"MAMA!" Teriak Dara saat melihat kedatangan sang mama yang datang menjemputnya.
Elara tersenyum melihat putrinya, ia meraih tubuh putrinya dalam gendongannya. Walaupun Dara mengidap asma, tapi tubuh gadis kecil itu tumbuh dengan sehat. Bahkan, ia memiliki pipi gembul yang membuat siapapun yang melihatnya merasa gemas.
"Tumben pulang lebih awal," ujar Keiko yang datang menghampiri sahabatnya.
"Ya, hanya menyelesaikan sedikit pekerjaan. Karena besok, aku akan menjadi sekretaris." Perkataan Elara membuat Keiko senang.
"Benarkah?! Wah, selamat!" Pekik Keiko.
Elara meletakkan Dara di sofa, lalu ia mengeluarkan sebungkus roti coklat favorit putrinya yang sebelumnya ia beli. Melihat itu, senyuman Dara mengembang. Ia meraih sebungkus roti itu dan memakannya dengan lahap. Sementara Elara, ia mendudukkan tubuhnya di sebelah putrinya dan menatap Keiko yang duduk di sofa yang ada di hadapannya.
"Masalahnya, hari ini aku bertemu dengan Arion." Ujar Elara yang mana membuat Keiko membulatkan matanya.
"Apa?! Kok bisa?!" Kaget Keiko.
"Ternyata Arion yang menjadi CEO baru perusahaan dimana tempat aku bekerja. Aku kaget, dia juga sama." Terang Elara.
"Terus, kamu langsung ajuin resign gak?!" Tanya Keiko dengan mata membulat sempurna. Berbeda dengan Dara yang menatap polos keduanya secara bergantian.
Elara menggelengkan kepalanya, "Sekarang cari kerja susah, kalau aku keluar gak menjamin aku bakalan dapat pekerjaan yang lebih bagus. Apalagi, Dara butuh pengobatan terbaik. Yang aku utamakan sekarang adalah Dara, kalau aku tidak bekerja kasihan Dara." Jelas Elara mengenai kegalauan hatinya.
Keiko menganggukkan kepalanya, "Benar juga, tapi kalau semisal Arion tahu tentang Dara bagaimana?" Pertanyaan Keiko membuat Elara terdiam.
Keiko menghela nafas pelan ia beralih menatap Dara yang sedang membersihkan tangannya dengan tisu. Lalu, gadis kecil itu beranjak berdiri dan berlari ke kamar mandi untuk mencuci tangannya. Selepas kepergian Dara, Keiko kembali menatap Elara yang memandang jendela ruangannya dengan tatapan kosong.
"Yang pasti, kalau Arion tahu ... dia tidak akan melepaskan Dara. Aku tidak bisa melepaskan Dara, dia yang membuatku kembali berjuang sembuh dari depresi ku. Aku tidak mau mengulang kesalahan untuk yang kedua kalinya Kei, cukup putraku yang membenciku. Aku tidak sanggup lagi kalau Dara juga ikut membenciku." Lirih Elara seraya menatap Keiko dengan mata berkaca-kaca.
Keiko beranjak berdiri, ia beralih duduk di sisi Elara dan menarik sahabatnya itu dalam pelukannya. Ia lalu mengelus bahu bergetar Elara, sahabatnya hanya butuh pelukan dan dukungan orang terdekatnya. Keiko tahu, keputusan Elara pergi adalah salah. Tapi saat itu, kondisi mental Elara sedang tidak baik-baik saja.
"Ervan pantas membenciku hiks ... aku seolah menganggapnya tidak ada, aku selalu menjauhinya dan mendiamkannya. Bahkan, aku meninggalkannya hiks ... tapi tanpa dia tahu, aku sering memperhatikan dia bermain. Aku selalu memperhatikannya saat dia tertidur, aku selalu memperhatikan apa yang dia makan. Tapi aku tidak berani mendekat, aku takut ... aku takut dia terkena sial ibunya ini hiks ...."
"El! Jangan berkata seperti itu lagi! Meninggalnya keluargamu, sakitnya mereka, itu bukan karena mu. Dara sakit juga bukan karena mu, tapi karena daya tahan tubuhnya yang tidak sekuat anak lain." Seru Keiko seraya menjauhkan tubuh Elara dari pelukannya.
