chapter 4

Mentari di pagi ini terasa sangat cerah dan hangat. Membuat semua orang yang terkena sinarnya merasa bersemangat dan bahagia. Termasuk aku yang pagi ini dengan semangat menyiapkan perlengkapan untuk menangkap tikus tikus itu.

" selamat pagi nona " sapa Sebastian yang baru keluar dari rumah rumahannya.

" pagi juga Sebastian " aku tersenyum melihatnya yang menghampiri ku.

" kau sepertinya semangat sekali ? apa ada misi baru ? " tanya nya memperhatikan ku yang tak bisa menyembunyikan senyuman di wajah ku.

" coba tebak ? " aku membuka laptop, memperlihatkan layar berisi data yang sudah aku pisahkan pasa Sebastian.

" kau menemukan mereka ? " tebak nya. Aku mengangguk semangat,

" akhirnya aku menemukan tikus tikus itu, aku sendiri hampir tidak percaya. Hari ini aku berencana mulai menangkap mereka satu persatu " aku tersenyum lebar membayangkan aku akan segera bertemu mereka lagi.

" aku ikut ! " ujar Sebastian semangat.

" eh ? tumben. Biasanya kan kau lebih suka diam dan main dirumah " aku menatap kucing ku itu penuh selidik.

" ayolah.. ajak aku ya ? " Sebastian memelas, dia menempel nempel kan tubuh nya pada kaki ku. Aku pura pura berpikir,

" sebelumnya beri aku alasan yang menarik kenapa aku harus mengajakmu " ujar ku memberi syarat. Untuk kali ini ku rasa aku tidak bisa membawanya, bagaimana jika terjadi sesuatu yang tidak ku inginkan ?

" kenapa aku harus memberimu sebuah alasan ? apa kau lupa ? " tubuh Sebastian tiba tiba diselimuti gumpalan awan gelap. Aku menelan ludah, tak percaya dengan apa yang dilihat oleh mata ku. Sosok kucing imut itu kini berubah menjadi sosok bayangan hitam yang menyeramkan.

" kau membuat perjanjian denganku bukan ? " ujar Sebastian mengingatkan. Wajahku pucat pasi,

" b- bukankah itu hanya mimpi ? "

Sebastian tertawa kecil,

" mimpi ? jadi kau pikir masuknya kau ke dalam Maximus adalah sebuah kebetulan ? " Sebastian yang masih dalam wujud sosok hitam itu melangkah mendekat, membuatku refleks mundur dua langkah.

" lihat ? kau selalu saja takut dengan sosok asli ku, itulah kenapa aku menampakkan diriku di depanmu sebagai seekor kucing yang imut " entah bagaimana ia melakukannya, dalam sekejap sosok hitam itu menghilang digantikan seekor kucing hitam yang duduk dengan santainya menatapku yang masih shock.

" tentu saja aku harus ikut dan memastikan mu baik baik saja kan ? " kucing itu menyeringai tipis menatapku yang masih sedikit terkejut dengan perubahan nya barusan.

" maaf, nona. Aku tak bermaksud menakuti mu, tapi kurasa sudah saatnya kau harus tahu " Sebastian melangkah mendekati ku.

" tenang saja, aku tidak akan melukai mu. Aku tetaplah kucing mu yang imut kok " dia menggesek kan tubuhnya manja di kaki ku saat menyadari tatapan ku yang masih sedikit takut.

J- jadi itulah alasannya kenapa dia bisa bicara ! karena dia bukan kucing, tapi iblis ! iblis yang pernah membuat perjanjian denganku. Aku memang merasa ganjil dengan kemampuannya yang bisa berbicara, tapi kenapa aku tak pernah menyadarinya ?!

" hey, nona ? " panggil Sebastian menyadarkan ku. Aku menunduk menatapnya,

" ayo kita berangkat "

Ah, aku hampir lupa soal itu. Kenapa semangatku memburu tikus tikus itu tiba tiba hilang saat aku menghadapi ketakutan ku ? apa aku akan bisa menangkap mereka jika ingatan masa lalu itu muncul saat aku bertemu mereka ? baiklah, kita lihat saja nanti.

Aku memasukkan Sebastian ke dalam ransel khusus kucing, kurasa aku harus mengajaknya. Siapa yang tahu apa yang akan terjadi ? mungkin dia bisa membantuku jika aku butuh bantuan.

\*\*\*\*

Pesawat baru saja mengudara beberapa menit yang lalu, tapi kucing hitam itu sudah melingkar kan tubuhnya membentuk bola, bersiap untuk tidur. Aku tersenyum tipis, melihat tingkahnya yang imut sejenak dapat membuat ku lupa bagaimana sosok aslinya yang beberapa saat lalu ditunjukkan oleh nya padaku. Aku menatap pemandangan di luar jendela. Langit biru, awan putih, daratan, dan lautan. Semua nya terlihat indah, harusnya aku bisa menikmati pemandangan itu dengan santai. Tapi entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang mengganjal pikiranku, dan aku tak tahu apa itu.

Apa aku takut ? takut bertemu dengan kepingan masa lalu kelam ku ? takut jika dendam ku terbalaskan dan aku harus menepati perjanjian ku dengan Sebastian ? ada apa ? ada sesuatu yang membuatku gelisah, tapi apa ?

Aku mengusap wajah ku, menatap langit langit kabin pesawat.

" rileks, nona. Tenangkan dirimu "

Aku menoleh menatap Sebastian yang berbaring di kursi sampingku,

" haha apa maksud mu Sebastian ? "aku tertawa kikuk.

" tak perlu menutupi nya, nona. Aku bisa mencium kegelisahan mu bahkan dari mimpiku " Sebastian menatapku dengan iris hijau emerald nya. Entah hanya perasaanku saja atau bagaimana, aku merasa seolah kucing itu bisa membaca isi pikiranku dengan hanya menatap matanya yang misterius itu. Aku mengalihkan pandanganku, tak ingin berlama lama menatap iris misterius milik Sebastian. Kabin pesawat sesaat diselimuti keheningan,

" hey, boleh aku bertanya sesuatu ? "

" tentu saja, silahkan nona " Sebastian membenarkan posisi duduknya, menebak apa yang ingin ku katakan.

" kenapa harus kucing ? " tanyaku hati hati.

" eh ? " Sebastian menatapku tak mengerti.

" kenapa kau memilih wujud kucing ? bukankah lebih mudah kalau kau menjadi manusia ? jadi kau tak terlihat aneh. Maksudku bagaimana jika ada yang tahu kalau aku punya kucing yang bisa berbicara ? " tanyaku panjang lebar. Sebastian tertawa kecil,

" whoa, pelan pelan nona. Tanyakan satu satu " Sebastian tersenyum manis.

" oke, pertama kenapa aku memilih wujud kucing ? karena aku suka kucing. Bagaimana jika ada yang melihatku berbicara ? tenang saja, yang bisa mengerti bahasaku hanya dirimu seorang. Dimata orang lain aku hanya kucing biasa, atau jika aku ingin aku tak akan bisa dilihat orang lain yang tak ku inginkan " jelas Sebastian panjang. Dia tersenyum menatapku, membuatku sedikit kikuk.

" jangan menatapku begitu, Sebastian " protes ku mencoba menghindari kontak mata dengannya.

" kenapa ? apa kau masih takut ? " Sebastian menatapku sedikit sedih. Aku menunduk,

Apa aku takut padanya ? pada kucing kecil yang selalu menemaniku ? tidak. Kurasa bukan itu.

" entahlah Sebastian. Aku hanya.. " aku terdiam, kehilangan kata kata untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya kurasakan.

Hanya ?

Apa yang aku khawatir kan ? apa yang sebenarnya aku takutkan ? apa ? apa itu ? kenapa aku tak punya jawaban nya ?

" kau ragu, nona "

Aku menoleh menatap Sebastian yang tengah menatapku lamat lamat, dia mencoba mencari tahu sesuatu lewat mataku. Sebastian lompat ke atas pangkuan ku,

" jangan ragu nona, jangan pernah ragu. Karena sekali saja kau ragu, maka semuanya akan hancur berantakan " ujar Sebastian serius, ada nada dingin pada kalimatnya barusan. Seolah menekankan bahwa aku tak boleh ragu walaupun sedetik. Aku menelan ludah,

" tapi bagaimana kalau- " belum selesai kalimat ku, kucing itu sudah memotong lebih dulu, seolah dia tahu apa yang akan kukatakan.

