Author POV
"Wahhhh.. kenapa persyaratan kamu begitu berat?!" Abid sedang berhadapan dengan kepala sekolah SMA Axen.
"Saya gak maksa ibu buat turutin persyaratan saya. Kalau ibu turutin saya bersyukur, jika tidak, tidak ada perwakilan." Abid balas sambil tersenyum.
"Baiklah ibu sanggupi persyaratan kamu," balas Bu Jihan sang kepala sekolah.
'Yes yes yes!!!' batin Abid kegirangan.
"Berapa anak yang ingin ikut bersama kamu? Dan berapa tambahan hari yang kamu butuhkan, silahkan tulis di sini." Bu Jihan memberikan selembar HVS dan pulpen untuk Abid.
"Tambahan hari akan saya berikan, kalau kamu bisa masuk top tiga besar. Balqis tidak masuk tiga besar, tidak masalah. Tapi, karena kamu punya persyaratan, kamu harus masuk top tiga besar."
"Saya usahakan." Abid mulai menulis nama nama temannya. Dia juga mengikut sertakan Fany di sana. "Jadi kapan Bu?" tanya Abid setelah selesai menulis.
"Hari Jumat kamu berangkat. Saya dan pak Dayat akan mendampingi kalian," jawab Bu Jihan.
"Baiklah. Terimakasih, Bu." Abid menyalimi tangan Bu Jihan lalu pergi. Bu Jihan yang berada di dalam ruangannya terkagum dengan tulisan Abid, tulisannya tampak seperti tulisan dokter profesional alias sulit dibaca.
Bu Jihan yakin, Abid pasti bisa mendapatkan top tiga besar, makanya dia menyetujui persyaratan Abid.
... -----...
"Gimana?" tanya Fany harap-harap cemas.
"Jangan panggil gue Abid kalau gak bisa bujuk orang."
"Ceilehhh, jadi boleh??" tanya Heon ikutan.
"Ntar dulu, ini nasi goreng gue siapa yang nyolong?!"
"Gak ada yang nyolong bego, kan lo juga belum mesen. Gimana sih?!" tanya Jefri nyolot. "Wah tega lo pada. Bukannya di pesenin. Gue udah laper banget lagi," Abid langsung pura-pura ngambek dan beranjak pergi.
"Buset ngambek. Ini nah nasi gorengnyaaa!" teriak Eldi.
"Bodo amattt!" Mereka cengengesan melihat Abid yang merajuk. Fany mengejarnya lalu memeluknya dari belakang.
"Ututuu.. ngambeknya lucu amatt sii.. jangan ngambek dong brother handsome," Abid diam tanpa respon.
"Aku beliin diamond sejuta deh," Abid berbalik dia cengengesan ke Fany lalu kembali ke tempat. "Astaghfirullah. Kalau udah untuk game laju ni anak kampret."
"Tandai lo ya, diamond sejuta!"
"Ahh help me, helpp," rengek Fany. Abid dan yang lain tertawa ngakak melihat Fany. "Sini lo!" teriak Abid memanggil Fany.
"Paan?"
"Mau es krim kagak?"
"Bayarin ato beli sendiri?"
"Jefri mau bayarin buat lu"
"Kan kan! Padahal gue diem, kenapa gue yang kenak?!" Abid nyengir. "Becanda doang, Jep. Lo pada minta aja sono, gue yang bayar. Kemaren balik dari ngojek gue dapat banyak penumpang."
"Asik asik.. gue yang pesenin," kata Eldi senang.
"Gue stroberi," ujar Fany.
"Nanas!" sahut Tio.
"Sejak kapan es krim rasa nanas? Begoo ni anak," cibir Heon kesal. Tio tertawa kecil, "Gue vanila aja deh."
"Yang lain?" tanya Eldi.
"Samain aja vanila," suruh Jefri.
"Gue cokelat," pinta Abid berbeda.
"Okeee bos, duitnya mana?" tanya Eldi. Abid mengambil dompetnya di kantong celana.
Pelajar tajir, dompet Abid selalu dipenuhi uang berwarna biru dan merah. Abid mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah serta satu lembar uang berwarna biru lalu memberikannya pada Eldi.
"Es krim apa yang dibeli duit sebanyak ini?!" tanya Fany. Abid mengangkat bahunya sedetik lalu cengengesan. "Belilah sana," Eldi pun pergi membeli es krim.
"Jadi kapan ke Bali?" tanya Rangga.
"Jum'at."
"Kata Bu Jihan..."
"Tambahan hari akan saya berikan, kalau kamu bisa masuk top tiga besar." Abid menirukan suara Bu Jihan.
"Murid hilang akhlak ya dia."
Abid cengengesan.
"Eh berarti, kalau lo kagak masuk top tiga besar kita gak dapat tambahan hari?" tanya Heon.
"Kagak."
"Udah tenang aja. My handsome brothee pasti masuk top tiga besar," kata Fany yakin.
"Aamiin dehh."
...-----...
"Kebetulan sekali, ayah dan Om Erwin benar-benar ingin ke Bali, mengurus proyek disana." Abid sudah menawarkan tentang liburannya ke Bali.
"Jadi.. sebelum Abid ajak, ayah bunda emang mau ke Bali? Barengan sama Om Erwin?" tanya Abid. Ayahnya mengangguk. "Ayah berapa lama disana?" tanya Abid.
"Paling cepat tiga hari, paling lama seminggu. Ayah juga gak bisa memastikan berapa lama."
"Ayah pergi naik apa?"
"Helikopter Om Erwin."
"Kalau gitu helikopter ayah bisa Abid pinjem dong."
"Pakai aja kalau kamu mau. Nanti, kalau ayah ada kesusahan di kantor, kamu bisa bantu ayah kan?" tanya Abay.
"Insyaallah, Ayah."
"Kamu kapan pergi?" tanya bundanya.
"Jum'at katanya, Bun."
"Ayah bunda hari Kamis."
"Eh kembar ikut ayah bunda atau Abid?" tanya Abid.
"Ikut kamu aja. Kalau ikut sama ayah bunda mereka bakalan bosan," jawab Bundanya. "Yaudah, kalau gitu Abid mo pergi dulu deh."
"Kamu baru balik Abid."
"Abid punya penumpang ayah," Abid menunjukkan ponselnya pada ayahnya. "Ya sudah, hati hati." Abid menyalimi tangan mereka berdua lalu pergi.
...-----...
Abid tiba di rumah sang penumpang.
"Om.." sapa Abid, dia turun dari motor KLXnya –modifikasi ketiga– lalu menyalimi tangan om Erwin. Tidak tau siapa penumpangnya kali ini. Tetapi yang memesannya tepat disini.
"Wah.. kamu penyuka motor KLX ya? Om lihat kamu selalu pakai KLX tapi beda-beda mulu," kata Om Erwin ramah.
"Hehe.. suka aja koleksi, Om."
"Ada berapa di rumah?"
"Kalau KLX Abid punya tiga, Om."
"Jadi kamu ngojol pake KLX?"
"Nggak, Om, biasa pake matic. Tapi tadi maticnya lagi ngambek jadi pake yang ini."
"Jumlah seluruh motor kamu ada berapa emang?" tanya Erwin lagi.
"Sekitar tujuh kalau gak salah om. KLX tiga, sport dua, motor klasik satu, sama matic satu."
"Masih motor aja udah banyak ya, gimana kalau mobil? Tapi om salud sama kamu, kamu hebat banyak duitnya." Abid membalasnya dengan senyuman.
"Papaa!"
"Ulfa?"
"Eh abang ganteng," ujar Ulfa senyum.
"Kamu kenal?" tanya Erwin. Ulfa mengangguk. "Waktu itu Ulfa ceroboh, Pa. Hampir ketabrak abang ini," jawab Ulfa.
"Ooh gitu ya. Yaudah sekarang kamu temui kak Balqis sama bang ganteng ya," pinta Erwin. Ulfa mengangguk lagi. "Bid, anterin anak om ya. Dia mau les private di lantai dua toko buku"
"Aman, Om." Abid tersenyum lalu menghampiri Ulfa. "Adek cantik, siapa namanya?" tanya Abid.
"Halo bang ganteng, aku Ulfa."
"Halo Ulfa, nama abang Abid. Jadi, panggil abang Abid aja ya jangan abang ganteng," lagi-lagi Ulfa mengangguk.
