Gadis Buta Milik Sang Tuan Muda
Seorang seorang gadis cantik terlihat membawa beberapa keranjang bunga di tangannya. Senyum lembut bagai lembayung senja tak pernah pudar dari bibirnya.
"Walau mataku buta, namun hatiku selalu bersinar" itulah kata-kata andalan dari seorang gadis bernama Alana Maheswari yang mengalami kebutaan sejak lahir. Dirinya tinggal bersama kakek dan neneknya di pinggiran hutan.
"Alana cucuku, apakah sore ini kau akan mengantarkan bunga?" tanya sang kakek yang bernama kakek Issac.
"Iya kek, bunga kita sudah siap panen jika siang ini aku tak menjualnya kepada tuan Luke maka bunga itu takkan laku Keesokan paginya" jawab Alana.
Kakek Issac tidak terlalu mencemaskan kepergian sang cucu ke tempat penjualan bunga karena Alana sudah tahu jalan pulang.
Di hutan yang sama segerombolan orang sedang memburu target mereka. Pria yang diburu itu terus berlari menembus belantara karena dirinya merasa terdesak.
"Kali ini dia tidak boleh lepas. Kita tangkap hidup atau mati" ucap salah satu pria yang membawa senjata api di tangannya.
"Robin Defalco, menyerahlah kami tahu kau ada di sekitar sini" teriak pria lainnya.
Tidak menyerah segerombolan pria itu melepaskan beberapa tembakan hingga terdengar suara orang kesakitan di balik pohon.
"Mungkin itu dia" ucap pria itu.
Semuanya langsung menyisir asal suara itu namun sialnya tak ada siapa-siapa hanya ada percikan darah yang kemungkinan berasal dari orang yang terkena tembakan tadi.
"Sial dia berhasil melarikan diri lagi" kesal pria itu.
Mereka semuanya kembali mencari buruannya.....
Alana berjalan menyusuri hutan ditemani anjing Husky kesayangannya untuk menjual bunga pada pengepul di ujung kota. Sesampainya di sana Alana segera menemui Tuan Luke.
"Bunganya layu" ucap pria tua itu.
"Aku memanennya tadi pagi" balas Alana.
Tuan Luke pun memberikan uang padanya sebagai pembayaran untuk semua bunga yang Alana jual.
"Uangnya kurang Rp50.000!" ucap Alana.
"Jangan curang kau Tuan! Mataku buta tapi hatiku melihat bahkan aku bisa merasakan Kau baru saja mengencani pelacur. Bagaimana jika istrimu tahu?" sambung Alana lagi.
Mendengar itu Tuan luka menjadi panik.
"Huh dasar kau" kesal Tuan Luke sembari memberikan uang sisanya pada Alana.
Dor!!
Dor!!
Dor!!
Suara tembakan terdengar dari arah hutan.
"Sebaiknya kau jangan dulu pulang Alana, dari tadi suara tembakan dari dalam hutan tak berhenti" ucap Tuan Luke.
"Tak apa, mungkin itu tembakan dari para pemburu rusa" balas Alana.
"Terserah kau saja" ucap Tuan Luke acuh.
Alana dan anjingnya berjalan kembali lagi masuk ke dalam hutan menuju rumahnya. Suara tembakan terdengar saling bersahutan.
"Hugo, aku merasakan kamu seperti sedang ketakutan" ucap Alana pada anjingnya.
Hugo tak henti-hentinya melolong menandakan ada sesuatu yang tidak beres. Alana juga merasakan banyaknya langkah kaki yang berjalan mendekati ke arah dirinya.
Hugo dengan sigap penarik gaun Alana ke arah sebuah batu besar, Anjing itu rupanya mengajak anak bersembunyi.
"Damn! Sudah mencari dia sampai sejauh ini tapi si Bandit itu tidak kunjung kita temukan" kesal seorang pria yang memegang senjata api di tangannya.
Mendengar hal itu Alana menjadi ketakutan. Ia sangat takut jika ia ketahuan bersembunyi oleh segerombolan pria itu. Karena kesal mereka pun akhirnya memutuskan untuk pulang meninggalkan hutan dan memutuskan untuk menghentikan sementara pencariannya terhadap pria buruannya.
Alana bisa mendengar umpatan demi umpatan yang diucapkan oleh para pria itu.
Hugo kembali lagi menarik gaun Alana agar segera keluar dari persembunyian.
"Hugo siapa kira-kira mereka?" tanya Alana heran.
Mereka kembali lagi berjalan namun ketika Alana mendekati sebuah sungai kecil tongkat kayunya tiba-tiba mengenai sesuatu.
Alana menganggap itu hanyalah sebatang pohon yang tumbang menghalangi jalan, ia mendengar kalau Hugo tak henti-hentinya mengendus.
"Arghhhhh!!!" terdengar suara erangan kesakitan.
Hugo kembali lagi menarik gaun Alana. Alana pun berjongkok dan menyentuh apa yang ada di depannya. Alana terkejut ketika ia menyentuh sebuah wajah dengan rahang yang tegas, hidung tinggi, bibir penuh merekah dan ada sedikit bulu-bulu halus diwajahnya.
"Apa kamu manusia?" tanya Alana.
"Tolong aku" jawabnya dengan suara parau.
Akhirnya Alana membantu pria itu walau harus berjalan dengan tertatih-tatih.
"Ya ampun Tuan, kamu berat sekali" keluh Alana.
Jalannya pun sampai terseok-seok karena ia membawa beban tubuh pria itu yang menurutnya sangat berat.
Tidak ada kata apapun sahutan dari pria itu, Alana hanya mendengar deru nafas lemah darinya.
Sesudah lama berjuang untuk membawa pria itu akhirnya Alana sampai di rumahnya. Di sana sudah ada nenek Maya dan kakek Issac menunggu dirinya.
Melihat Alana membawa seseorang, kedua orang tua itu langsung menghampiri sang cucu.
"Kamu membawa siapa?" tanya nenek Maya.
"Aku menemukan dia di dekat sungai" jawab Alana.
Kakek Issac kemudian memeriksa tubuh pria itu dan ia dikejutkan dengan adanya luka bekas seperti tembakan di pundak sebelah kanan. Kakek Issac juga melihat darah pria itu yang banyak keluar dan sebagian telah terlihat kering.
Kakek Issac pun membantu Alana memapah pria itu masuk ke dalam rumah.
Sementara nenek Maya mencari obat-obatan dari dedaunan yang tumbuh di sekitar rumah.
Pria itu langsung dibaringkan di sebuah dipan kayu yang sudah usang. Dari mulutnya tak ada ucapan apapun namun kakek Issac tahu bahwa pria itu sadar.
Nenek Maya di luar menumbuk dedaunan untuk mengobati luka pria itu. Sementara kakek Issac membuka pakaian pria itu sampai bertelanjang dada.
Nenek Maya dengan telaten membalurkan obat pada Lukanya.
"Sakit" ringkiknya.
"Nenek yakin kau bisa menahannya. Ini memang sakit, namun lukanya akan cepat kering" ucap nenek Maya.
"Nek sepertinya dia tidak akan sembuh jika pelurunya tidak di keluarkan" ucap Kakek Issac.
"Kakek benar, tapi apakah dia akan tahan terhadap sakitnya?" nenek Maya tak yakin jika pria dihadapannya akan kuat jika peluru itu di keluarkan.
"Kita coba saja" balas kakek Issac.
Pria itu itu mengambil sesuatu dari tas usang miliknya berupa pisau kecil dan rotan kering.
"Siapkan tembikar kecil dan bakar rotan ini dengan arang" perintah Kakek Issac.
Nenek maya segera melakukan apa yang di perintah sang suami.
Tembikar yang sudah di isi arang langsung di sulut oleh api dan batang rotan kering yang di letakan di bawah pundak pria yabg terluka itu.
"Tahan ya anak muda, ini memang akan sakit namun peluru yang ada di pundakmu harus di keluarkan. Aku percaya kau bisa melaluinya" ucap kakek Issac.
Pria itu hanya diam, ia mulai merasakan hawa panas dari pembakaran arang dan batang rotan itu.
Kakek Issac pelan-pelan mengarahkan pisau kecil itu untuk mengorek luka mencari peluru yang bersarang.
Pria itu sangat kesakitan mana kala ujung pisau mengorek lukanya.
"Arghhhhhh sakit" geramnya.
Di tambah hawa panas dari tembikar di bawahnya. Rasanya ia ingin meninggal saja.
"Dapat" ucap kakek Issac sembari mengeluarkan peluru sebesar jari kelingking itu.
Darah kembali menetes dari luka itu, Nenek Maya segera membalurkan parutan kunyit dan jahe pada luka pria itu lalu membungkusnya dengan kain.
"Kau harus istirahat" ucap kakek Issac.
"Terimakasih" hanya itu yang terucap dari mulut pria itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments