Jam menunjukkan pukul 1 dini hari. Gadis kecil itu bisa melihat beberapa boneka yang dikirimkan oleh Seeker mulai mencari-cari anak-anak tersebut. Beberapa diantaranya masuk ke dalam toilet, dapur, serta kamar tidur tamu.
"Aku harus kembali. Setidaknya aku harus membersihkan diri sebelum kembali ke tempatku." Ucapnya sembari berjalan ke arah lain.
Ada empat boneka yang berlarian ke sana kemari. Boneka dengan bentuk beruang, anak laki-laki, kelinci dan kucing berwarna putih. Mereka tampak serius dengan masing-masing tugasnya. Sementara gadis kecil tadi berjalan menuju arah lain dengan senandung kecilnya. Hatinya tampak sangat bergembira dengan membawa jantung dan satu bola mata milik Haru.
"Hehehe aku akan tidur nyenyak setelah ini! Sampai jumpa di permainan selanjutnya!" Ucapnya sembari menyanyikan sebuah lagu menyeramkan.
Ding dong!
I know you can hear me.
But, you try to ignore me.
Why? Because, are you afraid of me?
You know I'm not scary.
I just want to take something from you!
Like your beautiful eyes!
I want everything to be MINE!
Maybe, I want your head too!
Hehehe...
Gadis kecil tersebut terus berjalan melewati lorong-lorong hotel sembari bernyanyi ria. Sementara boneka lainnya melakukan pekerjaan mereka. Keesokan harinya, Ela terbangun dari tidurnya. Gadis itu bersembunyi di tempat lain, terpisah dengan Sena. Ela tertidur di bawah tempat tidurnya. Perlahan dia merangkak keluar dari kolong tempat tidur.
Terlihat Sena juga membuka lemari pakaian. Semalaman, Sena bersembunyi di dalam lemari. Dan sekarang gadis itu menahan rasa sakit di punggungnya. Seakan tidurnya tidak nyenyak. Melihat Ela yang berusaha merangkak keluar dari kolong tempat tidur, Sena segera membantunya.
"Makasih, Sena." Ucap Ela sembari berdiri.
Sena tersenyum memandangi sahabatnya ini. Dia tidak tega jika melihat Ela dalam kesulitan. Sena sangat menyayangi Ela seakan dia seperti adiknya sendiri. Apapun yang terjadi pada Ela, kesedihan atau kebahagian Ela, semua juga terbagi dari diri Sena. Meskipun terkadang Sena merasa iri dengan Ela yang memiliki sisi positif, sehingga banyak yang menyukai gadis ini.
"Darren Kristian tereleminasi, Darren adalah Hider. Rainer Mustafa tereleminasi, Rainer adalah Hider. Theo Wilson tereleminasi, Theo adalah Hider. Thomi Loman tereleminasi, Thomi adalah Hider."
"Empat orang sekaligus!?" Zayyan yang baru saja keluar dari kolong tempat tidur di kamarnya menghela nafas.
"Mereka benar-benar gak ada belas kasihan? Sialan. Siapa sih Seekernya!?" Ucap Mada yang sangat marah.
Yardan dengan segera meminta teman-temannya untuk berpencar dan mencari ke empat mayat ini. Sementara Ela dan Zayyan kembali ke lapangan untuk melihat kondisi Haru. Kondisi gadis itu lebih tragis dari yang sebelumnya.
Jantung dan bola mata sebelah kirinya diambil. Air mata Ela mulai mengalir deras melihat kondisi temannya ini. Disaat dia membutuhkan bantuan, tidak ada yang membantunya. Haru mati dalam keadaan sendiri. Benar-benar sendiri.
"Tenang, Ela." Kata Zayyan.
Mereka pun segera mengambil kain seprai yang sudah dibawa. Dengan segera mereka membungkus mayat Haru dan membawanya ke lapangan golf untuk dikubur. Di sana, mereka bertemu dengan Yardan dan juga anak-anak lainnya. Mereka membawa empat mayat dari orang yang baru saja ditemukan.
Darren meninggal dengan keadaan kepala lepas dari tubuhnya. Rainer meninggal dengan keadaan lebih tragis. Seluruh tubuhnya hancur seolah dia di cincang. Theo meninggal dengan keadaan kepala yang terbuka, hingga otaknya keluar dari kepalanya. Sementara Thomi, dia meninggal dengan keadaan lebih mengharukan. Seluruh badannya hampir hancur hingga organ-organnya keluar dari tubuhnya. Seakan tubuh Thomi ditimpa oleh sesuatu yang sangat berat.