"Ahh gemes!" Abid langsung menggendong Ulfa lalu menyalimi tangan Erwin.
"Pergi dulu ya, Om."
"Hati-hati di jalan ya, Abid."
Abid tersenyum lalu mulai berkendara. Cukup lama diperjalanan, dan di sepanjang perjalanan Abid memilih diam. Kalau bicara nanti Abid sulit mendengar apa yang dibicarakan.
"Ulfa lesnya disini, Bang." Abid berhenti di tempat yang ditunjuk Ulfa. "Makasih ya, Abang Abid."
"Abang anterin ke dalam ya, abang takut kamu di culik," Ulfa tersenyum.
Abid menggandeng tangan Ulfa lalu mengajaknya masuk. Ini toko buku yang bergandengan dengan kafe di sebelahnya. Di lantai atas itulah ruangan les private.
Saat keluar dari lift.
"Devii!! Aviii!" teriak Ulfa.
"Uuulll!!" sahut Devi heboh.
"Loh, bang Abid?" tanya Avi bingung
"Lah, kalian ngapain?" tanya Abid ikutan bingung.
"Abang ini gimana sih? Kan kita ada jadwal les di sini," jelas Devi. "Kamu kenal bang Abid?" tanya Ulfa.
"Bang Abid itu abang kandung kami, Ul."
"Terus ini kok di luar?"
"Ruangannya lagi dibersihkan, Bang."
Gak lama kemudian, dari pintu lain keluar seorang wanita cantik. Ulfa melihatnya, dan Ulfa mengenal orang itu. "Kak Aciss!"
"Ulfa?" Balqis menghampiri Ulfa.
"Kakak cantik juga di sini?" tanya Devi. "Kamu kenal kakakku?" tanya Ulfa. Devi-Avi mengangguk, "Kami kenal."
"Kamu sama siapa?" Balqis tanya pada Ulfa.
"Bang ganteng," Ulfa menunjuk Abid. Balqis mendongak.
"Eh, k-kak Abid. Makasih udah anterin Ulfa ya, Kak," Abid mengangguk diiringi senyuman. "Lu ngapain disini?"
"Cari buku referensi, Kak."
"Diliat-liat. Abang aku sama kakak kamu cocok kann," bisik Devi pada Ulfa. Abid jadi malu melihatnya, 'gini amat punya adek kejujuran,' batin Abid.
"Tiati diamuk Bang Abid kamu, Dev," bisik Avi pada Devi. Abid tertawa. "Gibahin orang depan orangnya. Udah sana masuk, gurunya dah manggil.
Abid menyetarakan tinggi ketiga anak cantik itu. "Belajar yang bener, kalau udah selesai telepon mama abistu langsung pulang. Oke?" ujar Abid pada kedua adeknya. Mereka mengangguk.
"Kamu juga belajar yang rajin ya, Ulfa," Abid mengacak rambut Ulfa.
"Hihihi.. iya, Bang Abid."
"Masuk gih," mereka bertiga masuk keruangan setelah bersalaman dengan Abid. Seusai melihat mereka benar-benar masuk, Abid menoleh ke arah Balqis. "Lo mau kemana lagi?"
"Mungkin ke kafe bawah, Kak," jawab Balqis. Tiba-tiba Abid menarik Balqis, membuat Balqis terkejut. "Dasar bocil, asal lari aja," ceramah Abid saat anak-anak berlari hampir menabrak Balqis.
Balqis gagal fokus dan menatap Abid. Sepersekian detik dia tersadar. "Maaf tadi reflek. Lo mau ke kafe, kan? Ayok gue temenin sekalian."
Tanpa menunggu jawaban, Abid langsung menarik tangan Balqis. Balqis di belakang hanya mengikuti, jantungnya terasa jedag-jedug. "Keknya aku bisa mati muda deh kalau gini ceritanyaa."
^^^—Revisi^^^
^^^April, 2022.^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
nisafdlla
uuh bakalan liburan bersama tuuh😍
semangat kak
2020-09-22
0
icha.
Astaghfirullah halazim, cuma sepersekian kata napa jd baper bgt😭
2020-09-22
9