Di tengah obrolan, aku pun menguap karena kantukku yang tak terkendali. Kelopak mataku terasa berat, dan setiap kedipan semakin sulit untuk ditahan.
"Mau kembali?" Tanya In Yeop, suaranya lembut namun penuh perhatian, menghentikan perkataan sebelumnya.
Aku mengangguk dengan mata yang layu, berusaha menahan kantuk yang semakin menguasai.
In Yeop mengulurkan tangannya. "Baiklah, ayo!" Ajaknya sembari tersenyum, melihat aku yang sudah hampir terlelap.
Dalam perjalanan pulang, Gyumin perlahan melajukan mobilnya, mengikuti mereka dari belakang. Lampu-lampu jalan yang redup dan dinginnya malam membuatku semakin ingin segera sampai di rumah.
Di pertengahan jalan, In Yeop tak tahan melihatku yang menguap untuk kesekian kalinya. Ia pun berhenti, duduk di hadapanku dan mengarahkan untuk naik di punggungnya.
Aku terkejut, berhenti di tempat. "Apa yang kau lakukan?" tanyaku, kebingungan.
"Naiklah, aku akan menggendongmu!" ujar In Yeop, tanpa menoleh ke arah Manda.
"Ti-tidak! Aku sangat berat, aku tidak ingin menyusahkanmu...,"
"Aku tidak tahan melihatmu yang begitu mengantuk, kau akan tiba lebih cepat," desak In yeop, wajahnya penuh ketulusan.
"Ta-tapi!"
In Yeop berbalik dan meraih tanganku. "Ayolah...," Matanya memancarkan kehangatan.
Melihat ketulusannya, aku pun mengangguk dan perlahan naik ke punggungnya. "Aku sudah bilang, tubuhku sangat berat...," gumamku, memeluk lehernya dengan canggung.
'Dia terlihat lebih ringan dariku, kenapa berat sekali,' batin In yeop. "Tidak apa-apa, kau harus segera istirahat. Kau bisa tidur di pundakku, aku akan menjagamu...,"
"Itu akan menyulitkanmu!" protesku.
Beberapa waktu kemudian.
"Haruskah aku menghentikan taksi?" tawar In Yeop, napasnya mulai terengah-engah setelah beberapa menit menggendong Manda.
"Emm, menyenangkan juga...," selorohku, mencoba menghibur diri saat mendengar napasnya yang sudah tidak beraturan.
In Yeop menghentakkan gendongannya, menghela napas, dan kembali melangkah mantap, disertai senyumanku dari punggungnya.
Sesampainya di Apartemen, In Yeop menurunkan Manda dengan hati-hati, napasnya sudah sangat berat. "Sudah sampai," ucapnya, tersedu-sedu.
"Menyenangkan sekali, gendong lagi yuk?" selorohku, tersenyum jahil.
In Yeop menatapku, menahan napas. "Ka-kau yakin?"
Aku tertawa, menepuk pelan lengannya. "Tidak, tidak... kau terlihat seperti akan sekarat dengan berat badanku. Kau sangat kuat menggendongku hingga kiloanmeter. Wah, aku tidak perlu kendaraan jika bersamamu."
In Yeop mengatur napasnya, menghela. "Masuklah, di luar sangat dingin. Tidak baik untuk kesehatanmu. Aku akan menemuimu lagi besok, setelah istirahatku."
Aku mengangguk, tersenyum padanya. "Aku masuk dulu ya, sampai jumpa."
"Aku menyayangimu," ucap In yeop saat Manda melangkah ke dalam Apartemen.
"Aku juga...," jawabku, melirik ke arahnya.
"Tidurlah yang nyenyak. Sampai jumpa," pamit In Yeop, melambaikan tangannya.
Aku mengangguk dan melanjutkan langkahku, memasuki Apartemen.
Tak lama setelah mereka berpisah, Gyumin keluar dari mobilnya dan menghampiri Manda.
Di depan pintu Apartemen, Gyumin membunyikan bel dari luar. Mendengar bel, aku pun membuka pintu tanpa curiga, dan betapa terkejutnya aku melihat Gyumin berdiri di hadapanku.
"Ka-kau? Bagaimana bisa kau?!" Aku segera mencoba menutup pintu, tetapi Gyumin dengan cepat memasukkan tangannya, dan terjepit seperti kejadian tiga tahun yang lalu. Ia pun menerobos masuk, membelakangi aku.
"Keluar!" bentakku, perasaan panik mulai melanda.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Gyumin, tanpa menoleh.
"Kau harus pergi, jangan temui aku lagi!" sergahku.
Gyumin berbalik, menatap Manda dengan mata penuh amarah dan kesedihan. "Kenapa mudah sekali melupakanku? Apa kau tahu betapa menyakitkannya menjalani semua ini?" Ia mendekat, suaranya bergetar.
"Kau bahkan tidak menemuiku saat kembali. Mengapa kau begitu tega?!" bentaknya di akhir kalimat.
Aku memalingkan wajah, berusaha menahan air mata. "Jauhi aku, perasaan yang kau miliki itu tidak benar. Kau harus menerima semua kenyataan!"
Gyumin semakin mendekat, menyeringai. "Begitukah?"
Tatapannya membuatku merinding. Aku tahu, malam ini akan menjadi malam yang panjang.
Aku berjalan cepat menjauhinya, ingin sekali menghindari tatapan mata yang hanya akan membuatku semakin terpuruk.
"Hentikan!" seru Manda, suaranya tegas. Dia menatap Gyumin dengan mata yang penuh kekhawatiran.
"Kau benar, tidak mudah untuk melupakan. Tetapi... kau harus melaluinya!" kata aku, mencoba memberinya kekuatan.
Aku berbalik dan menatapnya tajam, amarah membara di dalam dadaku. "Menemuimu? Apa kau melupakan kejadian tiga tahun lalu? Wanita yang kau nikahi adalah orang yang tidak segan untuk mencelakai dan merusak hidupku!" Suaraku pecah di akhir kalimat, membuat mata Gyumin melebar.
Gyumin melangkah mendekat, matanya penuh dengan keputusasaan. "Aku hanya ingin kau kembali di pelukanku, Manda! Kau tahu, aku mencintaimu!" Bentaknya, tangan Gyumin menggapai dan menarikku ke dalam pelukannya dari belakang.
"Sudahi semua ini, kumohon." pintaku dengan mata yang mulai berkaca-kaca, air mata menetes satu persatu.
"Aku benar-benar tidak mampu jika harus tanpamu, kembalilah, Kumohon...," bisiknya di telinga kanan Manda, nadanya penuh keputusasaan.
Tak mampu menahan lagi, air mataku mengalir deras. Gyumin memelukku semakin erat, air matanya bercampur dengan air mataku.
Beberapa saat kemudian, di sofa ruang tamu. Aku menghindari pandangan Gyumin, mencoba menenangkan diri. "Kau harus pergi!" kataku tegas.
"Aku hanya ingin kau kembali bersamaku...," Gyumin berusaha membujuk.
"Mustahil!" sergahku, suaraku penuh tekad.
Ponselku berdering di atas meja, mengalihkan perhatian kami berdua. "Doohyun?" tanya Gyumin, melihat nama yang muncul di layar.
Aku meraih ponselku dan menjawab panggilan itu.
"Kau di Apartemen?" tanya Doohyun, suaranya terdengar riang.
"Ada apa?" tanyaku bingung.
"Aku sudah berada di lift Apartemenmu, sambutlah aku!" Ucap Doohyun dengan senyum yang terdengar dari suaranya.
Aku terkejut, panik menjalar. Menoleh cepat ke arah Gyumin yang menatapku bingung, refleks memutuskan panggilan tersebut.
"Doohyun! Doohyun datang! Sembunyi!" peringatku dengan suara tegang, menarik tangan Gyumin ke belakang sofa.
Bel pintu berbunyi, jantungku berdegup kencang. Aku membuka pintu, mencoba tersenyum pada Doohyun yang berdiri di hadapanku dengan senyum lebar.
Doohyun melangkah masuk, mencium keningku dengan lembut. "Aku membawakan makanan kesukaanmu! Apa kau lapar?"
"Aku sudah kenyang, tapi aku akan memakannya! Duduklah, aku akan membawakan minum untukmu," ucapku sembari mencoba tersenyum.
Gyumin, yang bersembunyi di belakang sofa, sesekali mengintip, matanya penuh kecemasan.
Beberapa menit kemudian, aku meletakkan minuman di meja. "Minumlah, ini akan menyegarkanmu!"
Doohyun meraih tangan Manda, menarikku ke pelukannya. "Kau yang lebih menyegarkan," godanya, hendak menciumku.
Aku spontan menghindar, membuat Doohyun bingung. "Tunggu! Ka-kau sangat terburu-buru!" Aku melirik ke arah belakang sofa.
"Mengapa tidak meminumnya terlebih dahulu?"
Doohyun tersenyum dan kembali ke tempatnya. "Baiklah," katanya, meraih gelas berisi lemonade.
Gyumin, yang mengintip dari belakang sofa, terlihat sangat kesal.
"Bagaimana hari ini? Berjalan dengan baik?" tanyaku gugup.
"Hari ini sangat melelahkan, dan membutuhkanmu untuk memulihkan semangatku. Kemarilah," goda Doohyun.
Aku merubah ekspresi wajahku. "Em, perutku tiba-tiba sakit. Apa kau ingin menunggu?" Aku pun berjalan setengah berlari menuju toilet.
Di toilet, aku bergumam panik. "Aku tidak bisa melakukannya di hadapan Gyumin, aku juga tidak bisa menghadapi tingkah Doohyun. Semoga tidak ada perkelahian!"
Beberapa menit kemudian, aku kembali menghampiri Doohyun yang tersenyum padaku. Saat hendak menciumku, Gyumin muncul dari persembunyiannya, menarik baju Doohyun dan memukul wajahnya.
"야! 색야!! Ya Saekya!" umpat Gyumin, matanya penuh amarah. Doohyun menangkis dan membalas pukulannya.
"Tolong hentikan! Hentikan!" bentakku, terkejut, namun mereka mengabaikannya.
Perkelahian pun terjadi, hingga mereka terjatuh dengan wajah penuh lebam. Aku menarik mereka ke sofa, memisahkan dengan paksa.
"Bisakah kalian menghentikannya?! Pergilah jika masih tetap seperti ini!" bentakku, kesal.
Doohyun menatap Manda. "Apa yang sedang kalian lakukan?"
"Tanyakan itu padanya!" sahut Manda dengan nada kesal.
"Aku akan memperbaiki hubunganku dengannya. Pergilah!" kata Gyumin tegas.
"Apa yang kau katakan?!" sergah Doohyun, terkejut dengan pernyataan Gyumin.
"Mari bicarakan ini dengan baik, jangan ada kekacauan lagi di tempatku ini. Lihat bagaimana tempatku sekarang, berantakan! Kalian harus mempertanggungjawabkannya!" bentakku dengan suara yang penuh emosi.
...To be continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
kalea rizuky
bodoh ngapain balik ke Korea
2024-11-12
1
Bintangkehidupan
Kasian in yeop, manda kamu bener bener yaa🙉
2024-08-22
1