Sinar matahari memasuki cela-cela gorden kamar hotel, aku mencoba membiasakan mataku dengan cahaya yang masuk. Kalau kalian berharap aku terbangun dengan seseorang di sampingku, kalian salah. Tidak ada yang terjadi selain ciuman.
Ya, meskipun awalnya aku bahkan
sampai terbuai karena Mas Adi memang pencium yang handal. Namun aku tidak semurah itu menerima kembali sentuhan seseorang yang sudah mengkhianati perasaanku. Setelah ciuman itu, aku menyeret Mas Adi untuk keluar dari kamarku. Ya, meskipun tenaga yang kugunakan untuk menyeretnya benar-benar sangat ekstra.
Ya, aku menyeretnya seperti menyeret
seekor sapi gila yang baru saja mengamuk. Oke lupakan masalah. semalam karena aku menganggapnya sebagai kehilafan semata.
Aku bangun dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum memesan sarapan pagi
untuk diantarkan ke kamarku. Setelah selesai membersihkan diri, aku keluar dari kamar mandi. Memakai kaos oblong hitam dan celana pendek lalu memilih duduk di atas tempat tidur, Ponselku berbunyi.
"Hmm," gumamku setelah mengangkat
panggilan itu. "Baru bangun kamu?" tanya Mama dengan suara super nyaring, aku sampai harus menjauhkan ponsel dari telingaku. Beliau sepertinya ingin anaknya ini agar cepat tuli
"Iya," balasku singkat.
"Nes, Mama dengar dari Mama mertua kamu, Adi juga berlibur ke sana. Kalian janjian?" Dengan hebohnya mama bertanya. Aku sangat mengenali sifat beliau
apalagi sudah berbincang dengan
Mami Deasy, maka lengkaplah.
"Enggaklah Ma, ngapain juga Nesa janjian sama Mas Adi? Nesa kan punya proyek cari jodoh di sini."
Mama mendengus mendengar
ucapanku.
"Ngaco kamu."
Aku tertawa. Entah kenapa sampai sekarang Mamaku itu nampak tidak begitu rela kalau kehilangan menantu seperti Mas Adi. Padahal dia sendiri tahu bahwa kami bercerai karena Mas
Adi ketahuan selingkuh. "Ya, lagian Mama sih ngadi-ngadi. Nesa liburan di sini tuh buat refreshing dari segala beban pikiran. Beban pikiran terbesar Nesa adalah masalah sama Mas Adi jadi nggak mungkinlah janjian. Makin nambah pikiran aja. Aku mengomel seperti biasa.
"Ya udah deh Mama nggak bakal
bahas-bahas lagi. Terus kamu
liburannya berapa lama? Jangan lama-lama lah, entar malah jatuh cinta sama Komodo." Aku tergelak, Mamaku memang tidak terduga. "Mendingan jatuh cinta sama Komodo."
"Ngaco."
"Udah ya Ma, Nesa mau sarapan dulu." "Iya, hati-hati kamu di sana, jangan gampang percaya sama orang
"Iya Ma. Iya."
Hari ini aku sama sekali tidak ada niat keluar dari hotel, padahal kemarin sudah ku susun jadwal, untuk snorkling di hagian selatan.
pulau Komodo. Namun semuanya jadi runyam dan batal karena pertemuan bersama Mas Adi. Kehadiran laki-laki itu benar-benar berpotensi menghancurkan segala plan kehidupanku yang bahkan sudah ku atur dengan sangat baik. Bunyi bel terdengar tidak terlalu nyaring. Setelah memastikan penampilanku cukup sopan, segera ku
beranjak untuk membuka pintu. Tepat dugaan, sarapanku datang. "Kalau ada yang kurang atau mau
minta menu tambahan, Mbak telpon saja, kami siap melayani," tutur pelayan hotel itu padaku dengan nada bicara serta gimik yang begitu sopan.
"Baik"
Setelah berucap demikian, aku pun
mempersilakan pelayan itu untuk
masuk dan menata makananku seperti yang sudah biasa dia lakukan. "Kalau begitu saya pamit undur diri," tuturnya sebelum akhirnya menghilang di balik pintu coklat itu. Aku langsung menyantap sarapan
dengan penuh penghayatan.
"Halo," sapaku. Lilis dan beberapa anak kantor malah menelponku melalui panggilan video.
"Waduh lagi sarapan," seru Miranda dengan cukup heboh. Kapan sih bocah itu berhenti untuk tidak menjadi berlebihan. "Kamu pikir Mbak Nesa itu gondoruwo yang nggak perlu sarapan?, cibir Deon. "Nggak usah ngajak ribut deh."
Manusia dua itu tak pernah sekalipun
kalau tidak berdebat, aku malah
semakin yakin kalau mereka berdua
akan berjodoh. "Eh Mbak Nes, udah lihat postingan Instagram Pak Adi? Beliau juga ada di Pulau Komodo Iho Mbak, hati-hati
nanti Clbk."
Aku mendengus. Mereka tidak tahu
saja hahwa semalam aku dan Mas Adi
hampir saja berakhir di atas tempat tidur. Kalau sampai mereka tahu, aku tak dapat membayangkan akan jadi seheboh apa mereka. "Iya Mbak tahu kok, kemarin sempet ketemu." Lilis, Miranda dan jeni menjerit.
"Beneran?" tanya Sania dengan wajah
shok.
"Aku udah ngomong tadi kan? Bakalan
Clbk, percaya deh 100% Miranda tidak
pernah salah kira."
Aku kembali menghela nafas, Miranda ini tak pernah mau diam. Aku mengambil minum setelah merasa kerongkonganku kering dan mulai menyantap sarapanku di depan panggilan video mantan rekan-rekan sekantorku.
"Ngaco kamu Mir," ucapku setelah
berhasil melahap sesuap makanan lagi.
"Bukan ngaco mbak, tapi aku beneran
yakin kalau Mbak Nesa sama Pak Adi
bakalan Clbk," terangnya.
"Terserahlah, Mbak sendiri nggak
mungkin bakal Clbk. Dia udah berada
di daftar hitam."
Mereka terkekeh mendengar
ucapanku.
"Pakai daftar hitam segala, udah kek
mafia aja Mbak."
Deon bersuara dan mereka tertawa lagi. Hanya berselang beberapa menit kami
bicara karena mereka sudah harus
kembali bekerja.
Aku tidak tahu Mas Adi mendapat kunci hotelku dari mana namun yang pasti lelaki itu sudah berdiri di ambang pintu sembari melipat tangannya di depan dada.
"Aku bisa aja melaporkan ke pihak. Hotel, ini namanya penyusupan," seruku dengan nada marah.
"Silakan," tantangnya dengan nada
meremehkan.
"Mas Adi udah gila? Nggak punya
kerjaan sampai harus nguntit
kehidupanku? Mas, kita udah cerai.
Mohon jangan mempersulit situasi."
Aku merasa tidak tahan lagi, aku ingin
bicara. Melepaskan segala kekesalan. dan kegondokan yang ada di dalam hatiku. Aku juga manusia, aku punya batas kesabaran. "Mas maunya apa sih? Kita kan udah selesai, jadi marilah jadi diri sendiri dan berhenti mencampuri hidup satu sama lain."
"Kita tidak pernah selesai Fira.
Kamu tidak pernah izinkan
aku
menjelaskan," balas lelaki itu dengan
nada dingin.
"Apa lagi, apa lagi yang harus
dijelaskan mas? Kamu selingkuh,
aku minta cerai udah selesai kan
masalahnya. Plis jangan memperkeruh
keadaan Mas. Aku juga mau hidup
bahagia."
Mataku memerah, hal itu
menampakkan bahwa aku sudah
benar-benar marah. "Aku nggak selingkuh," tekannya
dengan suara yang naik seoktaf.
Aku langsung tertawa.
"Ya mana ada maling yang ngaku Mas!
Kalau setiap maling ngaku, yang ada
penjara penuh.
Mas Adi ini aneh, dia benar-benar
tidak mau mengakui kesalahan yang
jelas-jelas telah diperbuatnya. Aku
dengan jelas menyaksikan semuanya
dan dia bahkan tidak mengaku.
Aku paling benci namanya dusta
dan pengkhianatan. Aku tak dapat
menerima kedua hal itu, apalagi
ini dilakukan oleh orang yang
benar-benar kupercayai.
"Fira," panggilnya pelan.
"Udahlah Mas, aku lelah. Perdebatan
kita tidak pernah punya titik
penyelesaian kalau masih begini.
Mending Mas pulang ke Jakarta. Kalau
Mas ke sini hanya untuk mengajakku
rujuk, mohon maaf aku tidak dapat
melakukannya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments