Menjadi Ibu Tiri

Menjadi Ibu Tiri

Hua Niang marah

Udara malam terasa dingin, pedesaan kini berada di tengah kesunyian. Gadis remaja berusia 18 tahun terbaring tak berdaya di dekat ladang. Keranjang rotan yang di bawanya penuh tanaman pakis liar tergeletak begitu saja.

Wajahnya terlihat pucat, bulir-bulir keringat dingin membasahi dahi dan tengkuknya, kepalanya terasa pusing saat ribuan ingatan seseorang memuat dalam otaknya. Dia bangun dan duduk, meremas rambutnya erat saat kepala nya begitu sakit.

Memory kehidupan seseorang memenuhi benaknya, menatap bumantara dengan tatapan kosong.

"Apa ini nyata?"

"Aku tidak sedang bermimpi kan."ucapnya panik.

Plak ...

Telapak tangannya menepuk pipi dengan keras, saat rasa perih dan nyeri merambat terasa begitu jelas. Matanya melebar, bibirnya terbuka kecil. Merasakan rasa sakit dan perih menandakan bahwa itu bukan mimpi. Tubuhnya gemetar, dia tidak menyangka akan merasuki tubuh gadis yang sudah menikah dengan duda beranak 4.

Huang Ji lelaki berusia 20 tahun, pernah menikah dengan wanita seusia nya. Wanita itu menghembuskan nafas terakhir setelah kelahiran anak ke empatnya. Lelaki itu tidak pandai mengurus rumah dan anaknya, setelah bertahun-tahun berlalu. Huang Ji menikah dengan gadis berusia 18 tahun, yang di jual oleh keluarganya sendiri.

"Ini buruk, lelaki itu seseorang yang amat bod*h, berani membuat hutang bertebaran dimana-mana. Meninggalkan anak-anak selama berhari-hari, mereka bahkan kelaparan. Setelah menikahi pemilik tubuh, melimpahkan tanggung jawabnya pada pemilik tubuh. Sementara dia berkata sibuk, padahal aslinya bersenang-senang diluar."

Gadis itu memijit pelipis nya, kepalanya semakin terasa pusing. Dia bangkit berdiri meraih keranjang rotan penuh pakis, tanaman pakis memiliki rasa seperti tauge. Sangat enak ketika di tumis dan dihidangkan dengan nasi hangat.

"Hal buruk apa yang telah ku lakukan, hingga mendapatkan kesempatan hidup kedua yang buruk,"lirih nya.

Kaki telanjang tanpa alas itu berjalan pelan diatas tanah sedikit basah. Bebatuan kecil sesekali membuat nya merasa tertusuk, dia mengingat jalan pulang berdasarkan ingatan pemilik tubuh. Pemilik tubuh jatuh terpeleset oleh tanah basah, kepalanya terbentur sesuatu. Nasibnya sangat buruk hingga pemilik tubuh merenggang nyawa.

"Itu takdirnya, kepala ku saja tidak bocor, memang sudah waktunya."

Li Hua menatap rumah-rumah yang sepi, jalanan gelap hampir membuat nya berlari kencang. Gadis itu menenangkan pikirannya dan terus berjalan melewati beberapa rumah sederhana.

Tiga kepala tauge kecil muncul dari gerbang halaman rumah bobrok, menatap kedatangan Li Hua penuh keraguan. Ayah mereka menikah dengan gadis itu beberapa hari yang lalu. Setelah membawa gadis itu kerumah Huang Ji langsung pergi begitu saja.

Meninggalkan koin tembaga ataupun perak saja tidak, mereka kelaparan. Tidak berani berkata apapun dengan Li Hua, gadis itu sangat pendiam dan terlihat seperti tidak suka dengan anak-anak Huang Ji.

"Hua Niang..."panggil anak perempuan berusia 6 tahun.

Li Hua mencari jejak ingatan dan mengangguk mereka adalah anak-anak tiri Li Hua, anak perempuan itu biasa di panggil Siniang, dia bersama Sanlang,dan ErLang.

"Apa kamu baik-baik saja? Ini sudah malam, kami khawatir Hua Niang tersesat di jalan."Siniang berjalan mendekati Li Hua.

Keranjang rotan penuh pakis menarik perhatian nya, perut gadis kecil itu berbunyi keras. Dia sangat malu karena Hua Niang mendengar suara perut.

"Kalian lapar, aku keluar mencari sesuatu untuk dimakan."

"Seharusnya Bibi tidak perlu bekerja keras."Erlang meraih keranjang rotan yang di bawa oleh Li Hua.

Anak itu berusia 8 tahun, dia enggan memanggil Li Hua dengan panggilan Niang ataupun Aniang. Tidak bisa ada orang yang menggantikan Ibu kandungnya sama sekali.

"Aku mengerti cepat masuk, disini dingin."

