Dering panggilan masuk dari ponselku tak berhenti berbunyi, mengganggu ketenangan. Suara itu seperti paku yang terus-menerus dipalu ke dalam kepalaku. Dengan perasaan muak, aku akhirnya menerima panggilan tersebut.
"Siapa?!" tanya Manda dengan nada ketus.
"Ini Kevin," suara di seberang terdengar serak dan penuh emosi. "Apa alasanmu mutusin aku? Padahal aku masih sayang sama kamu."
"Jangan hubungi aku lagi! Nomormu sudah ku blokir!" bentak Manda, kesal. Tangannya gemetar, mencengkeram ponsel terlalu kuat.
"Izinkan aku menanyakan satu hal," pinta Kevin, suaranya hampir berbisik.
"Tidak! Aku tidak punya waktu untuk itu!" jawab Manda dengan nada tajam.
"Aku memenuhi semua keinginanmu... tapi, kau memutuskan ku tanpa alasan. Kenapa?" Pertanyaannya terdengar putus asa.
"Kamu terlalu baik!" bentak Manda, lalu memutuskan telepon dengan kasar. Hawa panas memenuhi ruangan, napasnya terasa berat.
"Manda! Kamu di mana?!" panggil sang Ibu dari arah luar.
"Ada apa sih, Ma? Teriak-teriak begitu! Aku denger 'kok," sahut Manda dari dalam, membuka pintu dengan gerakan cepat.
"Siapa lagi yang nyariin kamu? Banyak banget yang datang ke rumah hari ini... kamu buat masalah apa lagi sih?!" bentak Ibunya dengan tatapan penuh curiga.
"Aku nggak ngapa-ngapain kok. Lagian Mama kenapa nggak usir aja mereka, ribet banget!" oceh gadis remaja itu dengan perasaan kesal.
"Mama nggak mau tau! Temui mereka!" perintahnya, nada suaranya tegas.
"Yaudah... temenin!" jawab Manda, meski dengan nada malas.
"Lagian kamu ini genit banget sih, pacaran kok nggak cukup satu orang!" omel Ibu sembari berjalan ke arah pintu.
"Ya 'kan Manda cantik," sambungnya, berjalan ke arah pintu dengan langkah yang penuh amarah.
Manda membuka pintu dengan kasar dan menatap orang-orang di depannya satu-persatu.
"Ada apa lagi?!" bentak Manda, tidak senang dengan kelancangan mereka yang datang menghampiri.
"Mereka siapa?" tanya Jihan dengan mata menyipit.
"Harusnya aku yang menanyakan itu!" bentak Vino kepada Jihan, suaranya keras.
"Aku pacarnya, kami sudah berpacaran selama satu bulan... Kamu siapanya Manda?" Jihan berkata sembari memegang kerah baju Vino.
"Kalian semua pergi! Aku harus bicara dengannya!" usir Dafa, melangkah ke arah Manda dengan langkah tegas.
"Sayang, jelaskan semuanya! Mereka semua ini siapa?" tanya Arka dengan wajah memelas, suaranya serak.
"Pergi!" sergah Manda, muak dan membanting pintu dengan kuat. Suara benturan kayu membuat jantungnya berdebar kencang.
Sang Ibu yang menyaksikan itu pun terkejut dengan kelakuan putri tunggalnya. Matanya membesar, mulutnya sedikit terbuka.
"Menyebalkan sekali!" gerutu Manda saat ingin kembali ke dalam kamar, menggigit bibir bawahnya dengan keras.
"Mama udah pusing banget, kamu mending jangan pacaran lagi! Mama udah gak bisa ngehadapi orang-orangmu itu lagi. Mama heran deh sama kamu!" decaknya kesal, tatapannya tajam menembus diri Manda.
"Mama tidak mau dengar alasan apapun lagi, Manda... Mama kirim kamu ke luar negeri!" lanjut Ibu, nadanya tak terbantahkan.
"Mama mau ngebuang aku? Mama nggak sayang Manda lagi?" Manda terkejut dengan kedua mata yang berbinar, suaranya menggigil.
Mama mencubit pipi Manda, seraya berkata. "Kamu harus dewasa, Manda. Umurmu sudah 23 tahun... Kamu sudah dewasa, sayang. Mama Papa nggak mau lihat kamu gini terus," Menghela napas, menatap wajah putrinya yang cantik, tetapi selalu membuatnya mengelus dada atas kelakuan Manda.
"Mama tunggu Negara mana pilihanmu, jangan membantah!" tegasnya di akhir ucapan.
"Mama!" bentak Manda, kesal dengan menghentakkan kedua kakinya.
"Bersikap dewasalah!" balas Ibu, matanya memancarkan ketegasan.
Dengan perasaan kesal, Manda pun beranjak pergi, dan membanting pintu kamar. Suara benturan pintu menggema di seluruh rumah, seperti cerminan kekacauan yang ada di dalam hatinya.
"Aku harus melakukan sesuatu, mereka benar-benar membuatku kesal!" gerutu Manda sembari menggigit kuku jari tangannya.
__
____
______
Malam tiba, di ruang keluarga..
"Papa... pinjam mobil," pinta Manda, duduk di dekatnya dengan tatapan memohon.
"Gak usah dikasih, Pa! Itu pasti mau keluyuran!" sahut Ibunya yang kebetulan ada di sana juga.
"Mama kok gitu ih! Papa, pinjam Pa!" rayunya memelas, sembari memeluk lengan sang Ayah.
"Nih, tapi Manda harus pulang cepat ya!" ujar Ayah, tersenyum lembut.
"Terima kasih, Papa sayang!" ucap Manda mencium pipinya dan meraih kunci mobil tersebut, kemudian beranjak pergi dengan langkah cepat.
"Kalau pulang larut malam, Mama kunciin pintu!" ancam Ibu.
Manda berbalik ke arahnya. "Aku pulang cepat kok," ucapnya pelan sembari tersenyum penuh arti, bibirnya melengkung tipis.
Manda meraih ponsel yang ada di dalam tasnya dan menghubungi Caca, teman dekatnya saat itu. "Ca? Lo di mana? Udah di jalan nih!"
"Ke rumah aja, Gue nungguin di depan."
...Kediaman Caca....
"Lo tadi ngomong apaan? Balas dendam? Balas dendam ke siapa?" tanya Caca, setibanya Manda di hadapan.
"Jadi gini, pria-pria brengsek itu datang ke rumah dan protes karena Gue putusin. Mama marah, dan mau kirim Gue ke luar negeri. Mereka menempatkanku dalam masalah kali ini," ujar Manda kesal, bibirnya mengerucut.
"Jadi gimana? Gue harus apa?" tanya Caca, matanya membulat dengan rasa penasaran.
"Begini, Lo panggil pacarmu, gih!"
"Oke, tunggu Gue hubungin Angga dulu," jawab Caca, meraih ponselnya.
Beberapa saat kemudian..
"Pacar Lo lama banget sih, Ca?!" tanya Manda, berdecak. Matanya melirik ke arah jalan.
"Itu dia! Lama banget sih, Ga?" tanya Caca sembari berjalan ke arah Angga yang baru tiba.
"Aku tadi beli martabak dulu buat kalian, nih!" jawab Angga, tersenyum sambil mengangkat bungkusan martabak.
"Aduh sayang, kamu manis sekali," ucap Caca, dengan mencubit pipi Angga.
Pria itu langsung tersenyum melihat sikap pacarnya, matanya berkilau.
"Cie... kalian manis sekali. Angga, bantuin aku dong!" selaku ketika dua orang itu sedang terkekeh bersama.
"Apa itu? Aku akan melakukannya dengan senang hati," Angga bertanya dengan antusias, wajahnya penuh semangat.
"Emm, karena mereka gak kenal kamu. Gimana kalau kamu berpura-pura jadi pacarku untuk malam ini aja. Aku ingin mengunggahnya di sosial media untuk sementara... dengan begitu, mungkin mereka nggak akan berani gangguin aku lagi, gimana?" jelas Manda dengan nada serius.
"Wah, mau banget! Aku mau! Kamu serius kan?" jawab Angga kegirangan, takut Manda hanya menggodanya saja.
"Eee, kamu oke 'kan, Ca? Please, Ca!" tanya Manda, memelas.
"Hmm, tapi untuk malam ini aja 'kan?!" jawab Caca masih dengan perasaan campur aduk, matanya menyipit sedikit.
"Tenang aja.. karna semuanya sudah sepakat. Ayo langsung ke kafe!"
...Café XYZ....
Suasana ramai dengan suara obrolan dan alunan musik lembut di latar belakang.
"Aku mau dua jus, satu kopi, dan tiga steak," pesan Manda kepada pelayan.
"Baik, silakan menunggu pesanannya. Terima kasih," jawab pelayan dengan sopan.
"Tadi gua lihat mantan lu di parkiran deh... kalau nggak salah, dia itu yang namanya Kevin," ujar Caca tiba-tiba.
"Biarin, Ca. Aku juga nggak peduli," jawab Manda, acuh tak acuh.
"Apa Gue juga harus pergi untuk lebih merealisasikan rencana Lo?" saran Caca kemudian.
"Sepertinya memang harus begitu, Ca. Kamu tunggu kami di pojok sana ya," ucap Manda sambil menunjuk ke arah pojok Café.
"Oke, sukses ya!" ucap Caca, menyemangati Manda sebelum beranjak pergi.
Manda mengedipkan sebelah matanya ke arah Caca, lalu melihat ke arah Angga. "Kau harus melakukannya dengan baik, oke!" ucapnya antusias.
Beberapa saat kemudian, Kevin menghampiri meja mereka. Matanya menyala penuh kemarahan.
"Dia siapa?" tanya Kevin, suaranya memotong keheningan.
Angga pun langsung menoleh ke arah orang yang bertanya itu.
Manda mencoba tidak memperdulikan pertanyaan dari orang itu dan mengabaikan kedatangannya.
"Manda, jawab aku!" bentak Kevin, nadanya penuh emosi.
Seketika Manda melihat ke arah Kevin. "Kenapa membentak?!" tanyanya dengan suara yang tak kalah meninggi, hingga beberapa pengunjung Café melirik ke arah mereka.
"Aku tanya dia siapa?!"
"Pacar Gue! Lo seharusnya menghargai dia dan jangan pernah ngusik hidup Gue lagi!" jawab Manda tegas, dan mengalihkan pandangan ke arah Angga.
"Mengusikmu? Hey, Kita baru putus! Apa secepat itu ngelupain aku?!" Kevin benar-benar tersulut emosi melihat Manda dengan pacar barunya.
"Pergi!" tukas Manda, dengan wajah datar.
Kevin melihat ke arah mereka berdua. "Kamu akan benar-benar menyesal telah membuatku seperti ini!"
"Dan aku benar-benar tidak perduli!" Tukas Manda lagi tersenyum tipis. Kevin pun pergi meninggalkan mereka dengan kekesalannya.
"Tampan sekali, kenapa menyia-nyiakannya?" Tanya Angga.
Malam itu, di sebuah restoran elegan dengan suasana temaram, Manda memotong steak di piringnya sambil melirik Angga yang duduk di seberang. Manda menghela napas, sedikit merasa tidak nyaman dengan situasi ini, namun berusaha untuk tetap tenang.
"Dia hanya pelampiasanku, ini bukan kali pertama aku melakukannya... hal seperti ini sudah biasa. Aku tidak benar-benar mencintai mereka," ucap Manda, memecah keheningan sembari menikmati potongan steak yang lembut.
Angga menatap Manda dengan mata yang penuh kekaguman. "Ngedapetin kamu sulit banget ya? Aku tidak bisa mempertanyakan, itu karena Kamu memang terlahir sangat cantik," ujarnya. Suara Angga terdengar tulus namun aneh di telinga Manda.
Manda mengerutkan keningnya, merasa sedikit terganggu dengan pujian Angga yang terlalu berlebihan. Manda mengalihkan pandangannya ke arah Caca yang duduk sendirian di meja sebelah.
"Em, kamu panggil Caca gih! Kasian Caca sendirian," ujar Manda, mencoba mengubah topik pembicaraan.
Angga menaikkan suaranya sedikit. "Caca!" panggilnya, melambai.
Caca menghampiri dengan langkah cepat. "Gimana? Berhasil?" tanyanya antusias.
Manda tertawa kecil. "Dia benar-benar terlihat sangat kesal," jawabnya, mencoba menahan tawa.
Caca ikut tertawa. "Terus, sekarang gimana?"
Manda memberikan ponselnya pada Caca. "Fotoin Gue sama Angga dong, Ca!"
Caca mengambil ponsel tersebut. "Oke! 1 2 3... Cisss," serunya sambil memotret mereka berdua.
Di parkiran, Manda berterima kasih pada mereka. "Makasih banget buat hari ini! Kalian memang pasangan yang serasi..,"
"Semoga rencanamu berhasil," kata Angga, tersenyum.
"Aku harus pulang, sampai jumpa," pamit Manda, melambaikan tangan ke arah Caca dan Angga sebelum masuk ke dalam mobilnya.
Setibanya di kediaman Caca, suasana berubah menjadi lebih tegang. Angga mendekati Caca dengan ekspresi serius.
"Ca, mari bicara..,"
Caca menatap Angga dengan senyum tipis. "Apa Sayang?"
"Sebelumnya, aku ingin minta maaf, karena... aku ingin mengakhiri hubungan ini," ucap Angga pelan namun tegas.
Darah Caca seolah berhenti mengalir dan jantungnya berdegup kencang. Ia terdiam, mencoba mencerna kata-kata yang terucap dari Angga.
"Apa kamu sadar dengan ucapanmu ini, Angga?!" bentaknya, air mata mulai menetes di pipinya.
"Aku menyukai temanmu, Aku ga bisa membohongi perasaanku lagi, tolong mengertilah!" Angga memohon sambil mencoba memegang tangan Caca, namun wanita itu menepisnya.
Dengan marah, Caca menampar Angga. "Dasar pria brengsek! Pergi!" sergahnya, menunjuk pintu keluar dengan tegas.
__
____
______
Di rumah, Manda langsung menuju kamar dan melempar tubuhnya ke ranjang. Memainkan ponsel, sembari melihat hasil foto yang baru saja diambil.
"Hmm, aku unggah yang mana dulu ya," gumamnya.
Dering panggilan masuk dari ponsel, membuatnya mengernyitkan kening. "Eh, Caca?" tanya Manda dalam hati, lalu menerima panggilan tersebut.
"Hai, Ca. Ada apa?"
"Sialan! Angga mutusin Gue gara-gara Lo!" bentak Caca, suaranya terdengar parau dan penuh emosi. Manda yakin, bahwa Caca pasti habis menangis karena Angga.
Seketika membuat Manda terkejut saat mendengarnya. Matanya melebar, perasaan campur aduk menyelimuti pikiran.
...To be continued....
Please Like, Comment & Vote, Guys!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments