Waktu menunjukkan pukul 10.10 WIB
saat Tatiana mengetuk pintu ruangan Adi "Selamat pagi puk, ada surat dari pengadilan untuk sidang kedua Anda dan Ibu Kanesa." Wajah Tatiana nampak merasa
bersalah.
Adi menatap Tatiana dengan pandangan kosong, entah sudah berapa hari laki-laki itu tidak tidur dengan benar, ah dia ingat. Itu saat pertama kali Nesa mengajaknya untuk bercerai.
Tatiana maju beberapa langkah dan meletakan amplop coklat itu di atas meja kerja sang hos.
"Maafkan saya Pak, saya sudah menjelaskan tapi Ibu Kanesa sama sekali tidak ingin mendengarkan."
"Sudah Tatiana, tidak apa-apa, sekarang kamu bisa keluar dari ruangan saya." Adi berucap sembari kembali fokus pada pekerjaannya, sebenarnya dia tidak berniat berbicara sedatar itu pada Tatiana. Namun keadaan sedang tidak memungkinkan untuk dia sekadar bercanda dengan perempuan itu. Tatiana sudah bekerja dengannya bahkan jauh sebelum Adi mengajak Nesa berpacaran. Adi dan Tatiana tumbuh bersama sejak kecil dan dia sangat mengenal perempuan itu. Perceraiannya bersama Nesa di usia pernikahan yang masih sangat muda menyeret nama sahabat perempuannya itu. Adi tidak pernah mengira bahwa kedekatannya bersama Tatiana akan menciptakan curiga dari Nesa sang Istri. Sebelum menikah dia selalu menjelaskan bahwa dia dan Tatiana hanyalah sepasangan sahabat. Meskipun sejak perceraian Tatiana bersama suaminya membuat Adi selalu ingin melindungi Tatiana sebagai seorang sahabat. Akan tetapi kedekatan itu malah memunculkan benih cemburu
pada istrinya hingga menuduhnya berselingkuh. Sejujurnya Adi merasa sangat sakit hati, Nesa tidak mempercayainya. Selingkuh? berpikir tentang hal itu saja tidak pernah dia lakukan.
Setelah kepergian Tatiana dari
ruangannya, Adi merobek amplop
coklat itu tanpa melihat isi di
dalamnya. Sesaat kemudian dia
mengambil ponsel dan menelpon
seseorang. "Berapapun akan saya bayar yang penting kamu buat pengacaranya tidak datang ke persidangan dan buat dia bungkam serta berada di pihak kita. Juga buatkan sebuah surat hasil sidang palsu dan kirim ke keluarga mereka. Jangan biarkan ada yang tahu bahwa saya dan istri saya tidak benar-benar bercerai." Setelah berucap demikian Adi mematikan sambungan telpon itu, lelaki itu berdiri dari duduknya dan
berbalik menatap jalanan kota Jakarta
yang sepertinya tidak terlalu macet
dengan sudut bibir yang mengembang.
Dia tidak takut dipenjara namun yang
lebih menakutkan menurutnya adalah
melepaskan Kanesa Alfira. Dia tidak
akan pernah bisa melihat istrinya
bersanding dengan laki-laki lain. Adi
tidak ingin perceraian terjadi hanya
karena salah paham.
"Kamu udah gila Mas," teriakku menggebu setelah mendengar cerita Mas Adi. Tidak Habis pikir aku dengan apa yang lelaki itu lakukan, dia memalsukan dokumen perceraian kami. "Nesa, jangan berteriak di depan suamimu," ucap Papa sembari mengingatkan. Suami? Astaga dunia ini pasti sudah gila. Aku bahkan tidak terpikir bahwa Mas Adi akan melakukan hal semacam ini, ah atau aku yang memang lupa sekaya apa keluarga Tano hingga dengan berani dapat melakukan kejahatan
semacam ini.
"Aku bisa tuntut kamu lho Mas? Kamu
pikir aku nggak berani?" tanyaku
dengan senyum miring.
"Nggak usah main tuntut-tuntut gitu
Nes. Kamu lagi hamil bukan busung
lapar," selah Mama.
Sejak kapan aku berpikir kalau aku
busung lapar? Ya, dari awal aku tahu
aku hamil tapi aku tidak ingin kembali
pada laki-laki yang sudah sering
membohongiku. Bukan tidak mungkin
di kemudian hari dia tidak akan
membohongiku lagi kan?
"Mama lupa, Mas Adi selingkuh sama
Tatiana," ucapku mengingatkan
jika saja kedua orang tuaku hendak
berpihak pada Mas Adi.
"Ah iya, apakah perselingkuhan itu
benar adanya Adi? Selama ini Papa
tidak bertanya dengan benar sama
kamu
Aku mendengus mendengar
pertanyaan yang dilontarkan Papa.
