
76
Keberanian yang Tertahan
77
Sebuah Pilihan
78
Video Bukti
79
Penerimaan
80
Sopir Taksi
81
Gejolak Hati
82
Pilihan yang Tak Mudah
83
Pancake Istimewa
84
Konfrontasi
85
Emosional
86
Di Perjalanan Pulang
87
Tangis Haru
88
Sambutan Tanpa Senyuman
89
Histeris
90
Terjebak Kerumitan
91
Rangkaian Memori
92
Malam Berkabut
93
Merah Merona
94
Amanat Masa Lalu
95
Rencana Rahasia
96
Mata-Mata Dadakan
97
Jejak dan Pilihan
98
Surat Balasan
99
Menemui Rose
100
Nomor Kontak
101
Prasangka
102
Semangat Baru
103
Pilihan-Pilihan
104
Keputusan Besar
105
Tak Akan Mundur
106
Rasa Bersalah
107
Malam Panjang
108
Kejutan Ulang Tahun
109
Tamu Pria
110
Tamu Pengganggu
111
Di Perkampungan Kumuh
112
Di Pasar Tanah Abang
113
Perempuan Tua
114
Rencana Ke Eropa
115
Kilas Masa Lalu
116
Tiga Masterpieces
117
Tatapan Tajam
118
Tak Terduga
119
Lepas Landas

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!