"Lo gak ikut latihan?" Javas menghalangi acara Arkan yang beberes di sana, ia merasakan semua ini aneh di pandangannya. Biasanya Arkan ambisius dalam hal futsal, kenapa dia tiba-tiba begini?
"Gw ada urusan, gw harus balik..."
"Urusan? Gak biasanya lo absen latihan kayak gini, kasih tau gw apa alasannya? Gw udah jauh-jauh dari rumah loh, gak komplit gini."
Javas memang jarang latihan karena rumahnya terlalu jauh dari sekolah, kalau di pikir-pikir lagi Javas sudah terlalu effort untuk datang dan latihan. Sekedar meluangkan waktu juga tidak, justru ia menyerahkan semua waktunya untuk latihan, tapi kenapa malah Arkan yang absen? Menyebalkan bagi Javas yang sudah rela sampai sana.
"Gw serius, gw ada urusan-"
"Javas!" Kalimatnya terpotong karena suara seorang perempuan yang terdengar familiar di telinganya.
Javas yang awalnya memasang wajah suram seketika berubah menjadi seseorang yang lembut, pemuda itu menatap ke arah Arkan untuk tetap di sana sedangkan Javas pergi menghampiri seseorang yang memanggilnya itu. Semua orang langsung menatap ke arah orang yang baru saja datang itu, Arkan berusaha bersikap biasa saja saat ia mendengar suara itu.
Sampai di mana ia memberanikan dirinya untuk menoleh ke arah belakang, tepat di saat itu tasnya terjatuh ketika ia melihat perempuan itu. Dia tengah mengobrol dengan Javas seraya memegang tas bekal di tangannya.
"Gw udah bilang jangan repot-repot, bilang sama bude buat gak terlalu merepotkan diri,"
"Yaelah, makanan doang. Katanya lo latihan makanya gw ikutan dateng aja, gw mau liat seberapa jago lo main futsal dari gw." Javas terkekeh, melihat wajah sombong saudaranya itu.
"Iya iya, lo calon atlet lari estafet. Kalah deh gw kalau soal itu, tapi inget gw udah jago jangan samain gw sama waktu bocah dulu."
Gadis itu nampak tersenyum ramah kepada Javas, yang sekarang Arkan baru ingat jika Javas dan gadis itu apakah sepupu. Mereka saudara jauh, mereka ternyata saling mengenal? Kenapa saat itu mereka berdua nampak asing?
"Lo mau di sini dulu?" Javas mengambil tas bekal yang saudaranya pegang itu, mengalihkan beban.
"Iya, gw penasaran aja sebenernya. Lo gak keberatan?"
"Hmm, gak apa-apa sih. Lo cuma boleh teriakin gw doang, jangan yang lain, inget!" Dia mengangguk dan berjalan ke arah bangku penonton. Javas melihat keadaan Arkan sekarang, dia bersikap aneh lagi.
"Lo kenapa? Lo gak jadi balik kan?" Javas memastikan Arkan tidak akan pulang, bukannya egois. Ia hanya mau berkumpul dengan teman-temannya, karena dirinya yang paling jarang berkumpul karena faktor rumah yang paling jauh di sana.
Arkan menatap ke arah Javas, ia mengambil lagi tas yang sempat ia jatuhkan dan melemparnya ke arah kursi panjang di pinggir lapangan itu. Javas tersenyum dengan itu, ia sangat puas dengan keputusan Arkan yang membatalkan rencananya.
"Gw gak jadi pulang... " Ucapnya seraya melirik ke arah sosok yang meninggalkan dulu, ia melirik ke arah sosok gadis di sana yang merupakan Layla.
Javas tidak menyadari itu, dia menepuk bahu temannya itu seraya tertawa puas. Mereka pun kembali bermain futsal seperti biasanya, dengan tim yang sudah di bagikan untuk latihan sementara. Di sana Javas terlihat dominan dari yang lain, dia menyombongkan bakatnya kepada sepupu jauhnya itu. Karena dirinya dulu selalu kalah dalam hal bermain bola, sampai menangis saking tidak terimanya ia di kalahkan oleh seorang gadis.
"Ayo Javas! Kalah aja lo!"
"Ck! Sialan saudara satu." Walaupun dia mengumpat, masih sempat dia menyelipkan senyuman di sana. Karena ia tahu tujuan Layla bukan untuk menjelekan dirinya.
Layla berteriak ke arah Javas, tapi yang tidak fokus justru Arkan. Dia terus mencuri-curi pandangan ke arah gadis itu, yang membuatnya teringat akan kejadian saat itu. Di mana ia melihat gadis itu berdiri di depannya dan bersamaan dengan tabrakan saat itu.
