"Mama bilang sarapan dulu." "Iya Mama, aku cuma mau cuci dulu," tegasku. Entah kenapa semenjak hamil aku menjadi sangat sensitif dan mudah emosi, mungkin hawaan bayi, kurasa hal seperti ini sangat biasa dialami oleh wanita yang sedang mengandung. Aku memakan sarapanku dengan
diam, malas sekali membuka suara.
Hingga ponselku berdering.
"Hapenya bunyi Nes," ujar mama sedikit keras dari arah dapur mungkin. karena aku tak kunjung mengangkat panggilan telpon.
"Iya Ma," balasku pelan. Aku mengambil ponsel itu dan memutuskan untuk mengangkat panggilannya.
"Halo," sapaku dengan nada datar tapi
sudut bibirku menyimpan senyum. "Fira, Mas nggak bisa ke sana. Ada beberapa hal yang harus diurus di kantor. Tapi Mas udah kirim supir buat jemput kamu. Kita bicara di kantor." "Tapi-"
"Mas meeting dulu, kliennya udah datang."
Sambungan telepon itu putus. Aku menghela napas kesal, selalu saja Mas Adi berlaku seenaknya. "Kenapa? Adi nelpon?"
Mama datang dari arah dapur.
"Hmm," balasku singkat.
"Terus gimana? dia jadi kemari?" tanya. Mama dengan nada kepo.
"Enggak, supirnya bakal datang, dia mau aku yang ke Jakarta."
"Oh ya udah, siap-siap sana." Aku melongo, rahangku hampir jatuh melihat respon Mama. Beliau kelihatan bersemangat saat aku ngomong bahwa aku yang harus ke Jakarta untuk menemui Mas Adi
"Kenapa?" tanya Mama karena aku menatapnya dengan pandangan terkejut.
"Enggak," balasku kesal.
"Tatiana kamu bisa ke ruang saya? Kalau bisa bawakan saya kopi." "Baik pak."
Tatiana ingin sekali menjambak rambut laki-laki itu. Oke dia tahu bahwa malam kemarin Adi sudah menolongnya dari tindakan gila
mantan suaminya tapi Adi tidak harus membuatnya layaknya pembantu seperti ini.
"Mbak Tatiana ngapain bawa kopi?
Kan ada OB?" tanya Lilis bingung. Kalau itu aku juga tahul Tapi laki-laki
sialan itu emang pengen ngerjain aku,
Sungut Tatiana dalam hati.
"Mbak! Ngapain bengong? Aku lagi
nanya." Suara Lilis menggembalikan Tatiana pada kesadarannya. "Mbak mau nyari muka, siapa tahu
boleh naik jabatan," jawab perempuan
itu asal dan langsung melangkah menuju lantai 11 di mana ruangan sang bos berada.
"Wah, udah bergerak aja tuh anak.
Nggak ada Mbak Nesa malah makin
menjadi."
Lilis kesal karena semakin hari Tatiana
dan Pak Adi semakin dekat apalagi setelah Mbak Nesa menggundurkan diri dari perusahaan. "Dasar ganjen, umpat Lilis melihat Tatiana memasuki lift.
"Ini kopinya pak," sahut Tatiana
dengan kesal.
"Kenapa wajah kamu kesal gitu?" tanya Adi sembari menahan senyumannnya.
"Ya lagian kamu. Iya tahu yang udah mau rujuk sama Nesa. Aku juga tahu kamu udah nolongin aku, tapi jangan malah ngelunjak begini. Kan ada OB
Dil"
Tatiana benar-benar kesal. "Kan aku mau buat kamu sehat, duduk-duduk aja nggak baik." Seketika Tatiana gondok. "Nggak usah kesal-kesal gitu, mending kamu bantu aku beres-beres ruangan. Bentar lagi istriku datang lho."
"Iya Bos, Iya!"
Adi terbahak melihat tingkah sahabat
perempuannya itu.
Aku benar-benar kesal melihat
pemandangan yang ada di depanku,
kenapa juga harus ada Tatiana di
ruangan ini? Baiklah aku tahu fakta
bahwa Tatiana dan Mas Adi itu tidak
berselingkuh tapi tetap saja aku kesal
melihat mereka berdua ada di ruangan
ini
Oh astaga apakah aku cemburu?
"Hai," sapaku dan mataku tetap fokus
menatap dua orang yang baru saja
mengakhiri pekerjaan mereka yang
mungkin membersihkan ruangan ini.
"Fira, kamu udah datang sayang," ucap
Mas Adi dan langsung menghampiriku.
"Nes, aku minta maaf untuk semua
kesalahpahaman yang terjadi antara
kamu dan Adi. Semuanya benar-benar
diluar kendaliku, aku tidak tahu kalau
akhirnya akan jadi seperti ini. Aku
waktu itu bingung. Mantan suamiku
nahan anakku. Pokoknya kamu harus
dengar baik-baik semua penjelasan
Adi."
Tatiana juga menghampiriku dan
memelukku. Perempuan itu terisak. Oh
oke, aku malah ikut menangis.
"Maaf juga karena sudah menuduh
kamu."
Sejujurnya aku benar-benar merasa
bersalah, dulu aku sempat tidak mau
mendengarkan penjelasan perempuan
itu karena sudah terlanjur merasa
dikhianati.
"Percayalah, Adi itu sayang dan cinta
banget sama kamu Nes."
"Oke nangis-nangisnya udahan dan
kamu Tatiana kembali ke ruangan
kamu karena saya harus melepas
rindu dengan istri saya."
Tatiana menatap Mas Adi dengan kesal
namun dia tetap menuruti.
"Dia selalu nyebut nama kamu
pagi-pagi kalau lagi di kamar mandi.
Aku sering dengar kalau bawa berkas
ke ruangan."
"Tatianal" teriak Mas Adi dengan
wajah semerah tomat, sementara aku
hanya menatap tidak percaya. Kalian
tahu kan maksud ucapan Tatiana itu.
"Ehrtı, Fira. Mas cuma, ya kamu tahu
kan kalau laki-laki itu-
"Iya, aku tahu Mas nggak usah
dilanjutin.
Tatiana malah terbahak, aku merasa
malu dengan tingkah Mas Adi.
"Oke selamat bersenang-senang kalian
herdua. Ingat buatin ponakan yang
banyak ya!"
Setelahnya Tatiana keluar dari
ruangan, Mas Adi langsung mengunci
pintu.
"Ngapain dikunci?" tanyaku sedikit
panik.
Oke kami memang sudah dewasa dan
masih sah dalam ikatan pernikahan
untuk melakukan adegan dewasa
tapi tidak di dalam kantor juga kan.
Lagipula kami baru saja bertemu lagi
dan akan membicarakan sesuatu,
"Biar nggak ada yang ganggu,"
jawabnya lalu menarik pinggangku
untuk duduk dipangkuannya.
Astaga ini posisi yang cukup
berbahaya menurutku, apalagi untuk
kami yang belum tahu rujuk atau
tidak.
Eh bukan rujuk namanya,
karena kami kan belum benar-benar
bercerai. Ehm balikan mungkin lebih
tepatnya,
eh atau apa? Aku bingung.
Terserahlah kalian mau menyebut
istilahnya apa.
"Beneran mau rujuk? Kamu
bela-belain jauh-jauh dari bandung
kemari," ucapnya dengan pandangan
menggoda.
Ku rasa pipiku memanas, aku seperti
ABG yang lagi jatuh cinta.
"Emang aku udah ngomong mau
rujuk?"
Mas Adi malah menatapku dengan
senyum menggodanya.
"Udah ketulis banget di jidat kamu.
Mas Adi mendekatkan wajahnya
untuk mencium pipiku. Aroma mint
bercampur keringat tercium dari
tubuhnya dan itu membuatku nyaman.
"Mas parfum kamu harum," seruku
sembari mengedus di lehernya.
"Aku belum mandi dari pagi lho. Tadi
pagi bangun kesiangan, karena
ada
meeting pagi aku cuman cuci muka
sama sikat gigi aja.
Biasanya aku akan kesal kalau
mendengar Mas Adi helum mandi
seperti ini. Namun sepertinya kali
ini berbeda, aku malah suka aroma
tubuhnya yang belum mandi ini.
"Eh tunggu," seru Mas Adi sembari
menjauhkan tubuhnya..
"Kamu nggak lagi ngidam kan Fir?"
tanyanya.
Aku hanya mengangkat bahu bingung,
aku sendiri tidak tahu apakah aku
sedang ngidam atau tidak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments