Sungguh bagi Bu Surmi saat ini, tidak tahu keberadaannya di mana. Suatu tempat yang baginya baru kali ini dalam hidupnya berada di sana.
Anehnya, memori yang berada dalam kepalanya, terasa begitu gelap dan terasa buntu, hingga ia sama sekali tidak ingat dengan siapapun, baik dengan Pak Amet, suaminya yang hampir kurang lebih 15 tahun membersamainya dalam ikatan sebuah jalinan rumah tangga.
Begitupun dengan kedua anaknya, Pardi dan Fatma, terutama Pardi anak bungsu yang sangat disayanginya, karena masih dianggap masih kecil dan masih butuh bimbingan, anak remaja yang baru menginjak usia SMP an.
Sedangkan Fatma, putri pertamanya yang sebentar lagi naik semester 6 di sebuah Perguruan Tinggi di kota. Orang-orang tersebut padahal mempunyai pengaruh dan peranan yang besar dalam hidupnya.
Namun, saat ini, Bu Surmi benar-benar 'ngeblank' tidak ingat siapapun dan juga tidak ingat bagaimana ceritanya, yang tiba-tiba, dia berada di tempat yang sangat asing sama sekali.
Bu Surmi sedang duduk bersila di atas batu besar, yang di sekelilingnya terdapat berbagai tanaman bunga-bunga yang indah dan memang sangat terasa tercium keharumannya. Dari kejauhan, Bu Surmi melihat air terjun dengan pemandangan yang sangat indah sekali. Apalagi udara yang sangat sejuk alami yang memang sangat cocok untuk menenangkan jiwa sebagai relaksasi tubuh.
Tidak lama kemudian, Bu Surmi menyadari bahwa di hadapanya ada seorang kakek tua, dengan pakaian serba hitam ala khas pakaian jawara dari tatar pasundan, dengan bendo bak seorang dalang wayang golek, yang menutupi ubannya yang hampir semuanya memutih, sepaket dengan kumis tebal dan janggut panjang yang hampir tidak ada satu lembar rambut yang hitam.
Tatapan tajam penuh kharismatik, terasa menembus pada wanita paruh baya itu, Bu Surmi masih mematung dengan rasa heran yang tinggi.
"Si... Siapa ka.. Kakek ini...? Dan kenapa saya berada di sini..?" Bu Surmi mengulang pertanyaanya lagi, pada kakek tua di hadapannya.
Mendengar pertanyaan dari Bu Surmi, si kakek tidak buru-buru menjawab, melainkan terkekeh dan mengelus- ngelus janggutnya yang panjang hampir sejajar dengan dadanya.
"He...he... he..he...he...he..., kamu tidak perlu takut cucuku..." Terdengar si kakek terkekeh, membuat Bu Surmi tambah heran.
"Cucu...!??" gumam Bu Surmi perlahan, namun sepertinya terdengar oleh sang Kakek. Sambil tetap terkekeh dengan telapak tangan kanan menggenggam dan menarik serta mengelus janggutnya, kemudian si kakek berkata lagi. Seolah ingin memperjelas gumaman dari Bu Surmi yang masih dengan keheranan yang penuh.
" Hehehehehe... iyaaa... Cucuku..kamu adalah cucuku, generasi ku yang akan kuwariskan ilmu-ilmu kanuragan dan juga ilmu kebatinan, setelah hampir puluhan tahun bahkan hampir seratus tahun, aku menantikan saat-saat seperti ini..." Jawab Sang Kakek. Kenudian kakek tua itu melanjutkan lagi perkataannya.
"...selain itu, kamu nantinya akan kuwariskan benda pusaka, yang harus kamu menjaganya dan pastinya merawatnya, jangan sampai kamu tidak merawatnya. Kamu bisa mempergunakan benda pusaka itu, ketika ada bahaya yang menimpa padamu, Nak.. Hehehehehe..."
Mendengar panjang lebar penuturan si Kakek, Bu Surmi hanya bisa melongo, rupanya penjelasan dari sang Kakek mulai difahami walaupun tidak sepenuhnya.
"Ta.. Tapi kek... Aku kan hanya seorang perempuan, ma...mana bisa diwarisi semacam itu. Lagi pula zaman sekarang mana ada orang-orang yang akan berbuat jahat pada ku dan juga keluargaku..?".
Mendadak, Bu Surmi bisa berkata dengan sedikit lantang. Walau dalam lubuk hatinya, masih ada rasa was-was dan takut, dadanya masih bergemuruh, apalagi ketika menatap tatapan kedua bola mata sang kakek yang tajam bak sebuah tombak.
"Perlu kamu ketahui, Cucuku... Kamu adalah generasi ke 7 sebagai pewaris Pusaka dan Jimat Eyang Cakra Buana yang menguasai di Gunung Halimun, yang mana, menurut dari perhitungan yang sudah ditentukan, hanya kamulah dari generasinya, yang lahir disaat malam bulan Purnama, bertepatan dengan malam Jumat Kliwon."
Sang Kakek terdiam sebentar. Kemudian melangkahkan kaki nya ke tunggul pohon di samping Bu Surmi, perlahan mendudukan tubuh kurusnya, kemudian, ia melanjutkan pembicaraanya. Kali ini, pandangannya tertuju pada sebuah gunung yang terlihat jelas terpampang walau jaraknya memang berpuluh kilometer dari tempat sang kakek dan Bu Surmi duduk.
" Nak...kakek sebetulnya hanya seorang bawahan dan juga utusan dari Eyang Cakra Buana, yang sudah puluhan tahun mengabdikan diri padanya." Kata Si Kakek, kali ini bicaranya seolah ada rasa ketertekanan dan suara si Kakek terdengar jelas agak sedikit serak.
Entah apa, sehingga membuat Bu Surmi semakin heran dan tidak mengerti.
......................
Sementara itu, di rumah Pak Amet.
" Bagaimana kondisi isteri saya, Mbok..?"
Sebuah pertanyaan dari Pak Amet pada Mbok Darsih, tidak sabar ingin mengetahui keadaan isterinya dengan rasa khawatir dan rasa heran yang luar biasa.
Rasa tegang dan takut dengan keadaan istrinya yang mendadak dan di luar dugaan, masih terlihat dan tampak dari raut wajah Lelaki paruhbaya tersebut.
Tidak menunggu lama, terdengar oleh Pak Amet, jawaban dari Mbok Darsih yang sedikit menenangkan peraasaan Pak Amet dan membuat sedikit lega.
" Hmmmm...memang, Kayaknya istrimu itu kesambet, dan ada dari arwah leluhur yang ingin sengaja menemuinya." Jawab Mbok Darsih, dengan tatapan masih tak lepas dari wajah Bu Surmi yang seperti terlelap.
"A...apaaa.. Mbok..arwah leluhur..!?"
"Ta...tapi, apa kondisinya akan pulih dengan sedia kala, Mbok. Istriku, ma... malahan masih tidak sadarkan diri...!?"
"Kamu nggak perlu khawatir, Met. Paling tidak akan lama, istrimu akan sadar kembali ingatannya. Tadi, Mbok udah mengobati agar tidak terjadi apa-apa. Kamu tenang saja. Serahkan saja pada yang di Atas, biarkanlah istrimu istirahat saja, tadi, Mbok sudah jampi- jampi dengan mengusapkan air ke kepalanya, dan meminumkannya. Kelihatannya aura negatif yang tadi menyebabkan kesakitan dalam tubuh istrimu sudah sirna. Mudah-mudahan sebentar lagi juga siuman." Mbok Darsih menjelaskan.
Pak Amet manggut-manggut seolah mengerti dari penjelasan Mbok Darsih, walau tidak sepenuhnya dapat dimengerti.
"Te.. terimakasih, Mbok. Nggak kebayang, jika Mbok tidak segera datang, entah apa yang akan terjadi nantinya pada istri Saya ini Mbok.." Pak Amet berterima kasih pada Mbok Darsih. Sementara itu, perempuan yang hampir setengah rambutnya memutih itu, hanya tersenyum.
" Mbok harap juga begitu, semoga saja tidak terjadi hal yang tidak diinginkan pada isterimu, Nak..." Lirih Mbok Darsih, sambil menyeka keringat di dahinya yang mengkeriput.
"Sudahlah, nggak perlu berterima kasih padaku, sudah jadi kewajiban kita, untuk saling tolong.. "
Mbok Darsih, menenangkan Pak Amet yang memang masih diliputi rasa takut, dan juga khawatir dengan yang dialami isterinya itu.
Lelaki paruh baya itu hanya bisa mematung, memandangi wajah isterinya yang masih seperti terlelap.
"Oh iya, tubuh isteri Kamu selimuti aja gih, Mbok nunggu di luar saja. Nanti juga siuman kok." Kata Mbok Darsih, kemudian langsung keluar dan langsung mendudukan dirinya, di kursi ruang tamu tanpa menunggu jawaban dari Pak Amet lagi.
Detik kemudian, tanpa banyak bicara lagi, Pak Amet langsung menyelimuti badan istrinya, yang menurut Mbok Darsih tidak akan lama siuman dari pingsannya.
...*******...
#Sementara itu, di alam ketidaksadaran Bu Surmi.
"Kamu masih ingat nggak, apa yang kamu lakukan saat kamu dan suamimu di ladang?
Ada seekor binatang kadal yang kamu bunuh, kepalanya kamu injak hingga mati. Itulah yang menyebabkan kamu berada di tempat ini. Sekalian saja, ada hal -hal yang kini saatnya harus kamu ketahui, Surmi.!"
Tiba-tiba terdengar suara Si Kakek sedikit mengeras.
"A...a...aku masih belum faham dan mengerti, kenapa aku berada di tempat asing ini." Bu Surmi kembali menimpali si Kakek yang masih misterius itu.
"Nanti kakek akan menjelaskan semuanya, agar kamu tidak kebingungan seperti ini."
"Lalu, apa hubungannya dengan hewan kadal yang kata kakek sudah saya bunuh..!?" tanya Bu Surmi lagi.
"Tentu sangatlah ada sekali, Nak..!" Jawab si Kakek, yang memanggil pada Bu Surmi dengan panggilan Nak dan kadang 'cucu'.
"Sungguh, saya tidak bisa mengingat apa-apa, Kek.." Kilah Bu Surmi apa adanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Rina Mes
wah sub judul nya gokiiiil geeees
2024-09-14
0
Abu Yahya Badrusalam
Nggak sabar mau baca cerita lain dari author ini!
2024-08-17
0