Bab Dua

Sampai di rumah sakit, Adit langsung menuju ruang IGD. Dia menggendong Amanda dan membawanya masuk ke ruang tersebut.

Amanda dibaringkan di tempat tidur pasien. Sambil menunggu dokter jaga, Aditya mengusap punggung istrinya yang tidur miring.

"Tahan sedikit lagi, Sayang. Dokter sedang menuju ke sini," ucap Adit mencoba menghibur istrinya agar tak kepikiran terus.

Beberapa saat kemudian datang dokter dengan dua orang perawat. Dokter lalu meminta Aditya untuk keluar dari ruangan.

Setengah jam berlalu, akhirnya dokter keluar dari ruangan. Aditya langsung berdiri dan menghampiri dokter tersebut.

""Dokter, bagaimana keadaan istri saya?" tanya Aditya. Dia tak sabar ingin tahu keadaan sang istri.

"Istri Anda akan segera kami pindahkan ke ruang persalinan. Ibu telah pembukaan empat saat ini," jawab Dokter kandungan itu.

"Maksudnya pembukaan empat itu apa ya, Dok?" tanya Aditya pengen tahu. Dia baru kali ini menghadapi orang yang akan melahirkan, jadi tak mengerti bahasa kedokteran.

"Pembukaan lahiran adalah proses terbukanya leher rahim yang akan menjadi jalan keluar bayi. Pembukaan lahiran antar ibu yang baru pertama melahirkan dengan yang sudah pernah melahirkan memiliki sedikit perbedaan. Mungkin akan lebih lama bagi ibu yang pertama lahiran, Pak," jawab Dokter.

"Begitu, Dok. Jadi berapa lama lagi istri saya lahiran jika sudah pembukaan empat itu, Dok?" tanya Adit lagi.

"Kala pertama dimulai dengan kontraksi uterus dan dilatasi serviks, terbagi menjadi dua fase yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten adalah pembukaan serviks 1–3 cm dan berlangsung sekitar 8 jam, sedangkan fase aktif adalah pembukaan serviks 4–10 cm berlangsung sekitar 6 jam. Tapi bisa cepat, bisa lama. Tergantung kondisi ibunya," jawab Dokter itu lagi.

"Menjelang lahiran yang akan terjadi enam jam lagi, apa yang sebaiknya istri saya lakukan agar cepat lahiran, Dok?" Lagi-lagi Adit bertanya.

"Bapak bisa mengajak ibu berjalan, jongkok atau nungging agar bayi segera menuju jalan rahim. Saya masih ada pasien. Satu jam lagi saya kembali. Bapak bisa dampingi ibu sekarang," ucap Dokter itu sebelum berlalu.

Aditya masuk ke kamar persalinan. Ada beberapa wanita juga yang sedang menahan sakit karena akan melahirkan. Pria itu berjalan menuju tempat tidur istrinya. Amanda tampak meringis menahan sakit.

"Sayang, kamu mau sarapan apa? Biar aku belikan di kantin," ucap Adit.

Adit memilih duduk di bangku samping tempat tidur istrimu. Dia mengusap punggung Amanda dengan lembut.

"Aku tak lapar, Mas. Sakitnya makin terasa," ucap Amanda dengan terbata. Air mata tampak jatuh membasahi pipinya.

"Sayang, apa yang harus aku lakukan agar rasa sakitmu itu bisa hilang, atau berkurang. Jika saja rasa sakit itu bisa dipindahkan, aku rela menanggungnya," ucap Adit dengan suara sendu.

Aditya menghapus air mata istrinya. Dia mengecup dahi sang istri dengan lembut. Dalam kesakitannya Amanda merasa bersyukur memiliki suami seperti Adit. Walau dunia kejam karena telah memanggil kedua orang tuanya, tapi kehadiran pria itu mampu mengobati lukanya.

"Sebentar lagi mama dan Kak Dian datang. Mungkin mereka bisa mengatakan bagaimana cara untuk mengurangi rasa sakit yang kamu rasakan, Sayang. Mereka kan sudah pengalaman melahirkan," ucap Aditya.

Amanda hanya mengangguk. Untuk mengeluarkan suara rasanya sudah tak sanggup.

"Sayang, kata dokter untuk mempercepat persalinan, kamu bisa berjalan, jongkok atau nungging," kata Aditya.

"Sebentar lagi aku coba, Mas. Saat ini aku masih ingin berbaring," jawab Amanda.

Setelah beberapa saat, akhirnya Amanda bangun. Aditya membantu istrinya itu. Dia berjalan keluar ruangan setelah meminta izin dengan perawat.

Saat sedang asyik berjalan terdengar suara seseorang memanggil nama suaminya. Amanda dan Aditya menoleh ke asal suara. Tampak seorang wanita dewasa dan paruh baya mendekat. Itu mama mertua dan kakak iparnya.

"Bagaimana keadaan Amanda, Dit?" tanya Mama Mertuanya yang bernama Farida.

"Dokter tadi bilang sudah pembukaan empat. Apa Mama ada bawa sarapan untuk Manda?" tanya Aditya.

"Ini tadi mama beli bubur ayam. Kamu duduk dulu. Sarapan biar ada tenaga untuk lahiran," ucap Bu Farida.

"Iya, Ma," jawab Amanda.

Amanda di bantu Aditya duduk di bangku tunggu. Pria itu mengambil bubur yang ibunya belikan dan menyuapi istrinya dengan telaten. Baru beberapa suap, wanita itu menolaknya.

"Sudah, Mas. Aku kenyang," ucap Amanda.

"Kamu harus habiskan, Nak. Biar ada tenaga saat nanti mengejan," ucap Ibu Mertuanya.

"Aku tak ada selera, Ma. Perut dan panggulku makin terasa sakit," ringis Amanda.

"Itu biasa, Manda. Nanti saat anakmu dah lahir semua langsung hilang. Tak boleh manja. Banyak bergerak agar mudah lahiran," ucap Kak Dian.

"Iya, Kak."

Dokter dan dua perawat datang. Meminta Amanda masuk untuk diperiksa. Yang boleh mendampingi hanya satu orang, sehingga ibu dan kakaknya Adit hanya bisa menunggu di luar.

Dokter itu memeriksa setelah Amanda berbaring. Dia lalu mengisyaratkan dengan mata pada perawat.

"Bu Amanda ini sudah saatnya ibu lahiran. Nanti sebelum saya perintah untuk mengejan, Ibu jangan lakukan. Ibu dengar aba-aba dari saya, baru lakukan. Setiap akan mengejan, Ibu bisa tarik napas dulu. Sekarang kita siap-siap," ucap Dokter.

Amanda tampak gugup dan tegang. Aditya menggenggam tangan istrinya untuk memberikan kekuatan. Dia lalu mengecup dahi wanita itu.

"Sayang, kamu pasti bisa dan kuat demi putri kita. Bukankah kamu ingin lahiran normal. Aku akan tetap di sini, mendampingi kamu," ucap Aditya mencoba menghibur sang istri.

Dokter lalu memberikan aba-aba agar Amanda segera mengejan. Karena kepala bayi sudah masuk ke jalur rahim.

Amanda menarik napas dan lalu mencoba mengejan. Namun, dia tak kuat. Justru rasa sakit makin dia rasakan. Dia lalu mencakar tangan suaminya untuk mengurangi rasa sakit. Wanita itu terdiam sesaat untuk memulihkan tenaganya.

"Sekarang kita coba lagi. Ibu bisa menarik napas kembali, sekarang mulai lah coba mengejan lagi seperti mau buang air besar," ucap Dokter.

Amanda kembali menarik napas dalam. Dia kembali mengejan seperti yang Dokter perintahkan. Dengan satu tarikan napas dia terus mencoba. Dalam hatinya bertekad harus kuat demi sang buah hati.

"Terus lakukan, Bu. Sedikit lagi. Kepala bayinya sudah kelihatan," ucap Dokter memberikan semangat.

Amanda sudah tak tahan. Dia kembali diam. Setelah beberapa saat atas perintah dokter dia mencoba lagi. Dangan satu tarikan napas dia melakukannya kembali. Mencoba mengejan lagi.

"Sedikit lagi, Bu. Teruskan mengejannya," ucap seorang perawat.

Amanda mencoba melakukan seperti orang yang mau buang air besar. Dan akhirnya terdengar suara tangisan bayi. Aditya langsung mengucapkan syukur. Tadi sempat terlintas untuk meminta dokter melakukan Caesar saja melihat sang istri yang kesulitan mengejan.

"Alhamdulillah ...," ucap Dokter itu. Di tangannya ada seorang bayi mungil.

Terpopuler

Comments

Raufaya Raisa Putri

Raufaya Raisa Putri

waduhh...KK ny ad aura awur "an nih

2024-10-13

0

Septi Ramadhani

Septi Ramadhani

next

2024-10-13

0

Neulis Saja

Neulis Saja

next

2024-09-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!