My Mr.Mafia
Birmingham Village — Inggris.
Keadaan malam yang mencengkram di sebuah desa yang berada di sudut kota Birmingham Inggris. Sebuah desa terpencil yang memiliki tanah subur nan luas dengan pemandangan perkebunan yang cukup indah, namun tak seindah sebelumnya ketika sekelompok pria berjas datang dengan gagahnya bersama satu bos mereka.
“The man came again, what's this? (Pria itu datang lagi, bagaimana ini)?” panik seorang nenek tua kepada sang suami.
Dua lansia itu kebingungan dan hanya bisa berdiam diri di dalam rumah minimalisnya. Terlihat wajah kebingungan dan lugu dari seorang kakek tua. Bruakk! Pintu didobrak dengan paksa hingga sontak membuat kedua lansia tadi ketakutan dan gemetar ketika melihat sosok pria bertubuh gagah, besar dan tinggi dengan mantel jas panjangnya, kemeja lengkap dengan sarung tangan hitam.
Safir mata grey yang mengkilat tajam nan dingin. “Time to take a life insurance, old man. (Saatnya mengambil jaminan nyawa, pria tua).” Ucap suara dingin dengan batang rokok di sudut bibirnya.
Sambil gemetar kakek itu menyatukan kedua tangannya. “Ak-aku mohon, berikan kami waktu 1 bulan lagi.” Pintanya dengan memelas sembari menangis karena takut. Sementara istrinya yang ada di belakang pun juga mulai menangis ketakutan.
Pria itu menarik rokoknya dari bibirnya, membuangnya dan memijaknya hingga padam. “Apa satu tahun belum cukup untukmu?” suaranya benar-benar membuat siapapun merinding.
“Tapi... cuaca tidak cukup mendukung dan tanaman ku banyak yang mati Tuan, dan pengeluaran kami bahkan berkurang.” Jelas kakek tadi yang masih memohon pengampunan.
“Hey! Kau bertani di lahan kami, jika tidak bisa membayar maka seharusnya jangan bernego dan memohon waktu itu sialan.” Kasar seorang pria yang juga sama rapinya dengan sosok bos di sebelahnya.
Tak bisa berkata-kata lagi selain tangisan. “Cucuku akan datang, dia bilang akan mencicilnya.” Dengan suara serak karena air mata. Kakek tadi benar-benar memohon.
Cukup lama pria bermata grey itu memandanginya dengan datar, lalu mulai melangkah maju dengan perlahan. Tentu saja kakek malang tadi mendongak saat tinggi tubuhnya kalah jauh dengan pria gagah itu.
“I don't like waiting (aku tidak suka menunggu).” Ucap pria itu dengan kedua tangannya berada di belakang tubuhnya.
Saat ia berbalik dan hendak berjalan menuju pintu. “Habisi mereka.” Pinta nya kepada anak buahnya yang memakai mantel jas panjang.
Pria itu masih membelakangi kakek dan nenek tadi yang berteriak memohon ampun saat mereka mulai dieksekusi. Darr! Darr! Dua tembakan sudah cukup untuk menghabisi pria dan wanita tua seperti mereka.
Tepat di masing-masing kepala, kakek dan nenek tadi tergeletak tak bernyawa, dengan darah mengalir dari kepalanya, mengotori lantai rumah.
“Berikan catatan kecil untuk cucunya yang akan datang. Salam dari Damiano Shaw D'Allesandro.” Pinta pria itu sebelum akhirnya melangkah pergi. Sementara tangan kanannya yang merupakan saudara tirinya itu, mengangguk faham.
Damiano Shaw D'Allesandro (34th).
...***...
Tepat di malam yang sama. Sepasang kaki berjalan menyusuri jalanan sepi dengan pemandangan lahan luas di pinggiran.
Seorang wanita cantik yang baru saja tiba dari Indonesia ke Birmingham hanya untuk berkunjung ke kakek neneknya sesuai permintaan terkahir sang ayah yang baru saja meninggal.
Tok! Tok! Tok! Ketukan ringan tentu saja terdengar saat wanita itu mengayunkan kepalan tangannya ke pintu. “Grandpa!” panggilnya yang masih tak ada jawaban.
Wanita itu mengernyit heran, pasalnya ini sudah sangat larut dan untuk apa orang tua seperti kakek neneknya pergi di malam hari?
Tok! Tok! Tok! “Grandma!!” panggilnya lagi, berulang kali hingga saat ia membuka sendiri pintunya. Tidak dikunci?
Eva Qistina (27th), wanita itu tanpa ragu melangkah masuk, tas kecil yang ia tenteng mulai terjatuh di lantai tatkala ia melihat kakek dan neneknya terkapar di lantai dengan bersimbah darah. “Kakek.... Ne—” tak bisa berkata-kata dan hanya mengusap wajahnya yang tegang, Eva menoleh ke kanan dan kiri dengan kebingungan hingga berlutut memegang dan mencoba membangunkan kakek neneknya yang sudah tak bernyawa.