" apa yang harus kau takutkan ? kau punya aku di sisimu " ujar nya meyakinkan ku. Seulas senyum terlukis di wajah imutnya, menyuntikkan sebuah ketenangan padaku lewat senyum nya itu.

" kau ingin menghapus semua ingatan buruk mu itu kan ? untuk itulah kau ingin menghabisi nya sampai ke akar akarnya tanpa sisa. Bukan begitu ? " Sebastian menatapku lembut. Aku seolah baru saja tersadar oleh sesuatu, ketakutan dan kejanggalan yang tadi mengganjal di batin ku seolah hilang begitu saja. Aku tersenyum tipis, ku rengkuh tubuh mungil Sebastian ke dalam pelukan ku.

" terima kasih Sebastian " bisik ku lirih.

" apapun untuk mu nona " balasnya.

\*\*\*

Aku sampai di bandara beberapa jam kemudian. Senyum tipis terlukis di wajahku saat udara sangat menerpa wajah. Negara yang satu ini selalu menyambut orang orang yang datang dengan udara hangat khasnya, sehangat dan seramah penduduknya. Tebak di mana aku ? heaven of earth, negara seribu pulau. Dan saat aku keluar dari gerbang bandara, kejutan ! Leonard sudah menungguku di sana dengan senyum lebar terkembang di wajahnya.

" hola " sapa nya ramah. Aku menatapnya dingin,

" bukankah sudah kubilang aku akan mengurus nya sendiri ? " ujar ku berusaha tanpa emosi. Leonard tersenyum tanpa dosa,

" well, kupikir mungkin kau butuh sebuah tumpangan ? "

Aku memutar bola mataku, sedikit kesal mengakui bahwa aku memang butuh tumpangan.

" dari mana kau tahu aku menuju kemari ? aku bahkan meninggalkan ponsel dan earpiece ku di rumah " tanyaku menyelidik. Dengan kedua benda itu ku tinggalkan, seharusnya tidak ada yang bisa melacak pergerakan ku. Kedua benda khusus anggota klan itu mungkin hanya akan merepotkan, apalagi jika ada yang tahu aku pergi meninggalkan tugas tugas ku demi mengurus urusan pribadiku yang tidak ada sangkut paut nya dengan Maximus.

" tentu saja dari laptopmu, aku tahu kau tidak akan meninggalkannya. Jadi aku menyisipkan sedikit virus pelacak di sana " ujar Leonard santai. Aku menggeram kesal,

" kau ingin memata-matai ku hah ?! "

Leonard menggaruk kepalanya yang ku yakin tidak gatal,

" jangan marah putri, aku hanya ingin memastikan kau baik baik saja "

" aku bukan anak kecil Leo, kau pun tahu itu " desah ku frustasi. Kenapa semua orang menganggapku sebagai anak kecil ? aku bisa menjaga diriku sendiri.

" maaf aku- "

Aku melambaikan tangan memotong kalimat lelaki itu,

" antarkan aku ke lokasi lalu kau pergi tinggalkan aku dan aku akan memaafkanmu. Dengan begitu kita impas, bagaimana ? " aku menawarkan. Leonard terlihat sedikit keberatan,

" tapi bagaimana kalau- "

" aku bisa menjaga diriku sendiri Leo. Begini saja, kau bisa jemput aku 20 menit kemudian. Tapi aku tidak akan mengizinkan mu berada di lokasi sebelum 20 menit berlalu. Deal ? "

Leonard tampak berpikir sejenak,

" deal " lelaki itu mengangguk setuju. Aku tersenyum tipis, setidaknya lelaki ini tidak akan melihat apa yang kulakukan nanti.

" baiklah, kau sudah tahu dimana lokasi tujuan kita kan ? " aku membenarkan letak ransel di punggung, memastikan Sebastian nyaman berada di dalam nya. Leo memimpin jalan menuju ke tempat parkir, sebuah mobil sedan hitam berbunyi saat lelaki itu menekan tombol pada kunci mobil.

Klak!

Aku membuka pintu mobil lantas duduk di kursi penumpang. Leonard lebih dulu memastikan aku sudah memasang sabuk pengaman baru kemudian menjalankan mobilnya.

" sebenarnya apa sih yang kau bawa di ransel mu ? aku tadi melihatnya sekilas dan ada sesuatu yang bergerak di dalamnya " tanya Leonard memecah hening.

" oh ini " aku membuka resleting ransel ku, tapi Sebastian justru tiba tiba melompat keluar.

" meong " Sebastian mengeong dan tanpa rasa bersalah sedikitpun menjilati cakar nya. Leonard tertawa kecil melihat ku yang bersungut sungut,

" kucing yang lucu " komentarnya.

" kadang dia juga menyebalkan " gerutu ku. Leonard tertawa mendengarnya,

" apa kau punya hewan peliharaan ? " tanyaku basa basi, karena aku sudah tahu kalau lelaki di sebelahku ini tidak mungkin punya hewan peliharaan. Leonard menggeleng,

" aku bukan orang yang bisa memberikan kasih sayang pada hewan, lagipula apa tidak aneh ? di antara semua anggota Maximus hanya dirimu yang punya rasa kasih sayang pada binatang " Leonard melirikku,

" jangan bilang dari situlah kadang belas kasih mu muncul ? "

Aku tersenyum tipis,

" mungkin ? "

" kau harus menghilangkan rasa belas kasih mu putri. Di dunia kita jika kau tidak membunuh, maka kau yang akan di bunuh " ujar Leonard mengingatkan. Aku menggeleng tak setuju,

" tapi kita manusia Leo, sekecil apapun itu, kita harus punya nurani untuk menjaga kita tetap menjadi manusia " bantah ku. Leonard terdiam sejenak, dia terlihat menimbang nimbang sesuatu sebelum akhir nya kembali bicara.

" kau benar, kita memang manusia yang butuh nurani. Mungkin belum waktunya, tapi suatu saat kau pasti akan mengerti kalau kejam juga penting untukmu "

Aku diam tak menjawab, kutatap Sebastian yang balas mengangguk tipis. Dia seolah ingin mengatakan bahwa yang dikatakan Leonard barusan benar, kurasa dia sangat setuju kalau aku harus menyingkirkan nurani ku. Dasar iblis !

" hey, hati hati nona. Aku bisa tahu apa yang kau pikirkan " entah bagaimana, suara Sebastian menggema di dalam kepala ku. Aku menatap kucing di pangkuanku itu tak percaya,

Telepati ? bagaimana bisa ? bukankah itu butuh ikatan dan hubungan yang kuat ?

" mungkin kau tak menyadari nya, tapi kita terhubung sejak kau membuat perjanjian dengan ku. Simbol perjanjian di tengkuk mu menghubungkan kita " suara Sebastian kembali terdengar. Aku refleks menyentuh tengkuk ku, mengusap nya perlahan.

" Putri ? " panggil Leonard.

" hey Maxi ? " Leonard mengguncang bahuku pelan karena aku tak merespon, membuat ku segera tersadar.

" uh ? "

" kau tidak apa apa ? kita sudah sampai " Leonard menatapku sedikit khawatir. Aku mengangguk sekilas, kulihat minimarket kumuh di seberang jalan. Aku menyeringai tipis, sebuah minimarket kumuh di pinggiran kota, sangat cocok untuk tempat tikus mencari makan. Tak salah lagi, ini tempatnya.

" thanks Leo, kau bisa pergi. Tunggu aku disini dua puluh menit lagi " aku mendekap Sebastian, lantas melangkah keluar dari mobil.

" baik putri. Hati hati, semoga sukses " pesan Leonard yang ku balas anggukan sekilas. Leonard menutup kaca jendela mobil, lalu segera pergi entah kemana mematuhi perintah ku. Aku baru masuk kedalam minimarket itu setelah memastikan mobil yang di kendarai Leonard tak terlihat dan mengenakan Hoodie yang kubawa.

Saatnya menemui potongan masa laluku dan mulai membersihkan nya satu persatu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!