"Berhenti menyalahkan dirimu sendiri, oke. Dara butuh ibu yang kuat, bukan yang lemah. Jangan lagi berpikiran jika semua yang terjadi pada orang-orang di sekelilingmu di sebabkan olehmu. Kamu lihat aku? AKu sudah bersamamu bertahun-tahun, tapi aku baik-baik saja kan? Semuanya tidak seperti apa yang kamu pikirkan hum." Ujar kembali Keiko.
"Mama kenapa nangis hiks ... Mama kok nangis hiks ... mama jangan nangis huaaa!" Keduanya di kejutkan dengan kehadiran Dara yang tiba-tiba, anak itu berdiri seraya memegang segelas air. Niatnya ia ingin memberikan gelas air itu pada Elara. Tapi, ia justru melihat Elara yang menangis.
"Mama gak papa sayang, kok nangis hm?" Elara menghampiri putrinya, ia mengambil gelas air itu dan meletakkan nya di atas meja. Lalu, ia meraih tubuh Dara dan menggendongnya dengan penuh kelembutan.
Dara tak pernah bisa melihat Elara yang menangis, gadis kecil itu selalu menangis bila melihat mamanya menangis. Maka dari itu, Elara tak berani menangis di hadapan Dara. Hati putrinya begitu lembut, melihatnya yang menangis saja anak itu tak tega.
"Mama gak papa, sudah jangan nangis lagi hum. Sudah habis rotinya? Di mobil masih ada, nanti lanjut makannya di mobil yah." Ujar Elara seraya mengelus lembut punggung putrinya.
Dara tersenyum, ia mengalungkan tangannya pada leher Elara dan menyandarkan kepalanya pada d4da wanita itu. Melihat interaksi keduanya, Keiko tersenyum di buatnya.
"El, kamu bisa dekat dengan Ervan seperti kedekatanmu dengan Dara. Tapi saat itu tak ada yang membawamu untuk sembuh dari segala ketakutan mu. Apa kamu masih bisa bersatu dengan Arion, El?" Batin Keiko.
.
.
.
Arion tengah di buat pusing dengan putranya yang berkelahi di sekolah. Ia sampai di panggil oleh guru karena masalah putranya itu. Apalagi, saat ini Arion melihat pipi putranya merah karena terkena pukulan temannya.
"Sudah merasa jadi jagoan gitu yah? Bukannya sekolah yang serius malah bertengkar " Tegur Arion.
"Arion, sudah. Kasihan Ervan jika kamu terus memarahinya. Siapa tahu, temannya yang lebih dulu mulai kan?" Ujar Dahlia yang kini tengah mengobati luka yang ada di pipi Ervan.
"Apa aku tidak boleh memukulnya? Dia meledekku lebih dulu dengan mengatakan keluargaku seperti tim sar! Ck, sudah Tante!" Ervan menepis tangan Dahlia, lalu anak itu merebahkan tubuhnya dan menarik selimut hingga sebatas leher.
Mendengar perkataan putranya, Arion terdiam. Ia seolah tak bisa berkata-kata saat ini. Melihat keterdiaman Arion, Dahlia beranjak berdiri dan mendekati pria itu. "Aku tahu bagaimana perasaan Ervan, karena orang tuaku juga bercerai. Ervan hanya butuh kasih sayang, jangan keras kan dia. Satu-satunya orang tua yang ia miliki sekarang adalah kamu."
Arion tak menanggapi perkataan Dahlia, ia beranjak pergi dari kamar putranya. Meninggalkan Dahlia yang menatap sendu kepergian pria itu. "Sampai kapan kamu seperti ini Ar? Kamu pria baik, bahkan mantan istrimu tidak berhak mendapatkan pria sebaik kamu. Dia sudah membuang mu, seharusnya kamu mengerti bukan kamu yang dia inginkan." Batin Dahlia.
Arion masuk ke dalam kamarnya, lalu ia menguncinya. Tatapan matanya beralih menatap ke arah foto pernikahan nya dengan Elara yang masih terpajang apik di kamarnya. Lima tahun kepergian wanita itu, tak membuat Arion melepas foto pernikahannya. Benci dan cinta, menyatu dalam hatinya.
"Siapa pria itu Elara? Siapa pria yang membuatmu pergi meninggalkanku dengan Ervan?! Bahkan, kamu tak menanyakan keadaan Ervan ataupun sekedar mengunjunginya sebentar. Saat ia sakit dan bergumam memanggilmu, kamu tidak ada disisinya. Saat itu, pasti kamu sedang tertawa bahagia bersama selingkuhanmu itu kan? Menyambut buah hati kalian dan melupakan Ervan!" Gumam Arion dengan menatap tajam ke arah foto Elara.
"Aku tidak akan pernah membiarkanmu bahagia bersama selingkuhanmu itu Elara, tidak akan pernah! Kamu ingin kita berpisah kan? Tidak akan pernah aku kabulkan!" Desis Arion dengan kedua tangannya yang terkepal kuat.
.
.
.
Pagi hari, Arion tiba di perusahaan barunya. Ia langsung menduduki kursi kebesarannya dan menyandarkan tubuhnya sejenak. Pikirannya terasa lelah, sejak semalam ia sulit untuk tidur. Hanya dapat tidur tiga jam saja, karena banyak sekali hal yang harus ia pikirkan. Tak lama, pintu ruangan di ketuk. Arion pikir, itu adalah Henri.
"Masuk!" Seru nya seraya memejamkan matanya sejenak.
Cklek!
Bukan Henri yang masuk, mainkan Elara. Dengan langkah ragu, ia mendekati Arion yang belum membuka matanya. Keningnya terlihat mengerut, seolah tengah memikirkan sesuatu. Elara menghentikan langkahnya setibanya ia di sisi kiri meja pria itu.
"Maaf Tuan, saya kesini ingin memberikan jadwal anda hari ini." Ujar Elara yang mana membuat Arion reflek membuka matanya.
"Kamu?! Siapa yang mengizinkan mu masuk hah?!" Pekik Arion dengan wajah kagetnya.
Elara mengerjapkan matanya, "Tadi Tuan sendiri yang suruh saya masuk. Tapi kalau membuat Tuan marah, maafkan saya. Kalau begitu, saya permisi." Saat Elara akan pergi, Arion menarik tangannya. Hal itu, membuat Elara berhenti sejenak dan menatap kaget ke arah tangannya yang di pegang oleh Arion.
"Maaf." Arion melepas tangannya dengan gugup, tadi dia reflek menarik tangan Elara.
"Kepala saya sakit, tolong pijat sebentar." Titah Arion dengan tatapannya yang kembali dingin.
"Tapi ...,"
"Mau di pecat?!" Desis Arion dengan tatapan sinis.
Elara menghela nafas pelan, Terpaksa ia memijat kepala Arion. Saat tangan wanita itu menyentuh kepalanya, ia langsung memejamkan matanya dan menikmati elusan tangan wanita cantik itu. Elara menggerutu dalam hatinya, bisa-bisanya pria itu berani mengancamnya. Jika pekerjaan ini tak penting bagi Elara, ia memilih pergi dari perusahaan ini.
"Kemarin Ervan sempat bertengkar dengan teman kelasnya. Apa kamu tahu karena apa?" Arion membuka matanya, ia menatap dalam wajah Elara yang berada di atasnya. Kini, keduanya saling berhadapan dengan tatapan yang sulit di artikan
"Karena kepergianmu, Ervan di katakan sebagai anak broken home. Ia tidak terima dan justru melukai temannya. Disini, siapa yang harus di salahkan? Aku, atau kamu yang salah?
Deghh!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Alistalita
Bagus Arion terus dekati Elara, kompor dia tentang kelakuan Ervan disekolah.
Bilang kalau Ervan tumbuh jadi laki2 berontak, Itung2 buat paska penyembuhan mentalnya Elara.
Sebetulnya Elara belum betul2 sembuh masih ada ketakutan yang melanda dia,
Arion mungkin sekarang kamu belum tahu kalau Elara sakit, tapi seiring berjalannya waktu kamu akan mengerti posisi Elaran.
Dahlia so soan mengerti, Lihat Ervan masih diasuh olehmu tetap aja brontak kan. karena yang dia mau ibu kandungnya bukan kamu yang so peduli.
Arion aku dukung kamu jerat Elara, karena nyatanya cintamu lebih kuat dibanding dengan rasa bencimu. kamu hanya sedang kecewa dan terluka, Tapi aku yakin hatimu sangan memcintai dan merindukan Elara.. Semangat Elara kamu ibu yang hebat dan kuat.
2024-09-12
108
Vera Wilda
Semoga aja ervan tidak mau bertemu ibu nya , ibu yg tidak menyanyanginya ,
Kok saya masih kurang suka aja ya sm elara mau dia depresi kek masak iya sm anaknya sendiri dia acuh , alasan aja 🤔🤔
2024-12-21
0
Cicih Sophiana
disini Elara yg salah dia egois... gak memikirkan klo dia punya anak yg sedang tumbuh membutuh kan kasih sayang seorang ibu...
2024-11-10
0