Keringat memenuhi wajah Eva sehingga berulang kali wanita itu mengusap hidungnya, serta rambut panjangnya yang lurus belah tengah. “Polisi? Ya...” Dengan segera dia bangkit dan menuju meja kecil yang terdapat telepon rumah di sana. Namun wanita itu refleks melihat secarik kertas dengan cap darah di sana.
Eva segera membukanya tanpa takut, sebuah nama yang tertulis sangat jelas di sana. <
Sebuah tulisan singkat namun membuat Eva mudah menebaknya bahwa pelakunya adalah pemilik nama yang tercantum di secarik kertas itu. Eva meremasnya, lalu menoleh ke kakek dan neneknya dengan sedih.
Selang beberapa jam menunggu kedatangan para polisi di sana, Eva cukup senang melihat para polisi datang dengan lebih cepat saat mengetahui ada pembunuhan di sana.
“Aku menemukan ini, dan aku yakin dia pelakunya. Aku mohon tangkap dia, please!" ujar Eva benar-benar membutuhkan pertolongan dari pihak polisi.
“Tenang nyonya, biarkan kami melihatnya.” Ujar sang polisi yang menerima secarik kertas tersebut dan membacanya langsung.
Seketika ekspresi wajahnya berubah saat melihat nama yang tercantum di sana. Sebuah nama yang tak asing sehingga Eva sendiri yang memperhatikan sang polisi tadi pun ikut mengernyit heran. “Tunggu sebentar Nyonya.” Ucap sang polisi yang berjalan menghampiri temannya yang lain dan menunjukkan nama tersebut.
Dari jarak lumayan jauh, Eva masih memperhatikan mereka dan berharap agar para polisi tadi membantunya. Wanita itu menoleh ke kakek neneknya sambil meneteskan air matanya.
Saat polisi tadi menghampirinya bersama tiga temannya, seketika Eva memperhatikan mereka.
“Aku rasa dia bukan pelakunya. Dan jika dia pelakunya.... Kami tidak bisa menangkapnya. Sorry!” jelas sang polisi membuat Eva terkejut.
“But Why?” kesal Eva.
“Kami tidak ingin berurusan dengannya. Kau jangan khawatir, Kakek dan nenek mu akan kami bawa ke rumah sakit untuk dikubur dengan layak.” Jelas polisi lainnya yang benar-benar membuat Eva geram dan ingin memarahi mereka.
“Apa tugasmu hah?” tantang Eva dengan berani sehingga para polisi tadi saling memandang.
“Kami bertugas sesuai pekerjaan kami Mrs.” Balas polisi tadi mengucapkan dengan tegas.
Eva yang masih tak terima akan keadilan di sana, tentu saja marah. Wanita itu mengangguk kecil, “Fuck your job!” ucap Eva benar-benar berani mengatakan kata kasar kepada seorang polisi.
Hendak melawan balik, namun temannya yang lain mencegah untuk tetap berhati-hati karena mereka polisi.
“Kami akan membawa mereka.” Balas polisi tadi tanpa memperdulikan Eva yang kalut dalam emosi hingga mencoba menghentikan para polisi tadi untuk tidak membawa kakek dan neneknya. Namun tak digubris hingga kepergian para polisi tadi yang membawa jasad kakek dan neneknya membuat Eva berteriak keras seraya mencaci para polisi tadi sambil menangis.
“Apa kita akan menangkapnya?” tanya salah satu polisi ke polisi lainnya.
“Lebih baik membiarkan wanita itu berteriak histeris daripada melihat keluarga ku dibunuh oleh Allesandro.” Jawab polisi yang mendapat pertanyaan tadi.
“Kau benar.”
...°°°...
Hai guyss!!!!! Aku kembali lagi dengan cerita baru yang dijamin seruuuuu. Tak banyak teka-teki namun cukup menegangkan karena kalian benar-benar akan melihat seorang mafia bekerja dalam bisnisnya!!
Kisah cinta yang menarik dan sangat sayang untuk dilewatkan.
Dan banyak adegan dag-dig-dug hatiku.... So silahkan baca dan hayati sendiri.
Jangan lupa dukungan kalian untuk para author!!!!! Tinggalkan jejak semangatnya!!!
VOTE ☑️
LIKE ☑️
COMENT ☑️
FAVORIT ☑️
RATE 🌟 5 ☑️
Penambah semangat 😁 Karena sudah malam, jadi saya hanya up 1 eps saja, jangan marahhhhhh 😁😁 (。•̀ᴗ-)✧
Thanks and See Ya ^•^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Agnesya
Smoga cerita kali ini juga lbh seri dr cerita sebelumny thor saya masih pengen nangis lagi 🤭
2024-10-21
1
Agnesya
Thor moga aja visual cewekny yg dari indo itu bener2 orang indo asli bukan wajah bule lagi thor
2024-10-21
1
Tyaz Wahyu
mngkin dia Alessandro palsu
2024-09-22
1