Chapter 2

Malam yang kelam...

Aku terbangun dari tidur dengan napas terengah, merasakan rasa haus yang mendesak di tenggorokanku. Kali ini, aku tahu aku berada di ambang kehilangan kendali. Ketakutan menguasai pikiranku—takut bahwa aku akan melakukan sesuatu yang tak dapat diperbaiki, sesuatu yang akan menghancurkan kehidupan ku.

Aku membuka jendela dan melompat keluar tanpa berpikir panjang. Suara retakan kecil di bingkai jendela terdengar samar di telingaku saat aku terjun ke dalam gelapnya malam.

Di bawah naungan malam, kekuatanku tampak lebih kuat. Indraku semakin tajam, mampu mendeteksi setiap suara dan aroma di sekelilingku. Namun, aku kehilangan kendali atas hasratku. Aku mencoba mengendalikan diri, tetapi rasa haus akan darah terlalu kuat—rasanya seperti mencoba mengendarai mobil dalam keadaan mabuk berat.

Bau darah yang menggoda menusuk hidungku, memicu insting liar di dalam diriku. Tanpa sadar, taring tajam mulai muncul di mulutku.

Aku mendarat di atas sebuah bangunan, mengabaikan beton yang hancur saat tubuhku menghantamnya, dan berlari mengikuti aroma darah yang semakin kuat.

Aku hampir kehilangan kesadaran, berusaha sekuat tenaga untuk tetap sadar, menolak menjadi binatang yang diperbudak oleh haus darah. Dalam waktu singkat, aku sampai di sebuah gang gelap, dan perlahan dunia dalam penglihatan ku mulai berubah menjadi warna merah darah. Di sana, aku melihat empat siluet.

Tiga pria dan satu wanita. Dua pria memegangi lengan wanita itu, sementara pria ketiga menodongkan senjata ke lehernya. Pandanganku tertuju pada jantung para pria itu— namun cahaya hati mereka tampak lebih lemah dibandingkan ibu ku.

"Siapa kau?! Pergi dari sini!" salah satu dari mereka berteriak, tapi aku tidak peduli. Perhatianku teralih ke wanita itu. Dia berbeda; hatinya tidak bersinar merah seperti yang lain. Sebaliknya, lehernya yang menarikku.

Pria dengan senjata mendekatiku dengan niat jahat, tapi langkahnya terhenti begitu dia melihat senyum predator di wajahku. Taringku tajam seperti dracula, yang bisa dengan mudah merobek daging dan tulang. Ketiga pria itu terdiam, wajah mereka pucat seperti melihat mimpi buruk terburuk mereka.

"M-Monster..." suara salah satu pria gemetar. Mereka mencoba melarikan diri, tapi ketakutan telah melumpuhkan mereka.

Dengan tenang, aku mendekat. Mata mereka terjebak dalam tatapanku, seperti babi yang akan disembelih. Dalam sekejap, aku muncul di depan pria yang memegang senjata, tanganku menembus dadanya dan mencabut jantungnya. Aku memandang organ berdetak itu dengan ketertarikan, tapi entah kenapa, darahnya tak menggugah seleraku. Aku menjatuhkannya ke tanah.

Yang terjadi selanjutnya adalah teriakan histeris pria yang memegangi wanita itu. Dia mencoba lari, tapi tak berdaya. Dengan kecepatan yang tak terbayangkan, aku muncul di belakangnya dan memisahkan kepalanya dari tubuhnya. Aku meraih kepalanya dan menjilat darah di wajahnya, Tapi yang kurasakan hanya merasa jijik.

"Menjijikkan," gumamku sambil meludah ke tanah.

Aku beralih ke pria terakhir, dan dengan satu gerakan cepat, tubuhnya terbelah dua. Ia hanya sempat melihat tubuhnya jatuh sebelum nyawanya benar-benar hilang.

Aku mabuk dalam kenikmatan membunuh dan aroma darah yang memenuhi udara. Kesadaranku berayun antara terjaga dan tidur, seperti terjebak dalam mimpi yang kabur.

Tawa lembut seorang wanita memecah kesunyian.

Aku menatapnya, penglihatan ku kembali normal. Dia adalah wanita cantik dengan kulit pucat, rambut putih panjang terikat rapi, dan mata ungu yang tajam. Gaun hitam bergaya gothic yang dia kenakan tak mampu menyembunyikan keanggunan tubuhnya.

"Seperti yang kuduga, kau melampaui harapanku, Alucard," katanya, suaranya mengingatkanku pada bisikan yang kudengar saat terbangun pagi ini.

Saat aku akan menanyakan banyak hal, dia meletakkan jarinya di bibirku, "Ssst. Kau harus memuaskan dahagamu dulu. Darahku akan memberitahumu semua yang perlu kau ketahui, Sayang." Dengan perlahan, dia membuka gaunnya, memperlihatkan sebagian lehernya.

Inderaku meledak dalam keinginan yang tak terkendali. Aku menelan ludah, memeluknya erat, dan menggigit lehernya.

"Ahhh~! Kau begitu kejam," desahnya, tapi aku mengabaikannya, hanya terfokus pada darah yang kini mengalir ke tenggorokanku. Rasanya lebih nikmat daripada apa pun yang pernah kurasakan. Setiap tegukan darahnya adalah kenikmatan yang tak terbandingkan, dan aku merasakan hubungan yang kuat terbentuk di antara kami, sebuah koneksi yang aneh namun tak terelakkan.

"Sepertinya kau menikmati darahku, bagus." Senyum genit menghiasi wajahnya saat dia tiba-tiba menggigit leherku. Sensasi dari gigitannya memperdalam koneksi kami, dan kenangan-kenangannya membanjiri pikiranku.

Aku melihat dunia melalui matanya—pasar yang familiar, bangunan yang terbengkalai, dan tubuhku yang terluka parah terbaring di tanah. Wanita itu seperti membuat sebuah lingkaran sihir di tanah lalu mengigit tangannya untuk meneteskan darahnya ke bibirku, dan saat itu, Tubuhku mulai beregenerasi dengan kecepatan yang luar biasa dan lingkaran sihir mulai berputar di tanah. Saat tubuhku berhenti beregenerasi, lingkaran sihir itu tiba-tiba menghilang.

Wanita itu menampilkan senyum puas, "Sukses."

Seketika, aku membuka mata dan menemukan diriku kembali di gang gelap, di hadapan wanita berambut putih itu.

"Ngh~~, Alucard....apakah kau ingin membunuhku? Kau sudah puas, kan?" senyumnya bermain di bibirnya.

Aku berhenti menggigit lehernya dan menatapnya. Pikiranku dipenuhi pertanyaan, aku akhirnya menyadari bahwa sebenarnya aku ini vampir, begitupula dengan wanita itu. Tapi yang pertama kali kutanyakan adalah, "Siapa namamu?"

Wanita itu menampilkan senyum terindah yang belum pernah kulihat. "Luna…Luna Ravenclaw."

Aku tersenyum kecil, meski terasa canggung. "Nama yang indah, cocok denganmu."

"Haha, Terimakasih," katanya sambil tertawa.

"Alucard…Alucard morningstar" jawabku memperkenalkan diri.

"Aku baru menyadari bahwa nama mu itu kebalikan dari kata Dracula" komentarnya sambil tertawa kecil.

"Ya begitulah, aku tidak tau kenapa orang tua ku memberikan nama yang begitu menyeramkan untuk ku" jawabku sambil mengangkat bahu.

Kini, dengan kesadaranku yang perlahan kembali, aku melihat mayat-mayat yang berserakan di sekitarku. Perutku bergejolak, merasa ingin muntah, tapi tubuhku menolak. Perasaan aneh merayap dalam diriku—antara jijik dan ketidakpedulian yang dingin.

Luna melihat kebingungan di wajahku, "Ayo, kita pindah dari sini."

Aku mengangguk setuju. Dia mendekat, "Cobalah untuk mengikuti ku. Aku akan melambat."

Dengan dorongan ringan, Luna melompat ke atap gedung, dan aku mencoba mengikuti, meski tanah di bawahku hancur akibat loncatan ku yang terlalu kuat. Dalam perjalananku mengikutinya, perasaan aneh mulai muncul. Meski aku tahu dia adalah penyebab dari perubahan ini, aku tidak bisa merasa curiga padanya. Ada sesuatu tentangnya yang terasa akrab, seperti aku pernah bertemu wanita ini sekali di masa lalu, tapi aku tidak ingat kapan.

Satu langkah demi langkah, aku mencoba memahami situasi ini. Tapi untuk saat ini, aku hanya bisa mengikuti vampir cantik itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!