"Mbak Niken, Bu guru dimana?"
"Ehm, begini ya anak-anak, Kak Leona sedang ada keperluan, jadi untuk beberapa hari ini mbak Niken yang akan mengajar kalian."
"Ah, ga mau, ah," ucap Reza, salah satu anak didik Leona.
"Iya, kita maunya bu guru Leona," kata Putri dengan wajah cemberut. Niken mengusap keningnya yang berkeringat. Dia sebenarnya juga tidak ingin berada di posisi seperti ini, tapi mau bagaimana lagi. Keadaan memaksanya. Apalagi ponsel Leona sampai sekarang juga susah dihubungi.
Suara protes anak-anak membuat Niken semakin pusing dan panik. Bahkan beberapa anak-anak memutuskan untuk pulang ke rumah, begitu juga 4 remaja yang berniat belajar di luar ruangan itu. Antusias mereka berkurang banyak, saat mendengar kabar Leona tidak bisa mengajar.
Niken hanya bisa pasrah ketika di ruangan itu hanya tertinggal tiga bocah. "Della, Rudi, Nana, kalian tidak ikut mereka pulang?"
"Kata ibu sekolah itu mahal, jadi aku ga boleh lewati kesempatan belajar. Meski bu guru Leona ga ada, kan ada mbak Niken yang ajari."
"Aduh, Nana, kamu hebat banget, sih, Nak."
Niken akhirnya kembali bersemangat. Dia masih memiliki tiga orang murid yang tidak boleh diabaikan.
"Lihat kan, Bu. Mau jadi apa anak-anak itu nanti, gurunya aja ga bener. Sering banget ngilang pergi pagi, pulangnya baru keesokan hari. Duh, kalau saya punya anak, mah, takut disekolahin ke Leona."
"Bu Basuki masih dendam sama mbak Leona, ya? Lagian heran banget, Bu Basuki ini, keasyikan nyariin kesalahan orang, kesalahan diri sendiri dilupakan," ucap Bu Hani.
"Bu Basuki harusnya ikut senang, anak-anak di kampung ini bisa sekolah, mengenyam pendidikan."
"Alah, Bu Komaria ini dibayar berapa, sih, Bu? Setiap hari belain wanita ganjen itu?"
Bu Komaria menggelengkan kepalanya dan meninggalkan bu Basuki. Bu Hani mengikuti bu Komaria pergi. Tinggallah bu Basuki yang masih terus mengomel di depan rumah yang disewa Leona.
Saat ini di kediaman lama keluarga Subroto, dimana Napoleon dan Alexiuz tinggal, terjadi ketegangan. Abizar si pelaku utama, saat ini sedang menghadapi tatapan dari empat pria yang menjadi pelindung Leona, siapa lagi jika bukan Sabara Subroto, Leonard, Napoleon dan Alexiuz.
"Jadi, apa sekarang kamu sudah bisa menjelaskan pada kami, apa yang terjadi antara kamu dan Leona?" tanya Sabara Subroto dengan aura penuh permusuhan. Bagaimana bisa putri kesayangannya yang selama ini tersembunyi, justru menjadi incaran musang berbulu babi.
Abizar melirik Leonard, dia mengusap tengkuknya gelisah. Sebenarnya dia sudah sering berhadapan langsung dengan para pejabat atau bahkan petinggi negara, tapi entah mengapa, menghadapi ayah Leona ini dia sudah merasa seperti akan dieksekusi mati.
"Ehm, begini, Om, saya akui kesalahan saya membawa Leona ke kota ini tanpa ijin dari Om, tapi saya sebenarnya tulus dan serius ingin menjalin hubungan serius dengan Leona?"
"Apakah putriku setuju?"
"Saya belum bilang, Om."
"NAH!! Ini namanya penculikan." Suara Sabara yang tiba-tiba meninggi membuat ketiga putranya terkejut begitu juga dengan Abizar.
"Lalu kamu maksa anak saya buat begituan, supaya kamu bisa dengan mudahnya memilikinya? Betapa kotornya otak kamu, Bizar. Om ga nyangka kamu akan tumbuh menjadi pria seperti ini."
Abizar menghela napas. Dia pikir pemikiran calon ayah mertuanya terlalu berlebihan. "Maaf, Om, tapi .... "
"Ga ada tapi tapian. Saya sudah bisa nebak sejak dulu. Kamu sahabat anak saya, saya tahu meski muka kamu dulu culun, tapi otak kamu itu mesum. Saya sudah bisa lihat."