Entah kenapa ingatan itu membuatnya merasakan pusing yang luar biasa menyakitkan sekarang, pandangannya mendadak kabur. Tepat di saat ia hanya diam di sana, sebuah bola melayang ke arahnya dan ia tidak bisa terlalu jelas melihat di sana. Dan bola itu menghantam kepalanya, itu sukses membuatnya ambruk di atas rerumputan itu bahkan pandangan terakhirnya adalah, gadis itu berlari ke arahnya.
"Arkan!"
...◇◇◇...
"La, lo bisa di sini sebentar jagain temen gw? Gw mau nyari obat dulu sama air minum,"
"Yaudah, cepetan tapi." Javas hanya mengangguk mengiyakan saja, kemudian dia pun berlari keluar dari tempat latihan itu. Meninggalkan sepupunya yang akan menjaga Arkan yang mungkin tengah tidak baik-baik saja.
Javas menyalahkan dirinya sendiri karena keegoisan yang ia punya, kenapa harus memaksakan Arkan. Dia mungkin ingin pulang karena dia merasa sedang kesakitan, Javas mengutuk dirinya sendiri setelah ini.
Di satu sisi, Layla tengah duduk di kursi yang agak jauh dari tempat di mana Arkan berbaring. Ia tidak terbiasa dengan seorang laki-laki, apa lagi yang tidak ia kenal. Layla terlalu menyepelekan sosok laki-laki di dalam hidupnya, terkecuali adik laki-lakinya dan saudara dekatnya saja, sisanya bejat di matanya. Ia terdiam di sana, tidak melakukan apa pun tapi di sisi lain ia penasaran dengan keadaan Arkan. Sebenarnya tidak tega jika membiarkan Arkan seperti itu.
Layla berdiri dari tempat ia duduk sebelumnya dan mendekat ke arah Arkan, menyentuh keningnya yang ternyata demam. Gadis itu berusaha melakukan sesuatu, ketika ia melihat satu teko berukuran sedang terisi es teh. Di sana ada balok es batu yang lumayan besar di sana, ia punya ide untuk melakukan sesuatu.
Gadis itu mengambil es balok itu dari teko, dan menaruhnya di kain. Membuatnya seperti kompres air dingin, dengan idenya yang terlihat konyol itu dia melakukannya. Layla kembali berdiri di depan Arkan, dan menaruh kain yang di dalamnya terdapat es batu itu di atas kepala pria itu.
Dengan perlahan ia melakukannya, kain itu berubah menjadi dingin dan menyentuh tubuh dengan suhu tinggi itu. Beberapa menit dia melakukan itu, dengan usahanya agar demamnya turun. Di saat itu juga Arkan mulai membuka matanya, menemukan sosok yang ia cari.
Layla masih tidak menyadari karena dia terlalu fokus dengan niatnya itu, Arkan terus memandangi wajah Layla dari bawah, dan bayangan kecelakaan itu masih menghantui dirinya. Sampai air matanya menetes, kesedihannya masih terbawa sampai sekarang padahal di depannya sudah ada seseorang yang mirip di masa lalu. Arkan meraih tangan mungil itu dengan perlahan, itu cukup membuat Layla sadar jika Arkan sudah bangun.
"Lo udah bangu-"
"Lo hidup... "
Ia tertegun saat melihat laki-laki itu menangis di depannya, menggenggam tangannya dengan erat seolah ia takut kehilangan untuk kedua kalinya. Layla tidak bisa bergerak, badannya seolah membeku di tempat. Melihat seseorang yang ia lihat sosok yang dingin, tiba-tiba saja menangis di depannya?
"Lo kenapa-" Arkan tanpa sadar memeluk Layla secara tiba-tiba, pelukan yang erat. Seolah dia tengah merindukan seseorang saat ini, Layla tidak tahu harus bagaimana lagi.
Gadis itu terdiam di tempat, ia tidak tahu kenapa Arkan bisa memeluknya. Sampai di mana Layla memaksa Arkan untuk melepaskan pelukannya itu, kemudian berdiri tegak. Melemparkan kain berisikan es batu itu ke arah Arkan, dengan raut wajah penuh kemarahan.
"Sopan lo meluk-meluk gitu? Risih gw gila! Kurang ngajar lo! Anjing!"
Gadis itu langsung pergi meninggalkannya dengan amarah yang menguasai, bahkan dia tidak memperdulikan Javas yang baru saja kembali. Ia kebingungan dengan sikap Layla yang sepertinya sangat marah, apakah dirinya terlalu lama?
Javas melihat ke arah Arkan yang sudah terduduk lemas di sana, dengan wajah pucat, sekaligus air mata? Ada apa dengan Arkan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments