...FYI, ini hanya sebuah karangan cerita, tidak sesuai dengan true story. Maaf bila ada kesalahan :)...
... h a p p y r e a d i n g ✨...
...______________________________...
"Lo tanya adek lo, daripada lo berargumen yang aneh-aneh."
Kata-kata yang selalu terngiang dipikiran Abid. Sekarang ia sedang diperjalanan pulang sekolah, tapi Abid tidak ingin langsung kembali ke rumah. Abid pergi ke tempat nge-gym.
Orang lain biasanya jika sedang setres akan ke bar minum-minum atau mabuk-mabukan. Tapi Abid tidak begitu, Abid sayang tubuhnya. Oleh sebab itu, Abid memilih ke gym untuk menyegarkan tubuhnya.
Setibanya di tempat gym, Abid langsung membuka baju SMA-nya. Baju dalaman berwarna hitam pun terpampang dan memberikan kesan yang luar biasa pada Abid.
Disela-sela berlari diatas treadmill. Ada seorang gadis cantik yang menghampirinya. "Kakak di sini juga?" tanya gadis itu.
Abid terkejut. "Lo ngapain di sini, Balqis?" tanya Abid. "Nge-gym, kak, biar sehat." Abid berohria lalu kembali tidak perduli.
"Kakak ganteng ya kalau keringatan gitu. Apalagi kalau pake baju item," kata Balqis yang juga berlari di atas treadmill.
"Udah tau. Gue emang ganteng kok."
"Wahh.. ternyata Kak Abid narsis juga yaa," ujar Balqis sambil cengengesan. Abid tersenyum sepersekian detik.
"Kakak juga ganteng kalau senyum," puji Balqis lagi.
"Iyaa, gue emang ganteng." Balqis cengengesan, begitupun dengan Abid. Tiba-tiba ponsel Abid berdering mengejutkan Abid.
Ranggarev
📞 Lo dimana? Kami diserang sama komplotan Johan.
Abid langsung mematikan ponselnya dan mencari keberadaan mereka. Setelah selesai, Abid pergi dari sana menyusul temannya.
Balqis menghela nafas panjang, "Ditinggal lagi."
...-----...
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Pukulan berkali-kali mengenai orang suruhan Johan. Abid datang disaat yang tepat. Rangga sudah kelelahan, begitupun yang lain.
Abid yang tadinya sedang asik memukuk teringat satu hal. 'Aduh bisa mampuss gue. Di sidang lagi sama ayah nanti, gimana cara berhentikannya ini?' tanya Abid dalam hati.
"Gue hitung satu dua tiga, kita cabut yaa," aba-aba Abid mengode temannya. Mereka mengangguk. Abid mengangkat jarinya menghitung satu sampe tiga setelah itu mereka kabur bersama menuju basecamp.
"Berasa cupu banget gue kabur-kabur begini."
...-----...
"Gilaaa, maen serang aja. Kita gak ada persiapan sama sekalii," kata Tio sambil tergeletak di sofa.
"Ya tapikan jago juga lah," sahut Eldi sembari mengambil minuman.
"Btw, kita tumben kabur?" tanya Rangga yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Abid menghela nafas. "Kemaren gue diringkus polisi, males gue kalau ketangkep lagi," jelas Abid yang merentangkan kedua tangannya sambil berbaring.
"Apaaa?! Lo diringkus?" tanya temannya bersamaan sambil menatap Abid. Abid berdehem santai.
"Kok bisa?"
"Gue dijebak sama anak buah Johan."
"Dijebak gimana? Cerita gak usah setengah-setengah, Bid," dumel Tio kesal. "Waktu gue mau gebukin Johan tu, anak buahnya telepon polisi, jadinya gue yang kena," jawab Abid.
"So? Bokap lo marah lagi?" tanya Rangga.
"Yashh. Bokap gue kasih dua pilihan. Pindah ke sekolah TNI atau gue pindah sekolah ke Amerika."