Leonard menatap sahabatnya dengan iba. Dia sudah tahu cerita yang sebenarnya. Menurutnya, Abizar memang bersalah, hanya saja ucapan ayahnya sungguh sangat keterlaluan, apalagi sampai mengungkit masa lalu Abizar.
"Pi, kasih kesempatan buat Abizar menjelaskan masalah ini. Kita di sini untuk mengetahui seluk beluk masalah yang terjadi pada Leona. Bukan untuk menghakimi Abizar."
"Jelas-jelas dia itu salah! Dia itu penculik adik kamu."
"Untuk masalah itu saya benar-benar minta maaf, Om, tapi untuk kejadian itu sebenarnya tidak seperti apa yang om pikirkan. Saya hanya tidak sengaja melihat Leona tanpa busana, tapi saya berjanji akan bertanggungjawab."
"Bah! Bagaimana caranya? Kamu mau nunjukin punya kamu balik ke Leona?" tanya Sabara.
Alexiuz yang sedang serius mendengarkan ucapan papinya tiba-tiba tertawa.
"Papi ada-ada aja."
Leonard dan Napoleon melotot ke arah Alexiuz. Pria itu pun berdehem untuk memecah kecanggungan yang tercipta karena ulahnya.
"Maaf, maaf. Silahkan lanjut." Alexiuz langsung berdiri dan meninggalkan ruangan.
"Maksud saya, saya akan menikahi Leona, Om," kata Abizar.
"Lah, itu mah untung dikamu rugi di Leona," jawab Sabara tanpa pikir panjang, Napoleon mengangguk membenarkan ucapan papinya.
"Betul, tuh, Pi. Enak di dia," ujar Napoleon.
Meski terdengar serius, tapi Leonard merasa pembicaraan ini terbilang sangat absurd. Dia tidak tahu harus membela siapa. Yang jelas saat ini dia ingin menemui Leona dan bicara dengan adik kesayangannya itu.
Sementara di kamar Leona, mama Wulan masih terus memarahi Leona tanpa henti. Dia terus mengomel, tapi dengan raut wajah khawatir.
"Ma, tapi kan Leona ...."
"Mama ga mau denger apapun itu, Leon. Mulai besok kamu ga boleh kembali ke kampung itu dan mama yang akan mengurus biaya pendidikan anak-anak itu. Kamu kan bisa bangun sekolah buat mereka. Bayar orang buat jadi tenaga pengajar. Ga perlu sampai harus tinggal di sana.
Lagian betah banget tinggal di sana, padahal banyak ibu-ibu julid. Mama aja sampai merinding dengar laporan dari bu Komaria tiap hari."
Leona hanya diam sambil meremas-remas bonekanya. Sebenarnya apa yang mamanya katakan semuanya benar. Hanya saja Leona terlanjur nyaman mengajar dan dia sangat menyukai anak-anak itu.
"Tawaran tante Cindy masih berlaku. Sebaiknya kamu pergi ke Milan. Susulin dia. Jadi model atau cuma jalan-jalan aja terserah kamu. Yang penting kamu jangan cuma di Indo."
"Ga mau, Mah," ucap Leona sembari melingkarkan tangannya di lengan sang ibu.
"Sekalinya bikin masalah ga tanggung-tanggung. Calon kepala keluarga Widjaya kamu bawa sini. Besok mau bikin masalah apa lagi kamu? Heran banget mama, usia udah 23 tahun, masih aja ceroboh. Pake acara handuk melorot di depan laki-laki. Dia kesenengan dapet jackpot. Nah, kamu? Dapet malunya doang kan?"
Mama Wulan tak henti-hentinya memarahi Leona. Dia sudah mendengar keseluruhan cerita dari putri bungsunya. Namun, alih-alih marah pada Abizar, dia justru memarahi putrinya sendiri. Bagaimana pun juga kalau Leona tidak ceroboh, masalah tidak akan berkelanjutan seperti ini. Leona terus-terusan bersikap manja supaya kemarahan ibunya mereda.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
nyaks 💜
🤣🤣🤣🤣
2024-09-27
0
mamak"e wonk
🤣🤣🤣🤣
2024-09-17
0
Dewi kunti
trus maunya gmn ma pa🤦🤦🤦🤦
2024-09-13
0