Bisa-bisanya kedua orang tuaku sama
sekali tidak berpihak padaku.
"Nggak pa. Adi nggak pernah
selingkuh. Fira aja yang nggak pernah
mau dengar penjelasanku."
"Penjelasan? Kenapa aku harus
mendengar penjelasan kamu Mas,
sementara aku menyaksikan sendiri."
Rasanya aku ingin tertawa
terbahak-bahak sekarang.
"Jadi pa, saat itu-"
"Nggak, Nggak usah ngarang cerita
Mas."
"Diam kamu Nesa, Apa pernah Papa
ngajarin kamu bicara sekasar itu pada
suami kamu?"
Aku diam. Aku tidak bisa membantah
ucapan Papa karena aku tahu cara
bicaraku dengan Mas Adi memang
sekasar itu.
"Lanjutkan Adi, Semuanya harus jelas
hari ini."
Beberapa bulan sebelum perceraian.....
Nesa menutup matanya rapat-rapat
sembari mengenggam erat alat
tes kehamilan di tangannya.
Pernikahannya bersama Adi sudah
berlangsung selama 2 tahun lebih
namun sampai saat ini dia masih
juga belum diberi momongan. Mereka
sudah beberapa kali berkonsultasi
dengan dokter kandungan dan
semuanya sehat baik dia maupun Adi,
hanya saja memang mereka belum
diberi kesempatan dari Tuhan untuk
menimang seorang anak.
Setelah beberapa saat perempuan itu
membuka mata dan matanya menatap
penuh kecewa hasil yang tertera pada
alat dalam genggamannya.
Sebenarnya dia sudah mempersiapkan
diri, namun rasa kecewa itu tetap ada.
Nesa tahu bahwa suaminya, Refaldi
Tano, tidak akan menuntut atau
pun memaksa, dia tahu bagaimana
Mas Adi begitu mencintainya. Akan
tetapi beberapa kerabat jauh Mas Adi
beberapa kali menyinggung masalah
momongan ketika mereka berkunjung
di rumah.
Perempuan itu kemudian keluar dari
toilet karyawan setelah membukus alat
tes kehamilan dengan beberapa tisu
dan membuangnya ke tempat sampah.
Nesa melangkah hendak menuju
ke ruangan Adi untuk berbagi rasa
kecewanya
Sementara itu di ruangan Adi, Tatiana
sedang menangis sesegukan.
"Kalau aku mau temuin Dean aku
harus ngasih uang 1 milliar ke dia, Di.
Dia udah gila. Aku bisa aja minjam ke
keluarga kamu namun aku nggak bisa
jamin pertemuan berikutnya dia nggak
minta lagi."
Adi menghampiri perempuan itu
dan memeluknya. Adi tahu Tatiana
adalah perempuan yang kuat namun
melihatnya rapuh seperti ini rasanya
dia ingin marah dan memukuli mantan
suami sahabatnya itu.
Kalau hanya berdua seperti ini Adi
selalu mengatakan agar Tatiana
memanggil namanya saja tanpa
embel-embel Pak. Ayah Tutiana dulu
bekerja di keluarga Tano selama 20
tahun maka itulah Adi dan Tatiana
bersahabat. Itulah kenapa Adi sudah
menganggap Tatiana sebagai adiknya.
"Kita akan cari cara untuk
mendapatkan anak itu, kamu tenang
aja. Aku selalu adu buat kamu."
Adi mengeratkan pelukannya
menyalurkan kehangatan pada
perempuan yang sudah seperti adik
perempuannya. Hal itu juga akun
dia lakukan pada Gisha jika adik
kandungnya mengalami hal seperti
Tatiana.
"Mas."
Adi tersentak dan melepaskan pelukan
bersama Tatiana lalu menoleh ke arah
pintu masuk ruangannya di sana ada
Nesa yang berdiri dengan air mata
yang membanjir.
Apa yang terjadi dengan istri kecilnya
itu?
"Cara apa Mas? Cara kamu untuk
menyikirkankan aku dan bisa bersama
Tatiana? Anak? Anak siapa? Ah karena
aku nggak bisa ngasih kamu anak
kamu malah selingkuh seperti ini?"
Adi langsung melotot mendengar
pertanyaan dari istrinya. Sepertinya
Nesa salah paham.
"Enggak Fir, kamu salah paham."
"Aku udah banyak kali aku pergoki
kalian dengan posisi pelukan seperti
ini, awalnya kupikir itu wajar karena
kalian sahabatan."
Nesa tertawa sumbang.
"Ternyata aku salah. Kalau kamu
emang udah nggak cinta sama aku,
ngomong Mas!"
"Fira, sayang kamu salah paham."
"Enggak lagi Mas. Aku pengen
berhenti."
"Enggak ya Fira."
"Aku mau cerai Mas."
"Enggak!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments