Bab. 5

Ketika persidangan telah selesai, mereka kembali ke kediaman Jendral dengan tidak berbicara satu patah katapun.

Sesampainya di dalam mansion, ayahnya hanya menepuk pundak mereka, dan berlalu. Ada kesedihan di matanya. Siapa yang tak sedih? Di saat bersamaan kedua anaknya putus hubungan dengan pasangannya.

Gracia kembali ke kamarnya dan duduk di atas ranjang dengan bersandar di kepala ranjang. Dia seperti melamun, tapi sebenarnya pikirannya lagi kosong. Tidak percaya apa yang baru saja terjadi, dia masih ingat wajah Andreas tunangannya ketika di ruang sidang tadi.

Dengan wajah babak belur dia melihat Gracia dengan malu, tapi dia tidak melihat penyesalan di matanya. Seolah perbuatan mereka bukan sekali ini saja terjadi.

Dari sejak kapan mereka selingkuh? Apakah sebelum kami bertunangan? Ck, mungkin saja, karena kami bisa bertunangan atas paksaan Ratu. Bukan karena kami saling jatuh cinta.

Andreas tidak pernah mencintaiku, begitu juga dengan aku, aku juga tidak mencintainya. Tapi yang membuat aku sakit hati adalah perbuatannya terhadap kakak iparku.

Bukankah kakakku mengatakan bahwa Meriam juga mencintainya ketika dia melamar dulu? Apa ada kesalahan? Sepertinya ada sesuatu yang terlewatkan.

Gracia turun dari ranjangnya dan menuju kamar kakak laki-lakinya, dia mengetok pintunya tapi tidak di buka. 'Apa dia melakukan sesuatu yang fatal?' Gumamnya kuatir.

Tiba - tiba seorang pelayan lewat dari depan kamar Reinhard.

"Apakah kamu melihat di mana kakakku berada?" Gracia bertanya kepada pelayan itu.

"Maaf Tuan putri, saya melihat tadi Tuan muda ke Barak militer." ucap pelayan itu dengan menundukkan kepalanya.

"Oh" ucap Gracia dan berlalu.

Dia berencana melihat kakaknya di Barak latihan militer,

Ketika dia memperhatikan dari kejauhan bagaimana kakaknya yang sedang berlatih, dia merasa kasihan. 'Dia semakin terlihat menyeramkan,' pikirnya.

Semua prajurit yang dia paksa untuk latihan, semua kewalahan. Terbawa emosi, dia mengeluarkan semua tenaganya.

"Jendral muda, mohon lebih santai sedikit, lihat semua prajurit yang sudah kecapaian menemani anda berlatih." Ucap pelayan yang biasa menemani Reinhard. Dia melihat sekeliling, ternyata mereka sudah kelelahan dan sebagian berbaring telentang karena terlalu lelah melayani jendral muda mereka latihan.

"Maaf" katanya dan dia meletakkan pedangnya, dan kemudian pergi ke ruangannya.

Gracia mengikuti, sesampai di ruang kerjanya Gracia memberi dia air untuk di minum. Dia meneguknya sampai habis.

"Kaka, jangan terbawa emosi, dia memang tidak pantas denganmu kak." Ucap Gracia dengan memegang lengan tangannya.

"Maaf, aku bukan memikirkan wanita itu."

"Jadi, kakak memikirkan siapa?"

"Andreas bajingan itu, bagaimana perasaanmu? Kamu tidak akan mengambil jalan pintas kan untuk melupakannya?" ucapnya sambil menangkup wajah Gracia dengan kedua tangannya.

"Kakak, aku tidak apa - apa. Aku juga tidak terlalu memikirkannya."

"Benarkah? Kalau begitu aku lega." ucapnya sambil memeluk Gracia.

"Isshh.. Kakak bau asem, keringat banyak begini meluk - meluk aku, bau tahu."

Dia spontan melepaskan Gracia dan tertawa.

"Maaf, aku lupa he he" dia terkekeh.

"Sana cepat mandi, bau ketek" ucap Gracia dengan mengibas tangannya di depan hidungnya. Reinhard hanya tersenyum dan mengelus kepalanya. Dia pergi membersihkan diri.

Akhirnya Gracia merasa lega karena melihat kakaknya sudah baikan dari kemarahannya. Walaupun Reinhard bukan kakak kandungnya, dia sudah dia anggap seperti saudara kandung.

Reinhard anak kecil yang di temukan ayahnya di daerah perbatasan, saat itu setelah perang Gregory berencana pulang ke rumah untuk menemui putri semata wayangnya. Dan saat itulah dia melihat Reinhard kecil duduk di pinggir jalan sambil menangis dan kelaparan.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***