" Kita istirahat dulu... Ayo makan siang menjelang sore dulu, Nyi...!"
Ajak Mbok Darsih ketika sudah sampai ke tempat yang agak datar/ rata.
Bu Surmi mengiyakan ajakan Mbok Darsih. Dibuang nafas nya sambil menurunkan tas berisi perbekalannya yang terasa semakin memberatkan punggung. Punggung tangan kananya menyeka keringat di dahinya yang mulai merembas. Kemudian ia mengeluarkan perbekalan, air nasi timbel dan lauk pauknya.
"Kira-kira berapa jam lagi Mbok perjalanan kita?"
"Ada sekitar satu jam lagi, Nyi. Itu kalau perjalanan cepat."
"Yang penting jangan sampai kemalaman, ya Mbok. Dan lancar diperjalanannya." Ucap Bu Surmi, lalu diteguknya air mineral dari botol sambil mengeluarkan nasi timbal dan lauk pauk nya.
"Mudah-mudahan, Nyi. Dan si Mbok juga masih ingat rute jalannya, soalnya lama juga Mbok nggak ke sini lagi. "
"Kalau Nyai merasa capek. Nggak apa-apa kita istirahat saja. Yang penting nyampai di rumahnya Kakek Sura sebelum maghrib. Biar kita bisa istirahat sebelum ke tempatnya Eyang Cakra Buana." Sambung Mbok Darsih.
Beberapa menit kemudian, setelah kedua wanita itu beristirahat dan menyantap perbekalan. Mbok Darsih dan Bu Surmi melanjutkan perjalanannya lagi. Keduanya melewati jalan setapak yang mulai menanjak. Menerobos hutan pinus yang pepohonnya mulai padat tidak seperti tadi di lokasi dekat kampung, pohon pinusnya jarang-jarang.
Suara burung kutilang dan burung lainnya serta suara tonggeret seolah menyambut kedatangan kedua wanita beda usia itu yang terus berjalan ke arah barat. Mbok Darsih dan Bu Surmi mulai memasuki hutan belantara, Mbok Darsih meminta Bu Surmi untuk hati-hati dan waspada takutnya ada binatang buas yang tiba-tiba datang dan juga hal lain yang tidak diinginkan. Sepertinya Mbok Darsih sudah ada firasat buruk yang datang di benaknya.
Hal ini benar adanya.
Tanpa keduanya sadari, Dari tempat yang agak tinggi yang jaraknya beberapa meter jaraknya dari Mbok Darsih dan Bu Surmi, ada dua pasang mata yang sedang memperhatikan Mbok Darsih dan Bu Surmi. Dua pasang mata yang tampaknya liar dan tajam terus mengikuti perjalanan kedua perempuan itu.
Terdengar salah satu dari mereka berbisik pada temannya. Laki - laki kekar tapi agak pendekan dari yang satunya lagi.
"Siap beraksi. Bos...!?"
"Tunggu sebentar. Kita awasi keduanya hingga sampai ke tempat yang agak rata dan sedikit luas, di sana pasti kedua wanita itu berhenti dan beristirahat lagi setelah melewati tanjakan, kita langsung sergap..!!." Jawab lelaki tinggi kekar di samping laki-laki tadi yang berbisik.
"Hahahahah akhirnya, kita dapat mangsa juga. Setelah beberapa hari bahkan hampir seminggu kita sepi. Kelihatanya calon mangsa kita itu mudah kita taklukan."
"Ingat. Kita harus berhasil. Yang lewat hutan ini pasti mau mendatangi Bukit Halimun. Pastinya orang kota dan banyak duit. Kita dapatkan duitnya. Kita paksa. Bila perlu dengan nyawanya sekira membahayakan kita. Hahaha." Sambungnya lagi.
"Siap, Bos... apa kita dekati saja sekarang?" Tanya nya lagi.
" Ayo... Kita dekati..!" Serunya lagi.
Beberapa menit kemudian. Kedua lelaki yang berpakaian serba hitam itu telah dekat dengan Mbok Darsih dan Bu Surmi yang sedang beristirahat sebentar melepas lelah setelah sekian puluh menit perjalanan.
Tiba-tiba terdengar teriakan dari salah satu laki-laki tinggi kekar.
"Hai... Bu... Mau kemana.. Hari sudah hampir sore, apa kalian nggak takut lewat hutan ini. Hah..!!?"
Mbok Darsih dan Bu Surmi nampak kaget yang tiba-tiba kedatangan dua orang laki-laki tak dikenal yang menghampirinya.
****
Matahari sudah bergeser ke barat. Panas sinarnya yang mulai berkurang, karena sore sebentar lagi tiba. Pak Amet baru saja pulang dari sawah dan ladangnya, setelah meletakkan parang dan cangkul di pinggir rumahnya, Ia langsung ke kamar mandi untuk membersihkan badannya. Pardi, anaknya Pak Amet sepulang dari sekolah, Dia minta izin pada bapaknya untuk mengerjakan tugas salah satu mata pelajaran dari gurunya.
Setelah membersihkan badan dan mengganti pakaian, Pak Amet ke dapur untuk memanaskan air dalam panci kecil untuk membuat segelas kopi.
Setelah air mendidih, kemudian air dimasukkannya ke gelas yang ada kopi nya sudah siap diseduh.
Tapi.
"Pletaaak...!!" Gelasnya mendadak retak. Membuat airnya merembes keluar. Gelas terbelah menjadi dua.
"Hmmmm...kayaknya air nya terlalu panas." Gumam Pak Amet dalam hatinya.
Gelas yang terbelah menjadi dua, kemudian dibuang pada tempat sampah. Dilapnya air kopi yang membasahi permukaan meja.
Pak Amet mengambil gelas baru lagi dari rak untuk menyeduh air kopinya lagi untuk kedua kalinya. Dan..
" Pletaaaak..."
Gelas belah lagi menjadi dua.
Pak Amet sedikit mendengus. Kesal.
Hal yang sama, ia lakukan lagi. Dibuangnya belahan gelas ke dalam tong sampah.
Hingga ke tiga kalinya Pak Amet menyeduh air kopi. Gelasnya pecah lagi. Bahkan untuk yang ketiga kalinya. Pecahnya berkeping-keping. Tidak terbelah dua lagi.
'Deg'
Laki-laki paruh baya itu tiba-tiba merasakan sesuatu hal yang sedikit ganjil.
"Aneh...sudah tiga gelas kok pada pecah semua...?" batin Pak Amet, sambil membuang pecahan gelas untuk yang ketiga kalinya.
"Hmmmm ada apa ini...?? " Pak Amet, bicara sendiri.
"Mudah-mudahan bukan pertanda buruk." gumamnya dalam hati. Tiba-tiba, ingatannya tertuju pada anak gadisnya yang sedang kuliah di Kota.
"Aku telpon Fatma. Perasaanku kok nggak enak begini yah..?"
Gumamnya. Kemudian ia ke ruangan depan untuk mencari smartphone.
*****
#Di tempat lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Aji Wandi
mantep Thor... penulisan dan alur ceritanya enak banget
2024-09-05
0