Sanlang mengikuti kedua saudara dan saudari nya, menatap Li Hua ragu-ragu. Mereka memang kelaparan hari ini, tapi Lao Lao membawakan mereka sedikit makanan. Jadi mereka tidak benar-benar kelaparan, berbeda dengan Li Hua dia belum makan apapun sepanjang hari ini.

Da Lang anak pertama membuka pintu rumah, menatap ketiga saudara nya dan Ibu tiri. Dia enggan untuk berbicara, jadi segera masuk kedalam rumah.

Rumah ini hanya memiliki dua kamar, satu milik Huang Ji, satu lagi milik semua anak-anak, Li Hua merasa Siniang tidak boleh tidur bersama saudara laki-laki nya. Malam ini gadis itu akan tidur bersama dengannya.

"Bibi, di dapur tidak ada kentang mau pun beras merah."Sanlang menatap Li Hua ragu.

"Makan pakis juga sudah bisa bikin kenyang."Li Hua mencuci pakis dengan air bersih.

Gerakannya terhenti saat melihat isi dapur benar-benar kosong, tanpa bumbu apapun. Bahkan minyak, beras merah, ubi maupun kentang benar-benar tidak ada.

Prank...

Kendi kecil jatuh berkeping-keping, Siniang merapatkan tubuh pada Sanlang. Dia takut saat Ibu tirinya menghancurkan kendi kecil wadah untuk garam. Erlang dan Da Lang ingin memarahi Li Hua yang memecahkan benda berharga itu.

"Ck...sungguh aku benar-benar ingin memukul nya, bagaimana bisa dia meninggalkan rumah tanpa memberikan satu sen pun untuk anak-anak makan?"

Dia menjerit keras, Siniang semakin ketakutan. Da Lang yang sigap membawanya kedalam kamar. Erlang menghampiri Li Hua dengan hati-hati, dia menghindari pecahan tajam kendi kecil dilantai.

"Bibi, kamu jangan marah-marah dan menghancurkan barang-barang kami. Bagaimana pun kamu tidak bisa menggantikan nya dengan yang baru."

Erlang melihat wajah Li Hua semakin memburuk, dia menelan ludahnya begitu tatapan tajam menghujaninya.

"Pergi ke kamar dan tidur, biarkan Siniang tidur dikamar ku."

"Ya, seperti yang Bibi inginkan."Erlang berlari menuju kamar.

Siniang menggeleng menolak saat diajak pergi ke kamar Li Hua, Ibu tirinya terlihat menakutkan saat marah. Li Hua merebus pakis, dan memakannya. Sangat tidak enak saat lidah tidak menemukan rasa asin, gurih dan pedas. Dia memakan semuanya tanpa menyisakan satupun, pergi menuju kamar. Menatap Siniang yang menangis karena di paksa Erlang.

"Mengapa kamu begitu cengeng? Mari tidur bersama ku, kita bisa menghitung domba sampai kamu tertidur."

"Tidak mau, Hua Niang marah. Siniang tidak berani,"tolak Siniang.

Da Lang menatap Li Hua jengkel,"biarkan Siniang disini, kamu tidak perlu membawanya tidur dengan mu."

Li Hua terdiam, Da Lang terlihat sangat tidak menyukainya. Dia memilih tidak mengatakan apapun, pergi ke kamar nya merebahkan diri diatas kasur jerami.

"Aku tidak mengerti cara merawat seorang anak, aku juga tidak tau cara membujuk anak kecil. Mengapa aku harus berada di dunia asing disaat aku hampir mendapatkan nilai terbaik didepan Dosen?"

Kain tipis menyelimuti tubuhnya, pikiran nya terus berkecamuk. Dia tidak menerima fakta bahwa dirinya telah berada di dunia berbeda. Usaha untuk lulus dari masalah skripsi, malah menjadi seperti ini.

Tubuhnya bergerak memindahkan posisi, bau menyengat tercium dari sudut ruangan. Mata Li Hua membulat saat melihat tumpukan pakaian kotor menggunung. Merasa jijik, bagaimana bisa pemilik tubuh tidak mencuci pakaiannya? Besok dia harus membersihkan semua ruangan, takutnya rumah ini memang tidak terawat.

Terpopuler

Comments

🏘️⃝𝐏 ⃟🏘️⃟Siska Marcelina

🏘️⃝𝐏 ⃟🏘️⃟Siska Marcelina

maaf baru mampir akunya,, hohoho
semangat kk Thor...
like coment gift meluncur...

2024-10-23

1

🏘️⃝𝐏 ⃟🏘️⃟Siska Marcelina

🏘️⃝𝐏 ⃟🏘️⃟Siska Marcelina

eehhhh,, sejak kapan pakis mirip rasanya sama toge Thor??? /Facepalm//Facepalm/

2024-10-23

1

RJ 💜🐑

RJ 💜🐑

awal yang bagus

2024-09-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!