🌷biasakan beri like di setiap babnya, jangan menabung bab, dimohon kerjasamanya 🌷
...----------------...
ANTON 18 TAHUN
Lisbeth Wijaya segera pulang begitu pelayanan di rumah mengabarinya. Tidak menunggu hingga supir membukakan pintu mobil, dia bergegas keluar dari mobil.
Bahunya lunglai melihat apa yang ada di hadapannya. Anton terduduk di trotoar jalan di dekat rumah, memeluk Buddy yang berlumuran darah.
Tangisannya tanpa suara tapi justru karena itu terlihat sangat memilukan. Sementara Aline tampak berlari dari kejauhan menghampiri.
Damian berdiri di belakang Anton. Menepuk-nepuk bahunya. Sementara Grace mengelus punggung Buddy. Bagaimanapun, mereka pernah bermain bersama Buddy. Merawat Buddy sejak kecil, hadiah ulang tahun ke-12 untuk Anton dari Lisbeth Wijaya.
Tabrak lari, itu yang Lisbeth Wijaya dengar dari orang rumah. Tapi bagaimana dan ditabrak dengan kendaraan apa, tidak ada yang bisa menjelaskan kepadanya.
Lisbeth Wijaya mendekati Anton.
“Anton...?”
Bahkan Anton tidak bereaksi. Tidak menoleh ataupun menjawab panggilannya. Segenap hatinya diliputi ketakutan. Takut trauma Anton yang dulu bangkit lagi.
Damian mundur saat Lisbeth Wijaya berjongkok di samping Anton.
“Dia sudah dari tadi di sini, Nai,” Damian ikut berjongkok di sampingnya, “Dan diam saja. Hanya menangis tanpa suara.”
Aline yang baru sampai, ikut berjongkok di samping Grace. Wajahnya murung.
“Ma'afin aku. Aku baru sampai...,” menatap Anton tapi tidak mendapat reaksi apapun.
Para pengendara jalan memelankan laju kendaraan mereka saat melintas. Ingin tahu apa yang terjadi. Dan kemungkinan besar mereka bisa menebak apa yang sudah terjadi.
Lisbeth Wijaya mengelus tengkuk Anton. Lalu mengelus punggung Buddy. Kepalanya berlumuran darah. Ada banyak luka robekan di wajahnya. Kaki depannya terlihat patah di beberapa titik.
“Dia masih bernafas ketika ditemukan?”
Anton tidak menjawab. Kepala Buddy dalam pelukannya. Wajahnya ditempelkannya pada wajah Buddy. Dia tidak peduli dengan darah yang mengotori baju dan tubuhnya.
“Mang Ujang yang menemukannya lalu memberitahukan kami. Anton sedari tadi ada di ruang kerja Nainai. Damian di kamar. Grace sedang coba resep baru...” Damian memberi keterangan lengkap, “Papa dan Mama sudah dikabari. Tapi mereka masih di Singapura.”
Lisbeth Wijaya masih menunggu keterangan selanjutnya.
“Anton langsung berlari ke sini. Damian menyusul setelah mendengar teriakan panik Grace. Buddy sudah tidak bernafas lagi. Tapi darah masih mengalir dari luka di lehernya.”
Lisbeth Wijaya mengangguk. Keterangan dari Damian ia rasa sudah cukup. Nanti ia akan mencari tahu lagi.
“Anton...,” tangannya menepuk lengan, “Kita harus kuburkan Buddy. Kasihan. Kita hormati Buddy untuk terakhir kalinya.”
Mata Anton mengerjap. Reaksi pertama Anton. Lisbeth Wijaya berusaha keras untuk memancing Anton bereaksi.
“Nainai akan panggil dokter hewan ke rumah untuk menjahit luka-lukanya. Juga jasa salon hewan untuk memandikannya.”
Anton menatapnya. Tatapannya masih kosong.
“Dokter hewan, iya. Salon hewan, nggak,” suaranya pelan.
Sesekali terdengar isakan dan nafas yang tersengal dari Anton. Tapi setidaknya Anton sudah mulai bicara padanya. Dia masih memancing Anton untuk bicara.
“Kenapa? Supaya Buddy bisa dikubur dalam keadaan wangi dan bersih.”
“Biar Anton saja Nai, yang memandikannya setelah lukanya dijahit.”
Kalimat panjang dan lengkap. Lisbeth Wijaya lega.
“Kamu orang ingin dia dikuburkan saja atau dikremasi?”
“Dikubur,” mengelus kepala Buddy dengan penuh sayang, “Dari tanah kembali ke tanah.”
“Dimana? Tidak masalah bagi Nainai untuk membeli tanah pemakaman di Ciburial.”
Anton menggeleng.
“Nainai...,” Damian mengajukan protes.
“Kenapa? Bukankah Buddy sudah menjadi keluarga kita?” menatap Damian yang mengajukan protes kepadanya.
“Tanah pemakaman jauh,” Anton menciumi pipi Buddy, “Di belakang rumah saja, di bawah pohon Kemuning.”
Lisbeth Wijaya mengangguk.
“Baiklah. Bawa tubuh Buddy pulang.”
Anton sendirian menggendong tubuh Buddy dengan tubuh gemetar. Damian berniat membantu tapi Anton menolak.
Dari pantulan kaca jendela saat di teras, Lisbeth Wijaya sekilas melihat seringai di wajah Aline. Hanya sekilas, tapi cukup membuat tengkuknya merinding.
Dia akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Usai pemakaman dan memastikan Anton mandi, Lisbeth Wijaya berada di ruang kerjanya. Membuka kontrol CCTV, untuk melihat rekaman dari kamera CCTV yang menyorot halaman depan.
30 menit di depan layar CCTV, dia menyadari, rekaman siang itu tidak ada. Seseorang sudah menghapusnya. Siapa?
.
🌷
*bersambung*
🌷
Selamat jalan, Buddy...
🌷
Bagaimana?
Suka ceritanya?
Bantuin Author untuk promosikan novel ini ya.
Jangan lupa like, minta update, sawerannya, subscribe dan beri penilaian bintang 5nya ya🥰
Follow akun Author di Noveltoon 😉
Love you more, Readers 💕
Jangan lupa baca Qur’an.
🌷❤🖤🤍💚🌷
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
stnk
kehilangan teman,sahabat,pasti sangat membekas di ingatan .
2024-08-21
1