Quadrangle Romance
Mall Indonesia..
Langkah gadis itu memasuki pusat perbelanjaan bak irama simfoni yang lembut, menyapu lantai marmer yang mengilap seperti aliran air. Rambut panjangnya bergelombang, berkilauan di bawah lampu kristal mall, memantulkan cahaya seolah helaian benang emas. Setiap gerak tubuhnya seperti tarian tanpa naskah—tenang, elegan, dan tak terjangkau.
Orang-orang menoleh. Satu per satu. Seolah waktu melambat hanya untuk memperhatikan makhluk langka yang baru saja tiba. Matanya—gelap, dalam, dan memesona—menyimpan dunia yang tak bisa ditebak siapa pun. Bahkan senyumnya... cukup untuk membuat jantung siapa saja berdetak dua kali lebih cepat, lalu berhenti sejenak hanya untuk memastikan ia nyata.
Kerumunan mulai terbentuk. Ada yang pura-pura sedang belanja, ada pula yang terang-terangan menatap. Beberapa mencoba mendekat—dengan alasan membantunya membawa tas, menawarkan voucher, bahkan hanya sekadar menyapa. Tapi gadis itu hanya membalas semuanya dengan senyum tipis dan anggukan kecil, seperti ratu yang terlalu terbiasa dengan perhatian dunia.
Di kejauhan, sekelompok remaja laki-laki tampak gelisah. Mereka saling berbisik, menebak siapa gadis itu—artis? Putri konglomerat? Atau mungkin bidadari yang tersesat di antara toko-toko mewah? Salah satu dari mereka memberanikan diri untuk mendekat, tapi langkahnya goyah. Ia mundur. Terlalu indah untuk disentuh, terlalu sempurna untuk didekati.
Namun, tidak semua tatapan bernada kekaguman.
Beberapa wanita muda mulai melirik dengan nada lain. Iri. Tidak nyaman. Cemburu. Suara-suara sumbang mulai terdengar, membicarakan gaunnya, caranya berjalan, atau senyumnya yang dianggap terlalu dibuat-buat. Namun, semua itu seperti angin lalu bagi gadis itu. Ia tetap melangkah, tidak terusik, tidak bergeming.
Ia masuk ke butik satu, mencoba dress. Keluar. Masuk lagi ke toko perhiasan. Keluar lagi. Setiap kemunculannya seperti adegan dalam film, diiringi bisik-bisik, sorakan kagum, dan deru langkah kaki yang tak ingin kehilangan momen melihatnya.
Pusat perbelanjaan itu pun berubah fungsi—bukan lagi tempat belanja, melainkan panggung tak resmi tempat seorang gadis tak dikenal menjadi pusat gravitasi semesta.
Siapakah dia?
•
•
•
Mandalika. Nama yang terdengar seperti dongeng. Tapi inilah kisah nyata yang pernah tertutup rapat dari dunia.
Dulu, dia hanyalah seorang gadis kecil berusia tujuh tahun yang akhirnya merasakan dunia untuk pertama kalinya. Hatinya riang, matanya bersinar melihat jalanan, toko-toko, dan langit yang begitu luas. Tapi kebebasan itu hanya sekejap. Di hari pertamanya ke sekolah dasar, dunia merenggut senyumnya—saat seorang guru, orang yang seharusnya melindungi, justru menculiknya.
Motifnya sederhana namun mengerikan—karena kecantikannya. Ia dianggap terlalu cantik untuk menjadi biasa.
Orangtuanya hancur. Mereka menyalahkan dunia, lalu diri sendiri. Maka, dengan air mata dan ketakutan, mereka mengambil keputusan: Mandalika tak boleh lagi keluar rumah. Dunia terlalu kejam untuk wajah seindah itu.
Sejak hari itu, Mandalika tumbuh di balik tembok tinggi. Pendidikan diberikan melalui guru privat, semua kebutuhannya tersedia, tapi satu hal tidak: kebebasan.
Hari-harinya dihabiskan di balik jendela, menyaksikan anak-anak tertawa di luar sana, berlarian mengejar layang-layang, atau sekadar bersepeda di jalan kecil. Ia iri. Bukan karena mereka bahagia, tapi karena mereka bebas.
Waktu berlalu. Rindu itu tumbuh menjadi luka. Namun luka itu pun akhirnya memudar, saat satu keputusan besar diambil.
Hari itu tiba. Hari di mana Mandalika kembali menjejakkan kaki ke dunia luar—untuk kedua kalinya dalam hidupnya.
Seperti dongeng, namun gelap...
Sejak hari itu, segalanya berubah.
Orangtua Mandalika, dengan berat hati, akhirnya memberikan kebebasan padanya. Ia bebas ke luar rumah, memilih hidupnya, menata jalannya sendiri.
Tapi dunia ternyata bukan hanya gelap—dunia juga penuh godaan.
Dan Mandalika... memilih untuk menjelajahinya.
Banyak pria tampan datang—membawa bunga, kata manis, janji, bahkan air mata. Tapi hatinya dingin, terbiasa dilukai oleh masa kecil, ia kini bermain dalam permainan yang mereka ciptakan—dan menang dengan cara mereka tak siap.
Ia mencintai, lalu pergi. Membiarkan hati mereka patah, bingung, terluka tanpa tahu di mana salahnya. Dan saat satu nama hilang dari daftar, nama lain segera mengisi tempat kosong itu.
Setahun berlalu.
Tanpa penyesalan, tanpa luka. Hanya kepuasan dari kebebasan yang tak pernah ia miliki sejak kecil. Ia mengoleksi cinta-cinta gagal seperti trofi, sambil terus bertanya dalam hati: apakah ini yang disebut bahagia?
Dan saat segalanya terasa seperti permainan yang tak pernah berakhir, kisah ini pun dimulai—di satu sore biasa, dengan kalimat yang terdengar seperti petir bagi yang mendengarnya:
"Kita putus."
Suara yang ringan. Tapi di baliknya, badai mulai bergerak.
...To be continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Nanana~
Baru prolog udah kereeen, Thor👍👍👍
2024-11-18
0
Bintangkehidupan
Prolognya keren
2024-08-22
2
Eulalia
Gak sabar buat lanjut!
2024-08-16
2