DUARR!!
Terdengar suara ledakan yang cukup besar dari lantai 4 diiringi teriakan dari orang-orang yang ada disana.
"Kak!" Teriak Evander yang juga ikut terkejut dan panik saat mendengar suara ledakan itu.
"Tidak...kumohon, semoga tidak terjadi apapun pada ayah dan ibu..." Suaranya mulai bergetar, matanya memerah, ia memastikan agar tetap bisa berfikir positif tentang keadaan orang tua mereka dan menahan air matanya agar tak jatuh ke pipi. Nathan memantapkan langkahnya ke anak tangga terakhir dengan perasaan yang sudah tak karuan, ia membuka pintu darurat yang ada di hadapannya.
Wushh!!
Terlihat kepulan asap dan kobaran api yang cukup besar dari salah satu ruangan di lantai tersebut. Saking besarnya kobaran api itu dengan cepat mulai melahap ruangan yang ada di sebelah kanan dan kirinya.
"AAAAHH!!!TOLONGG!!"
"SUAMIKUU!!"
"SIAPAPUN TOLONG KAMI! TOLONG PANGGILKAN POLISI DAN DAMKAR!!"
Situasi saat itu sudah sangat kacau dan tak karuan, orang-orang berlarian untuk menyelamatkan diri. Saling menabrak satu sama lain agar dirinya bisa selamat terlebih dahulu, mereka tampak tidak peduli jika ada orang lain yang menjadi korban berikutnya.
"Tidakk...Ayah! Ibu!" Nathan yang saat itu sudah kehilangan akal sehat dengan situasi yang ada di hadapannya langsung berlari dan menerjang ke arah kobaran api tersebut.
"KAK NATHANN!!!" Evander berteriak memanggil nama kakaknya itu berharap agar ia berhenti, belum sempat hilang rasa terkejut nya saat melihat Nathan berlari ke arah kobaran api itu, di hadapannya terlihat ada beberapa bagian dari bangunan hotel yang mulai roboh. Namun ia tak bisa membiarkan kakaknya kenapa-napa di dalam sana, akhirnya Evander ikut berlari mengejar Nathan ke arah kobaran api itu.
"Kak Nathan! Uhuk, uhukk! Ah, aku tidak bisa melihat apapun disini!"
"Kak! Ayo kita kembali! Ayah dan ibu juga pasti sudah turun dan menyelamatkan diri. Disini terlalu berbahaya kak! Uhukk" Evander terus berteriak memanggil nama Nathan untuk mengajaknya segera pergi dari tempat ini.
"Kak!!" Evander tetap menyusuri ruangan yang sebagian besar sudah di lahap api dan dipenuhi dengan kepulan asap itu.
"UAAAKKKKHH!!!!"
"AYAHH!!"
"AYAH! APA YANG SEBENARNYA TERJADI?!! AYAH! DIMANA IBU?!" Nathan berteriak histeris saat melihatnya ayahnya yang sudah terkapar di tengah kobaran api.
Evander yang mendengar teriakan Nathan segera berlari ke arah sumber suara itu.
"Kak Nathan?! Ayah?! Tidak...Ayah!!" Evander ikut terkejut melihat keadaan ayahnya saat itu, ia tak mampu menahan tangisnya, air mata mengucur deras membasahi kedua pipinya.
"D-di..sa..na..uhukk, i-ibu...kalian..." Rion mencoba berbicara dengan susah payah, ia menunjuk ke satu arah dengan keadaanya yang sangat memprihatinkan. Evander yang menyadari hal itu langsung berlari ke arah yang dimaksud oleh ayahnya itu.
"IBU! IBU!" Teriak Evander sambil mencari keberadaan ibunya.
"Uhuk uhuk" Nafasnya mulai sesak, terlalu banyak asap yang sudah ia hirup. Pandangannya mulai kabur, namun ia merasa tak boleh tumbang disini.
Brukk! Evander terjatuh karena tersandung sesuatu.
"Uhukk, aduhh...panas...pusing"
Nathan yang mendengar suara adiknya terjatuh langsung merasa khawatir "Evan!! Cukup! Cepat keluar dari sini!"
"Tidak...uhuk, ibu masih belum ketemu...uh, kakiku sakit" Evander menoleh dan ingin melihat keadaan kakinya yang terluka, namun saat ia berbalik betapa terkejutnya dirinya. Karena ternyata Evander terjatuh saat tak sengaja tersandung kaki ibunya sendiri yang sudah terkapar tak berdaya.
"IBUUU!!!HUAA...HUHUUU!!
"IBU!!" Evander menangis histeris sambil mengucang-guncangkan tubuh ibunya sudah terkulai lemas itu.
"Evan!! Cepat keluar dari sini!!" Teriak Nathan.
Krrk, terdengar suara kayu yang sudah terkoyak oleh api, sepertinya sebentar lagi ruangan ini akan benar-benar hancur.
Evander langsung membopong tubuh ibunya dengan bergetar dan susah payah karena kakinya yang terluka dan nafasnya yang semakin sesak.
Mereka berdua membopong tubuh kedua orang tuanya dengan perasaan yang sudah sangat putus asa, nafas tersengal dan kaki yang bergetar lemas. Namun mereka tetap harus segera berjalan turun melewati tangga darurat yang tadi untuk menyelamatkan diri.
"Kak...aku tidak bisa merasakan detak jantung ibu...bagaimana ini..." Suara yang serak dan bergetar keluar dari mulut Evander.
Air mata mereka berdua turun semakin deras, perjalanan untuk sampai ke lantai 1 bahkan belum setengah jalan. Energi mereka berdua benar-benar terkuras habis, bahkan untuk bernafas pun begitu sulit.
"Aku tidak kuat lagi..." Bisik Evander yang sudah menyandarkan tubuhnya ke dinding, ia terlihat sangat lemas, tatapannya mulai kosong.
"Tidak! Tetaplah sadar Evan! Sebentar lagi kita sampai. Pasti ada dokter dibawah, ayah dan ibu pasti bisa di selamatkan. Jangan pejamkan matamu Evander..." Entah apa yang harus dilakukan oleh Nathan sekarang, rasa frustasi, putus asa dan ingin menyerah, setelah kedua orang tuanya yang tidak sadarkan diri sekarang adiknya pun hampir mengalami hal yang sama.
"Uhuk...hahh...aku lelah..." Suara Evander terdengar semakin lemah dan pelan.
Nathan tidak tau apa yang harus ia lakukan sekarang, bahkan tubuhnya pun sudah tidak kuat untuk berjalan, apalagi jika harus membopong tiga orang sekaligus. Menyerah, hanya itu satu-satunya hal yang terlintas dalam pikirannya. Nathan perlahan mulai memejamkan matanya dan menunggu semuanya berakhir.
Tak, tak, tak!
Nathan yang sudah semakin lemas samar-samar mendengar suara langkah kaki menaiki tangga.
"Kak...kalian dimana...huhuu..."
"Nak! diatas sana berbahaya! Berhenti!"
Semakin lama suara itu semakin dekat dan terdengar jelas, namun pandangan Nathan malah semakin kabur dan perlahan semuanya menjadi gelap.
"Kak Nathan!Kak Evan! Ayah! Ibu!" Teriak seorang gadis yang melangkah semakin dekat ke arah keluarganya itu.
"Nak, tunggu!" Teriak seorang pria yang ada di belakangnya.
"Astaga!"
"Mereka keluargamu?" Tanya pria itu yang ternyata seorang petugas damkar.
Livia mengangguk sambil menangis.
Tak lama setelah itu petugas damkar dan polisi langsung mengevakuasi mereka semua dari tempat itu.
.
.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments