Persahabatan yang hancur karena sebuah permasalahan yang seharusnya bisa saja di hindari, tapi ego selalu menang dalam segala hal. Persahabatan yang di bangun selama bertahun-tahun itu hancur hanya karena seorang laki-laki. Betapa konyolnya kejadian itu.
Fatma berlari ke arah Layla dan memeluk gadis itu, sepertinya ia terlambat dalam segala hal. Bahkan sampai detik ini ia selalu terlambat, padahal ketika ia butuh, sedetik itu pun Layla akan datang dan sudah ada di depannya.
"Maaf, gw terlambat banget ya?"
"Siapa? Gak ada yang terlambat, gw yang gak pantes-"
"Jangan dengerin apa yang dia omongin, itu semua gak bener. Gw tau, kita temen dari kecil, kita udah saling tahu satu sama lain, iyakan?" Fatma mencoba meyakinkan Layla saat ini, mungkin semua ini akan terlalu lama di lupakan.
"Menurut lo gitu?"
"Iya, semua itu pasti gak bener. Mereka cuma sama lo, karena mereka gak bisa ada di posisi lo." Tidak ada respon dari gadis itu, ia masih terdiam bahkan sampai ia sudah berada di rumah sekali pun.
...◇◇◇...
Arkan mencoba mencari tahu segalanya, untuk menyelesaikan semua ini ia juga harus mencari inti permasalahannya bukan? Pria itu membongkar segalanya yang ada di dalam rumahnya, tapi tidak ada yang bisa ia temukan.
Ia menoleh ke arah kalender, ia ingat segala kejadian yang menimpanya di masa lalu. Ingatannya terlalu tajam untuk sekedar mengingat tragedi dan tanggalnya. Arkan terduduk di atas lantai, ia tidak boleh menyerah semudah ini, atau jika tidak masa depan akan tetap sama saja. Ia akan tetap kehilangannya, kehilangan seseorang yang menerima dirinya.
Arkan beranjak dari tempat duduknya dan hendak keluar kamar, tapi secara tiba-tiba ponselnya berdering menunjukkan panggilan secara tiba-tiba di sana. Arkan tidak terlalu suka panggilan suara, lantas ia menolak telepon itu dan chat pun keluar dari sana. Yogi? Ia mengenal pemuda itu, yang ia tahu dari Javas adalah dia satu kelas dengan Layla. Dan Javas juga bilang, jika dia menyukai Layla juga.
"Cowok sialan itu lagi, kenapa dia harus satu kelas sama Layla? Merepotkan!"
Arkan berlari keluar rumah, kedua orang tuanya tidak ada jadi ia bisa keluar rumah kapan saja. Pemikiran buruk di usia remajanya itu. Arkan memeriksa ponselnya lagi, dan kemudian melirik sepeda yang ada di depan rumahnya. Lantas ia memakainya, tidak perduli jika ayahnya marah-marah karena sepeda kesayangannya ia pakai.
Di sisi lain, seorang gadis menunggu seseorang di lapangan basket. Sudah sejak tadi seseorang yang di tunggu tidak kunjung datang juga, gadis itu terus berada di sana.
"Mana sih lama banget, pulang aja kali ya?" Dia pun hendak melangkahkan kakinya pergi dari sana, dan beberapa orang datang di sana.
Ternyata dia sudah datang, bersama yang lain. Dan tujuan gadis itu datang adalah melihat seseorang berlatih bermain basket di sana, dan dia dengar sendiri jika akan ada pertandingan antar sekolah. Mungkin dengan sekolah sebelah? Tapi entah lah.
Giano, dia pemimpin di sana. Padahal di sekolahan dia sangat pendiam dan seolah tidak bisa apa-apa kecuali mengandalkan ketampanannya. Tapi kenyataannya dia bisa dalam hal bidang olahraga basket, hanya saja tidak ada yang sadar saja. Hanya beberapa saja yang tahu, apa lagi sekolah sebelah.
Berjumlah kan 10 orang di sana, 5 orang pemain inti dan 5 orang lainnya cadangan jika ada yang cedera. Dan di susul dari sekolah lawan, mereka datang. Tanpa harus menunggu lama di sana dengan cuaca yang akan turun hujan, bukannya suasana ini pas sekali untuk bermain basket?
"Gw kira lo bakal takut,"
"Mulut lo ye, buat apa gw takut sama lo?" Ucapnya dengan nada sombongnya, Giano lantas tersenyum tipis dan berjalan ke arah Javas.
"Kalau gw menang, gw dapet apa?"
"Tergantung-"
"Kalau sepupu lo aja gimana?" Javas langsung menatap dengan tatapan tajam, ia hendak menghantam Giano. Namun, beberapa yang lain menahannya agar tidak terjadi kerusuhan.
"Maksud lo apa?! Dia sepupu cewek gw, jangan main-main lo!"
"Sedikit main, gw suka sama dia. Apa gw salah?"
"Langkahin gw dulu sebelum lo nyentuh dia."
Suara familiar itu membuat beberapa orang di kursi penonton termasuk pemain menoleh, pemuda itu datang tanpa di duga dengan segala persiapan yang ada. Tatapannya tajam menusuk, seperti sangat emosi dengan ucapan Giano tadi
"Lo?"
"Kenapa? Kaki lo tremor karena gw masuk pertandingan lo sama Javas? Gw yang akan maju, lo mundur aja, Vas."
Javas tentu saja protes dengan keputusan Arkan yang begitu tiba-tiba itu. Namun, ia tidak ada pilihan lain. Karena memang dari segi badan tentu saja Arkan yang mampu mengimbangi, walaupun biasanya Arkan lebih jago bermain futsal, dia tidak pernah terlihat bisa bermain basket. Tapi tidak ada salahnya untuk percaya bukan?
Dan sepertinya Giano lebih suka jika berhadapan dengan Arkan ketimbang dengan Javas. Mungkin dia akan mendapatkan lawan yang unggul, walaupun Javas juga ahli dalam hal bermain basket, tapi dari segi badan dia tidak bisa mengimbangi.
Dan pada akhirnya permainan itu di mulai, bola basket itu memantul ke sana kemari berpindah-pindah tangan setiap waktu, dengan semua orang yang saling menghalangi dan saling melempar bola itu. Giano tertegun saat ia berhadapan dengan Arkan, yang sekali memegang bola dan langsung melempar ke arah rings, langsung tepat sasaran. Skors yang semakin meningkat.
Giginya menggertak, ia tidak bisa terus begini. Walaupun tindakannya sangat salah, ia yakin Layla pasti akan membencinya jika saja gadis itu tahu dengan semua ini. Cepat atau lambat pasti akan ketahuan bukan? Tidak ada yang harus di sembunyikan di sini.
Bahkan gadis itu sendiri datang bersama temannya, menyaksikan sepupunya hanya duduk dan melihat pemuda yang sebelumnya memeluknya tempo hari. Melihat pertandingan nampak sengit, apakah ini hanya latihan biasa.
Tepat di mana bola itu melayang beberapa kali dan selalu masuk rings, Arkan sukses mendapatkan skors paling tinggi dan itu membuat Javas merasa lega. Tapi di lain sisi Yogi kesal, karena ia kalah dengan sekolah sebelah yang tidak sebanding itu. Tatapan matanya bertemu dengan seseorang yang membuatnya terkejut.
"La?"
Javas secara reflek menoleh ke arah di mana Giano melihat, dan benar saja sepupunya datang bersama temannya atau lebih tepatnya kakak kelas. Layla nampak memasang ekspresi wajahnya datarnya di sana, dengan bekas tembam di pipi sebelah kanannya yang membuat Javas tertegun. Ada apa dengan saudaranya itu?
Arkan bahkan tidak bisa melepaskan pandangannya dari Layla, sedetik pun tidak bisa ia berpaling. Penampilan berantakan itu, ada apa? Layla melangkah maju ke depan, masuk ke lapangan itu menghampiri seseorang. Arkan hendak mengatakan sesuatu, tapi kenyataannya Layla melewati dirinya begitu saja dan menghampiri Giano yang masih berdiri di sana. Arkan menoleh, melihat gadis itu berdiri di depan Giano.
"La? Lo kenapa bisa ada di sini?"
Satu pukulan di layangkan olehnya tepat mengenai wajah Giano, pemuda itu hanya diam dan sepertinya tidak terkejut dengan pukulan itu dengan posisi ia tidak siap dengan pukulan itu. Orang-orang tidak percaya dengan apa yang mereka lihat sekarang, seorang famous sekolah di tampar oleh gadis bar-bar?
"Gw kira lo baik... " Giano hanya diam di tempat, menatap gadis yang jauh lebih pendek di depannya itu menatapnya dengan tatapan benci, tertuju kepadanya.
"Maaf-"
"Jangan lo deket-deket gw, gw gak sudi ada sampah di kehidupan gw, enyah lo!"
Layla langsung pergi dari sana dengan amarah yang masih tersisa di dalam hatinya, ia pulang dengan rasa kecewa yang besar. Arkan bahkan bisa melihat itu, pasti ada yang terjadi kepada Layla? Tapi ia tidak tahu jelas apa yang sudah terjadi kepadanya.
Gadis itu pergi bersama temannya, menggunakan kendaraan beroda dua mereka pergi begitu saja. Tanpa permisi atau bahkan ucapan sampai jumpa, seolah mengibarkan bendera permusuhannya sendiri. Javas menunduk, ia bahkan sempat mendapatkan tatapan amarah dari saudaranya itu.
"Bubar, pertandingan selesai. Dan lo, ini yang lo mau kan? Selesai? Jadi pulang semuanya, hari mau malam." Javas langsung pergi dari sana, dia akan pergi ke rumah saudaranya itu untuk memastikan sesuatu.
"Gw anter pulang ya-"
"Gw gak mau pulang, bawa gw ke mana aja asal jangan pulang dulu. Gw males di rumah..."
Fatma cukup tahu dengan ucapan Layla itu, ia menyetujui permintaan sahabatnya itu dan pergi ke tempat lain, selain rumah. Layla sudah kehilangan segala tenaganya saat ini, ia bersandar di bahu Fatma di tengah perjalanan mereka itu, bahkan tanpa sadar gadis itu menutup mata dengan air matanya yang keluar tanpa izin.
"Aku cape tuhan..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments