Javas di sidang oleh kedua orang tuanya sendiri, dan di sana tentu saja ada Arkan. Selaku tersangka yang melaporkan kejadian tadi sore yang terjadi cukup cepat. Arkan tidak ada niat buruk dalam hal itu, niatnya baik karena mau menghentikan kekacauan dan amarah Javas yang sudah meledak-ledak. Tapi akibatnya adalah, ia harus mendapatkan tatapan tajam dari sahabatnya itu.
"Kamu kenapa sampai mukul gitu? Bagus kamu kayak gitu-"
"Kalau dia gak ngatain Layla buat mati, aku juga gak mau mukul dia. Najis!"
Perkataan yang baru saja Javas katakan, itu membuat semua orang yang ada di sana seketika terdiam. Apa maksudnya? Apa Javas mendengar semuanya, itu alasannya dia bisa sejarah itu. Pipi remaja itu juga merah karena sempat mendapatkan pukulan dari ayahnya sendiri, karena tidak mau berhenti juga.
"Dia bilang seperti itu? Kamu mendengar semuanya?"
"Ayah pikir apa? Aku di dalam toilet, tentu saja aku mendengar semuanya. Coba ayah bayangkan sendiri, dia mengatai Layla semua sumpah serapah di sana di saat anaknya sendiri sedang sakit dan di rawat di rumah sakit sudah lumayan lama. Dia datang bukannya untuk menenangkan tapi justru memberikan sumpah seperti itu? Apakah pantas? Jika saja dia di hukum mati, aku jauh lebih puas. Tapi aku jauh lebih senang jika dia ku bunuh-"
"Jangan bicara omong kosong, Javas. Tidak baik-"
"Lalu apakah dia baik? Ayah jangan membelanya terus walaupun dia saudaramu, Layla juga saudara ku dan aku tidak akan membiarkannya menyakiti saudara ku. Jika ayah bisa melakukan itu, aku juga bisa." Tidak, ia juga tidak bisa membiarkan anak itu terus di situasi seperti ini.
Pria itu menoleh ke arah ruangan itu, melihat keadaan gadis itu yang hanya diam di sana sepanjang hari. Ia tidak mengerti semua ini, ia tidak mengerti perasaan keponakannya sendiri. Javas menatap ayahnya dengan senyuman sinis, ia tersenyum penuh miris, dengan keluarganya sendiri. Mereka bahkan setega itu, di satu sisi Layla tidak punya siapa pun. Dan Javas merasa, jika bukan dirinya siapa lagi?
"Kalau ayah sungkan, itu bukan masalah. Biar aku sendiri yang akan melindunginya mulai sekarang, aku tidak mau berdebat. Jika ayah sibuk, pergi saja. Aku merasa ayah tidak akan pernah di butuhkan di sini, bunda juga. Itu terserah, aku muak dengan semua ini. Ternyata aku sedarah dengan orang-orang yang tidak punya hati." Javas langsung masuk ke dalam ruangan itu tanpa mengatakan apa pun lagi setelah itu. Kedua pasangan paruh baya itu menghadapi sikap keras putra mereka sendiri, dengan kesulitan di sana.
Arkan tidak mungkin ikut campur di salam situasi itu, ia memilih diam dan menelaah apa yang telah terjadi sekarang. Apakah seperti ini situasinya dulu? Apakah ini alasannya mengapa Javas selalu enggan mengikuti pelatihan? Karena dia sibuk menjaga Layla saat itu.
Baiklah, Arkan mungkin mulai mengerti dengan situasi ini. Hanya saja ia masih belum bisa berpikir setelah kejadian tadi sore, apa yang pria itu katakan dengan apa yang dia lakukan. Semuanya di luar keadaan yang sering Arkan duga, mungkin ia salah mengerti. Kehidupan ini tidak sepenuhnya sama dengan apa yang di inginkan, akan ada masa di mana semua impian itu akan hancur seketika.
"Mungkin gw salah menilai seseorang, gw salah bertindak. Seharusnya gw gak kayak gitu... "
...◇◇◇...
Semenjak itu Arkan sering sekali menghampiri Layla, entah dia berangkat atau pulang sekolah. Tentu saja ketika Arkan tidak bisa menemani gadis itu, penggantinya adalah Arkan. Sampai-sampai Layla kebingungan dengan kehadiran Arkan yang selalu ia temukan. Layla juga sering menegur pemuda itu, dan mengatakan jika semua itu tidak perlu dia lakukan. Tapi ada satu kalimat, sekaligus penjelasan yang dia katakan sukses membuat Layla tertegun.
"Gw mau ada di samping lo setiap saat, sampai kapan pun dan selalu. Jadi kalau lo butuh sesuatu gw ada, gw mau lo kenal gw dan gw juga begitu,"
"Lo lakuin ini karena lo pengen gw maafin kan? Okey oke, gw maafin lo sekarang dan berhenti-"
"Bukan karena minta maaf, tapi itu juga salah satu. Tapi gw gak mau itu, gw mau lo jadiin gw tempat bersandar, seenggaknya waktu lo cape lo bisa cari gw. Gw gak di suruh Javas atau siapa pun, ini karena gw yang mau. Boleh? Gw jadi rumah kedua lo yang masih utuh?"
Dan setelah itu, Layla tidak bisa mengelak. Gadis itu tidak pernah lagi menegur Arkan karena dia selalu ada untuknya, justru Layla merasa ada teman dekat. Bahkan dari itu, ia sangat nyaman dengan keberadaan Arkan sekarang di sampingnya dan juga, jangan lupakan Javas.
Layla tidak lagi merasa kesepian, walaupun di sisi lain ia akan merasa begitu. Gadis itu tetap sama, bersikap seolah tidak ada yang terjadi padahal dia menyembunyikan banyak hal. Arkan tidak bisa di bohongi, dan Layla terlalu pintar berbohong.
"Lo sakit apa?"
"Gak, gak ada. Gw gak apa-apa, jangan sok tau-"
"Gw tau lo masuk uks lagi, sekarang lo lagi mikirin sesuatu? Ada masalah?" Arkan terus memberikan segudang pertanyaan yang membuat Layla terkadang frustasi.
"Gak ada, jangan mikirin itu." Arkan terdiam di sana, dia menyerah mencari tahu tentang masalah itu. Setidaknya ia tahu sesuatu yang menjadi inti permasalahanya, lantas pemuda itu mengeluarkan minuman botol yoghurt di dalam tasnya dan memberikan minuman itu kepada Layla.
"Apa?"
"Apa? Apanya? Minum aja, gw sengaja beli itu tadi di indomaret. Lo gak suka strawberry, makanya gw beliin yang jeruk aja. Lo suka jeruk?"
Dia tau? Ucapnya dalam hati seraya menatap ke arah Arkan, sampai di mana dia mulai tersenyum di sana. Ternyata masih ada yang perduli kepadanya bukan? Apakah ia harus bertahan untuk dua orang sekarang? Javas dan, Arkan?
"Lo-"
Suara telepon berdering membuat Layla mengurungkan niatnya untuk bicara, ia mendapati Arkan tengah mengangkat panggilan suara seseorang dan tiba-tiba saja. Seorang perempuan datang, itu membuat Layla reflek berdiri di sana dan di sana juga Arkan nampak kebingungan.
"Lo kenapa sampek sini?"
"Arkan? Sebenernya aku mau ngomong ini sama kamu, tapi kamu selalu di suruh Javas buat jagain dia. Jadi aku gak sempat... " Layla mengerutkan alisnya, apa? Javas?
Layla menatap punggung Arkan, dengan tatapan berharap. Apakah firasatnya akan terjadi setelah ini? Arkan bilang dia menjaga Layla karena dia ingin sendiri, bukan karena suruhan siapa pun atau termasuk Javas. Gadis itu kebingungan, dan di saat ia mendengar kalimat keluar dari mulut gadis itu. Itu membuatnya membeku seluruh badan.
"Mau jadi pacar ku gak? Aku suka sama kamu udah lama banget, aku juga takut ngomongnya. Tapi sekarang aku udah berani, jadi gimana? Arkan? Kamu mau gak?" Arkan tiba-tiba saja membeku di tempat, setelah itu pikirannya sudah tidak lagi terisi dengan sosok di belakangnya.
"Arkan?" Layla berdiri di sana, satu langkahnya hendak menghampiri pemuda itu. Namun, satu kata yang membuatnya tidak bisa lagi berkata apa pun.
"Gw mau... "
"Beneran?! Wah! Makasih!"
Layla terdiam di sana, bahkan botol yang sempat ia genggam dengan erat itu terjatuh di atas tanah. Apakah ini yang akan ia rasakan? Ia berharap semua ini tidak akan pernah terjadi, tapi mengapa?
"Arkan, lo bohong... " Di sana air mata itu menetes, dan tepat di saat air mata itu jatuh di atas tanah, angka jam seketika maju dengan cepat.
...◇◇◇...
6 Mei 2024
Kedua matanya seketika terbuka di ruang inap, ia menoleh ke segala arah. Melihat keadaannya sekarang ia seketika teringat dengan apa yang sudah terjadi, bayangan tragedi mengenaskan kembali terekam di dalam kepalanya. Di sana Arkan langsung menoleh ke arah pintu, ia bersedih dan melepas paksa infus di tangannya. Tidak perduli darah terus menetes di sana sampai darahnya habis, sungguh ia tidak perduli dengan itu.
Arkan berlari dengan salah satu kakinya yang masih terluka karena kecelakaan saat itu. Dan sekarang ia berdiri, dengan kedua kakinya yang sudah sangat lemas bukan main. Di sana ia mendengar orang-orang tengah membicarakan sesuatu yang sangat tidak ingin ia dengar sama sekali.