"Yang bener lo? Jadi lo pilih yang mana?" tanya Eldi.
"Gak tau ah pusing."
"Cukup berat, kalau lo sekolah TNI pasti bokap lo maunya ulang dari awal. Kalau lo ke Amerika.. yaahhh kita beda negara dong," sahut Eldi. Abid mengangguk lalu memejamkan matanya.
"Gak ada pilihan lain?"
"Ada..."
"Apa?"
"Nama gue dicoret dari kartu keluarga."
"Wah wah.. pilihan lo berat-berat banget, Bidd. Kita mo bantu juga gak tau gimana caranya," kata Rangga.
"Gak masalah."
"Lo tadi di mana pas gue telepon?" tanya Rangga.
"Gak usah dijawab, gue tau lo pasti lagi nge-gym," sahut Eldi. Abid mengangguk sambil tersenyum tipis, "Kemana lagi kalau gak nge-gym."
"Untung aja kebiasaan lo kalau pusing itu ke gym bukan ke bar," sahut Tio. "Emangnya lo yang hobi ke bar," ledek Jefri. Mereka tertawa.
"Gue udah tobat, Jep."
"Gak percayaa."
"Skip, skip!"
"Musuh kita makin betebaran. Gue takut kalau gue pergi mereka merajalela, celakain semua anggota keluarga gue. Belom lagi celakai kalian, itu yang gue pikirin dari kemaren." Abid bersuara lagi.
"Stress beneran gue kalau sampe itu terjadi," lanjut Abid memejamkan mata. "Ih bid, kok lo ganteng banget si?" puji Jefri menenangkan Abid.
"Mon maap, gue emang ganteng dari lahir!" sahut Abid bangga. "Dih nyesel gue mujinya!" Abid tertawa kecil.
"Tumben aja lo terbuka?" tanya Tio.
"Gue pusing mau cerita kemana."
"Selama ini?" tanya Eldi.
"Gue pendem ae."
"Goblokkk pake banget emang lo."
"Kalau ada apa apa tu bilang, broo," suruh Tio. Abid berdehem. "Gak ngojol lagi kan gue hari ini. Bolos teross," Abid mengalihkan topik.
"Lah iya bener juga lo. Tapi yaudah, gapapa."
"El, masak Indomie," perintah Jefri.
"Kok gue?"
"Lo yang paling muda."
"Iya deh abang-abang." Eldi mengalah lalu pergi ke dapur memasak Indomie.
For you information; Basecamp Black Blood adalah rumah sepetak yang memuat kamar mandi, tempat istirahat, bahkan ada dapurnya. Perabotan di sana juga lumayan lengkap, ada tv juga untuk menghibur mereka.
"Buat yang enak, El!"
...-----...
"Assalamualaikum," ucap Abid saat memasuki rumahnya. Ia langsung disambut adiknya ramah. "Waalaikumsalam, abang darimana?" tanya Devi. Abid diam lalu menuju kamarnya.
"Bang Abid masih marah..." kata kembarannya Devi, Avi. Mereka kembali ke tontonan televisi.
Di kamar, Abid merebahkan tubuhnya sambil memejamkan mata. Abid bukan ingin tidur, tapi sedang berpikir.
"Gue harus tanya ke mereka kenapa bisa kayak gini. Eh tunggu-tunggu," Abid membuka laptop. Kini terpampang jelas keadaan rumahnya karena Abid memasang cctv kecil di setiap sudut.
"Ayah bunda kemana? Mas Abiyy? Kayaknya pada gak di rumah." Tanpa berlama-lama lagi Abid keluar dari kamar untuk memastikan.
"Bii, ayah-bunda sama Mas Abiyy kemana?" Abid bertanya pada pembantu. "Mas Abiyy kuliah, Bid, tuan sama nyonya ke luar katanya."
"Oh yaudah. Nanti tolong bawakan makanan saya ke kamar, bii." Abid pun kembali ke kamarnya.
"Bang Abid...." Abid berhenti.
"Emmm.. kita berdua mau ajak abang bicara," kata Avi mewakili. "Dimana?" tanya Abid datar.
"Di-di kamar," jawab Devi gugup. Abid berbalik mengikuti kedua adeknya itu. Setibanya di kamar, tidak ada yang berbicara satu pun.
"Gak ada yang mo ngomong, abang pergi."
"Ehhhh tungguuuu....."
Abid menahan diri sejenak.
"Maafin kita, bang, gara-gara kita berdua abang jadi dimarahin sama ayah," kata Devi menunduk.
"Kita gak mau jujur sama yang lain karena orang itu ancem kita. Kalau sampe kita jujur, abang mau di—" Avi menghentikan kata-katanya karena melihat Abid pergi.
Abid berjalan menghampiri tas Devi lalu mencabut sesuatu dari sana. "Sial, kalian di intai. Ini penyadap suara mini," Abid langsung mematikan alat itu.
"Harusnya kalian jujur sama ayah sama bunda. Abang gak masalah kalau abang dibunuh, abang bisa nge-handle itu. Tapi kalau udah gini gimana?"
"Lihat sekarang, semua malah runyam, kan? Abang disuruh ke Amerika atau abang sekolah TNI. Abang malah makin jauh dari kalian dan susah jagain kalian."
"Kami minta maaf bang, bener bener minta maaf," kata Avi dan Devi kompak menunduk. "Abang.. nanti kita berdua bantu bujukin ayah. Kami minta abang tetap tinggal di sini. Avi sama Devi juga gak mau abang kemana-mana..."
"Abang gak yakin, kamu tau sendiri ayah gimana." Abid mensejajarkan diri dengan adeknya. Avi dan Devi langsung memeluk Abid, Abid membalas pelukan mereka.
"Sekarang, kalian kasih tau ke ayah-bunda. Ceritakan yang sebenarnya. Maafin abang, karena abang nyawa kalian dalam bahaya," kata Abid.
"Kalau kita kasih tau ayah-bunda, apa abang gak jadi ke Amerika? Atau abang gak jadi sekolah TNI?" tanya Avi.
"Abang tetap harus pilih salah satu, mungin. Tapi abang pasti jagain kalian dari kejauhan. Jadi, kalian luruskan kesalahpahaman ini, bang keluar dulu mau cari solusi."
"Abangg..." Avi merengek. "Abang jangan kemana-mana ya.. kami takutt..."
"Abang cuma ke kamar," jawab Abid sambil mengelus rambut Avi dan Devi. Tanpa mereka sadari, di luar ada ayah, bunda, Abiyyu yang mendengar pernyataan Avi dan Devi.
"Jadi gimana sekarang? Ternyata bener Abid punya banyak musuh," kata Abiyyu. "Salah satu cara melindungi Avi dan Devi, mengirimnya ke luar negeri."
"Ayah gila? Mereka masih kelas empat sekolah dasar!" kata bundanya kesal. "Mau bagaimana lagi, bunda? Bunda gak mau jugakan mereka kenapa-kenapaa."
"Ayah kirim Abid ke sekolah TNI atau ke Amerika, sedangkan si kembar juga mau ayah lempar ke luar negeri? Bunda gak mau ayah."
"Ayah bingung bunda. Gak ada cara lainnn."
"Pasti ada cara lain, Abid pasti lagi pikirin gimana caranya," sahut Abiyy. Abiyyu pun beranjak menuju kamarnya meninggalkan mereka berdua.
"Semoga Abid ketemu cara lain..."
^^^—Revisi,^^^
^^^April, 2022.^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
mati.
gila thor masih juga awal dh gelut ae_-
2020-08-23
2
🦁 R14n@
mulai suka n semangat ya 👌👍🙏
2020-08-22
1
I'm Saturnus
Cakep ihh lanjut lahh 😭
2020-08-21
2