"Organ mereka masih ada?" Tanya Ela yang penasaran apakah kematian ke empat temannya sama dengan Haru.
"Masih, La." Jawab Sena.
"Mata Haru yang sebelah kiri dan jantungnya gak ada." Kata Zayyan.
"Kok bisa?" Tanya Yardan yang ikut penasaran.
"Kita gak tau. Aku penasaran. Kenapa milik Haru diambil sementara mereka ber-enam gak?" Tanya Zayyan.
"Apa yang mengeliminasi Haru bukan Seeker?" Ucap Abila tiba-tiba.
"Bisa jadi. Mereka ber-enam dibunuh oleh Seeker. Sementara Haru dibunuh karena hukuman voting kita kemarin." Jawab Gavin yang seketika mendapatkan anggukan dari teman-temannya.
Ela merasa sangat jijik dengan permainan ini. Seolah para Seeker dan pembuat permainan ini tidak memiliki rasa ampun terhadap pemainnya. Seakan beliau ingin menghancurkan mereka dalam kematian yang tragis. Ela benar-benar sangat muak. Ela ingin segera keluar dari permainan ini.
"Aku mau pulang." Ucap Nendra tiba-tiba.
"Aku juga." Kata Evano.
"Aku gak tahan disini!" Kata Nendra yang berlari keluar diikuti oleh Evano.
"HEY KALIAN!" Yardan dan anak lain mulai mengikuti kedua temannya yang berlari lebih dahulu.
Mereka semua juga tidak tahan dengan permainan bodoh ini. Permainan yang akan membawa nyawa mereka lebih cepat menuju Tuhan. Evano dan Nendra berlari keluar hotel. Saat mereka sampai diluar, terdengar suara dari mikrofon yang berada di luar hotel.
"Peringatan keluar dari permainan! Peringatan keluar dari permainan! Peringatan keluar dari permainan!"
"Bodo amat!" Ucap Evano dan Nendra yang tiba-tiba keluar dari perbatasan permainan.
Saat teman-temannya hampir menyentuh jalan raya, mereka melihat Evano dan Nendra kehilangan kesadaran mereka. Yardan hendak membantu mereka. Namun, peringatan dari mikrofon yang kembali muncul membuat Yardan menghentikan langkahnya.
"Ada batasnya?" Ucap Zayyan yang bingung dimana letak batasnya.
"Yan, ada leser dari ujung sana. Sepertinya leser itu mengelilingi hotel." Kata Ela yang melihat samar-samar sebuah leser merah menyala.
"Sialan. Kita emang benar-benar dijebak disini." Zayyan mulai terlihat sangat kesal. Wajahnya memerah karena amarah.
Yardan dan anak lain mulai mundur beberapa langkah. Sementara Evano dan Nendra tiba-tiba terbangun dengan keadaan mata merah. Darah mengalir di mata mereka. Evano tiba-tiba berlari ke arah Nendra. Begitu juga sebaliknya. Mereka berdua saling membenturkan kepala hingga darah mengalir deras.
"Astaghfirullah." Kata Jihan dan Zahra.
"Ini gimana?! Tolong mereka!" Kata Olivia.
"Gimana mau nolong kalau ada batasan gini?! Yang ada kita bakal mati!" Ucap Mada.
Para siswi berteriak histeris saat menyaksikan Evano dan Nendra saling membenturkan kepala mereka. Meskipun darah sudah mengalir deras, mereka masih terus membenturkan kepala hingga salah satunya mengalami kehancuran. Kepala Nendra mulai hancur. Sementara kepala Evano mulai terlihat jelas otak yang akan keluar dari kepalanya ini.
"Dan!! Ini gimana!?" Teriak Kaizy.
"Kamu tanya aku, aku juga gak tau!" Jawab Yardan.
Beberapa anak perempuan berteriak histeris, sebagai mengeluarkan air mata mereka. Mereka benar-benar tidak tahan melihat penderitaan di tempat ini. Beberapa saat kemudian, Evano dan Nendra berhenti saling membenturkan kepala mereka. Mereka berdua terjatuh ke tanah.
"Hah... astaghfirullah." Ucap Abila.
"Evano Pandawa tereleminasi, Evano adalah Hider. Nendra Aditama tereleminasi, Nendra adalah Hider."
"Kita gak bisa bawa mayat mereka masuk. Kita harus gimana? Kita gak mungkin ninggalin mereka kayak gini." Kata salah seorang anak perempuan, Kaizy.
"Aku gak tau, Zy. Kita gak bisa keluar. Yang bia lakukan cuman biarin mereka kayak gini. Maafin kami, Nendra, Evano. Kita gak bisa bantu kalian." Ucap Yardan sembari menghela nafasnya.
Sama dengan anak lainnya, Yardan juga tidak tahan melihat 9 temannya sudah mati terbunuh. Tersisa 21 anak lagi yang masih bertahan. Mereka harus segera menemukan siapa yang menjadi Seeker diantara 21 siswa. Mereka kembali ke lapangan lain. Karena, di lapangan basket sebelumnya, ada beberapa anak perempuan yang tidak tahan melihat darah.
Yardan akhirnya memindahkan mereka ke lapangan volly untuk berdiskusi. Mereka harus membicarakan ini sebelum membersihkan lapangan basket. Seperti sebelumnya, ada uang berdebat dan saling menuduh siapa Seekernya. Alhasil Yardan meminta mereka untuk berpisah dan menemukan bukti kematian ke-empat temannya.
Sementara, Yardan dan Mada membersihan lapangan basket. Ela, Zayyan, Sena dan Zidan masuk ke salah satu tempat dimana Darren meninggal. Ada pisau berukuran besar untuk memotong daging di sebelah wastafel. Terlihat pisau itu masih belum sepenuhnya kering, bahkan di bawah pisau tersebut ada air yang menetes. Yang artinya, pisau itu baru dipakai beberapa jam yang lalu.
"Seeker gak keringin ini dulu." Kata Sena.
"Aku nemu darah netes disini." Ucap Zidan.
Terlihat setetes darah yang berada di lantai dekat dengan wastafel. Bahkan di lap yang terlihat sangat bersih, Zayyan menemukan sebuah bekas darah yang sepenuhnya belum hilang dari lap tersebut.
"Artinya Seeker terluka pas nyuci pisaunya." Kata Ela.
"Kita harus kasih tau Yardan dan yang lainnya." Ucap Sena.
"Tunggu, aku nemuin catatan." Kata Zayyan yang membuat ketiga temannya berhenti dan menatapnya.
Catatan tersebut memiliki tulisan yang sama dengan sebelumnya. Hanya saja ini berbeda dengan sebelumnya. Disini seolah mengatakan sesuatu yang selalu dilakukan oleh Darren.
'Apa Judi itu sangat berharga bagimu sampai kamu berani menaruhkan segalanya? Kamu pikir ini tidak akan merusak hidupmu?'
"Lagi? Sebelumnya tentang zina." Kata Ela.
"Kita ke Yardan dulu." Ucap Sena.
Ela mengangguk dan segera mengikuti ketiga temannya yang berlari menuju lapangan Basket. Terlihat para siswa lain juga sudah berkumpul di sana. Lapangan Basket kini bersih. Tidak ada darah Haru lagi. Namun, Ela menduga lapangan basket ini akan menjadi tempat hukuman para orang yang di voting.
"Aku Nemu catatan ini." Kata Sena sembari menunjukkan catatan kecil yang dia bawa kepada Yardan.
"Ini sama? Ke empatnya sama." Ucap Yardan.
"Aku gak mau ada yang mati lagi." Ujar seorang gadis dengan rambut kuncir kuda, Cellyn.
"Tapi, kita gak bisa biarin teman-teman kita mati gitu aja. Kita harus tau siapa yang bunuh mereka." Ucap Ela.
"Bener." Kata Yardan.
"Tapi, bisa gak kita gak voting ? Siapa tau itu malah membantu kita." Ucap Zidan.
"Gimana kalau kita yang malah mati?" Kata Agam sembari mendorong Zidan.
"Udah cukup." Zayyan memisahkan mereka berdua dan menjauhkan Agam dari Zidan.
"Ada bukti lain yang aku temukan." Ucap Ela.
Gadis dengan hoodie biru muda itu mulai mengatakan tentang setetes darah dekat wastafel dan pisau yang masih belum sepenuhnya kering. Ela mengatakan bisa saja Seeker sedang terluka akibat luka saat membersihkan pisau.
"Kita cek semua tangan kalian." Kata Yardan.
Satu persatu Ela dan Sena membantu Yardan mengecek tangan teman-temannya. Ada satu siswa yang membuat Ela penasaran, Khandra. Jari kelingkingnya terlihat ada goresan yang masih baru. Ela menatap anak laki-laki didepannya itu.
"Apa?! Bukan aku!"
"Jari kamu kok bisa sobek gini?" Tanya Ela.
"Ini kejepit pintu." Jawab Khandra.
Gadis itu tidak sepenuhnya percaya kepada Khandra. Gadis dengan hoodie biru muda itu mulai menjauh. Beberapa anak lain memiliki luka atau goresan. Namun, jika melalui catatan itu bukan milik Khandra. Anak laki-laki itu tidak mungkin menulis tentang perjudian, apalagi dirinya tidak dekat dengan Darren dan juga teman-temannya yang lain.
"Dan, gimana kalau kita gak voting dulu? Aku benar-benar gak mau kehilangan temen-temen lain." Ucap Kaizy yang membuat Sena muak dengan gadis ini.
Seolah Kaizy sengaja membuat suaranya lembut dan terlihat sangat lemah untuk menarik perhatian Yardan. Wajah gadis itu berusaha menahan amarahnya dan bersikap setenang mungkin. Yardan menghela nafas dan memandang teman-temannya yang lain. Sama seperti Kaizy, Yardan juga tidak ingin kehilangan teman-temannya lagi. Sudah cukup untuk sembilan mayat.
"Kita gak voting dulu." Kata Yardan.
"Gimana kalau kita gak voting, kita juga bakal tetep mati?" Tanya Gavin dengan wajah polosnya.
Yardan kembali bingung dengan pilihannya. Dia tidak ingin kehilangan teman-temannya lagi. Apalagi ini empat orang yang meninggal, dia tidak bisa membiarkan ini begitu saja. Namun, jika yang dikatakan Kaizy benar, bisa saja mereka akan selamat.
"Kita coba dulu." Kata Yardan.
"Coba!? Ini perkara nyawa loh!" Ucap Irene yang tidak terima dengan pilihan Yardan.
"Ini idenya Kaizy, jika ada yang mati, kita tinggal voting dia." Kata Sena dengan wajah judesnya.
"Kok gitu?" Tanya Kaizy yang seolah tak terima. Gadis dengan dress merah muda dan putih itu menatap Sena. Seakan dia tidak suka dengan keputusan Sena.
"Bener. Ini ide Kaizy." Kata Namira yang disambut anggukan para Geng Cicipi.
"Tch. Okay! Kita coba!" Kata Kaizy yang akhirnya setuju. Meskipun ini akan mengambil nyawanya juga.
Kaizy merasa takut dengan apa yang akan terjadi padanya. Namun, teman-temannya setuju dengan pendapatnya. Awal sebenarnya, dia hanya ingin mencari perhatian agar bisa berbicara dengan Yandra. Akan tetapi, dia juga tidak menyadari bahaya pada dirinya. Terlihat jelas wajah Sena sangat tidak suka pada dirinya. Sena mengatakan hal tersebut seolah ingin menjebak Kaizy menuju jurang kematian.
Meskipun beberapa anak lain memiliki perasaan tidak ingin kehilangan teman-temannya. Saat mendengar Yardan akan mencoba, mereka setuju. Mereka mulai menyimpan ponsel mereka masing-masing di dalam kantong.
Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Tidak ada yang melakukan voting. Mereka dalam keheningan menunggu apakah cara mereka berhasil. Jam mulai menunjukkan pukul 10 yang harusnya waktu voting selesai.
"Apa ini bakal berhasil?" Tanya Ela kepada Sena.
"Kita lihat."
Jam menunjukkan pukul 10 malam lewat. Mereka mulai lega. Kaizy lega idenya tidak gagal. Sena dan Ela saling berpelukan. Namun, disisi lain Ela merasa ada sesuatu yang aneh di permainan ini. Beberapa saat kemudian, suara dari mikrofon kembali terdengar.
"PERINGATAN UNTUK MENGAMBIL VOTING! PERINGATAN UNTUK MENGAMBIL VOTING! PERINGATAN UNTUK MENGAMBIL VOTING! PERINGATAN UNTUK MENGAMBIL VOTING DALAM WAKTU 1 MENIT!"
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
𝐒𝐨𝐨 𝐉𝐢-𝐞𝐧 ❁
pernah ngalamin sama Aprilia/Frown/
2024-09-02
1