"Lagi trending di x nih, katanya penulis After Story meninggal ya? Kasihan ya,"
"Iya, dia di rumah sakit ini kemarin. Sempat di operasi tapi gagal, meninggal kemarin. Kata orang juga yang lihat, dia nyelametin orang terus gitu deh. Beruntung sih yang di selametin sama dia, baik banget,"
"Iya baik banget, semoga aja dia bahagia di sana ya? Gw baca novelnya isinya nangis semua, jadi sedih gw."
Arkan menoleh ke arah empat anak remaja itu di sana, dia menghampiri salah satunya membuat mereka kebingungan. Apa lagi kondisi Arkan yang sangat memprihatinkan, bagaimana tidak orang bertanya-tanya tentang kondisinya sekarang?
"Eh? Kak? Itu berdarah-"
"Penulis siapa yang lo maksud?"
"Hah? Oh itu, ini di x. Kakak gak tau?" Arkan melihat satu artikel bahkan sampai artikel berita di aplikasi itu, ia hanya diam membeku di tempat ketika ia melihat apa yang terjadi. Di sana bahkan rekaman CCTV juga tertera, bahkan meliputi segala di pemberitaan di aplikasi itu menjadi trending topik di sana.
"Dia-"
"Iya, kak Lala. Dia penulis favorit saya kak, saya sedih banget makanya ikut kasih hastag juga."
"Gak mungkin... "
"Eh? Kakak kenapa? Tolongin dong! Kak?!" Semua orang seketika mengerumuni Arkan yang sudah ambruk di atas lantai rumah sakit, dengan tangannya yang berlumur darah.
Dika dari jauh berlari menyusul, mengejar Arkan yang melarikan diri dari ruang inapnya saat ini. Bersama salah satu dokter di sampingnya, Arkan langsung di bawa ke ruangannya kembali untuk melanjutkan pemeriksaan setelah itu.
Di satu sisi, di atas meja belajar itu terlihat buku diary yang terlihat sketsa seseorang yang sudah jadi dan belum terlihat. Tapi dapat di kenali siapa yang ada di dalam sketsa itu, di sana juga ada satu foto bersama di sana. Foto Arkan dan Layla saat kelas 9 SMP, tepat di mana Layla mulai menerima kehadiran Arkan saat itu. Bersamaan dengan gelang manik-manik warna-warni di atas meja itu juga muncul.
...Gw pengen kasih hasil gambar ini ke lo, tapi gw takut. Gw takut kalau lo ternyata udah ada hati yang harus di jaga, gw tau, gw gak seharusnya suka sama lo. Tapi ini semua salah lo, seharusnya lo juga gak usah datang di kehidupan waktu itu. Dan sekarang lo sama orang lain di saat gw udah sesuka itu sama lo, maaf ya... Maaf karena gw masih suka sama lo... '...
...◇◇◇...
Dika berada di ruangan itu menunggu temannya tersadar dari tidurnya selama beberapa jam setelah dia kabur dari kamar inapnya sendiri. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi, semuanya sudah kacau dan bahkan kekasihnya sendiri sudah sangat terlalu banyak menangis. Karena kepergian gadis itu, kenyataannya membekas untuk banyak orang di sekitarnya. Hidupnya terlalu tertutup, sampai senyumannya saja mampu menutupi segalanya.
Sampai di mana ia menyadari jika Arkan sadar dari pingsannya karena terlalu banyak yang di pikirkan dan juga terkejut dengan apa yang sudah terjadi. Dika hampir saja pergi dan berniat akan memanggil dokter. Namun, pria itu menahannya untuk tidak pergi kemana pun dari sana. Terlihat tatapannya sayu nya, seolah meminta sebuah penjelasan.
"Ar, gw gak mau bikin lo terpuruk buat saat ini dan-"
"Ini beneran?" Dika hanya terdiam di sana dan enggan mengatakan sesuatu. Membayangkan apa yang sudah terjadi, itu membuatnya ikut merasa terpuruk juga.
"Gw-"
"Jadi lo udah tau semuanya? Tapi kenapa lo gak kasih tau ke gw aja-"
"KARENA DIA NGELARANG GW! KARENA DIA GAK MAU MAKSAIN RASA SUKA DIA KE LO!!" Suaranya meninggi bersamaan dengan emosionalnya saat ini.
Dika tidak dapat menahan perasaan itu lagi, mungkin seharusnya Arkan tahu semuanya. Pria yang jarak usianya 5 tahun darinya saat ini tengah melamun, memikirkan segalanya yang mungkin tidak akan sanggup dia pikirkan saat ini. Arkan mencoba bangun dari tempat tidurnya, tiba-tiba saja Dika mendorongnya agar tetap berbaring di bangsalnya.
"Mau kemana lo?"
"Gw mau ketemu sama dia, mas-"
"Dia udah dikuburkan, lo gak akan bisa liat dia lagi... Gak akan bisa... " Air matanya itu menetes bersamaan dengan perasaan hancur yang jelas nyata itu.
"Ke-kenapa? Kenapa dia harus mati? Harusnya gw-"
"Udah, udah Arkan! Udah!" Dika memeluk Arkan dengan erat, pemuda itu menangis dan meraung keras seolah ia benar-benar menumpahkan semua perasaan sedihnya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments