"Kita langsung pulang?"
tanya Arumi saat sudah duduk berjajar dengan Aris dan mengenal seal belt.
"Ya, banyak yang harus kita bicarakan. Terutama kamu. Kamu berhutang banyak penjelasan padaku."
Arumi tidak menjawab. Ia hanya mengangguk. Menanggapi ucapan Aris saat mengemudi segini akan
Berbahaya untuk perjalanan mereka. Apalagi akan banyak kejutan yang akan disampaikan Arumi.
Setelah sepuluh menit perjalanan, mereka sampai di rumah. Aris sudah tidak sabar ingin segera mencerca istrinya dengan banyaknya pertanyaan di kepala. Untuk itu, ia segera membersihkan diri, lalu mengajak Arumi melaksanakan solat magrib berjamaah.
Arumi merasa sangat senang. Seperti inilah harapannya, bisa melakukan kewajiban pada Rabb-nya berdua dengan sang suami tanpa ada perdebatan ataupun permintaan.
Bagi Aris sendiri, ia ingin membuat semuanya menjadi mudah. Dengan menyingkat semua kesibukan agar ia bisa segera meledakkan rasa penasaran di kepalanya.
"Mas mau tanya apa? Sepertinya penting sekali sampai-sampai mengikutiku sejak tadi."
Arumi duduk menghadap sang suami. Dengan beralaskan karpet bulu, mereka duduk saling berhadapan. Aris menatap wajah yang selalu tertutup niqab, membuat Arumi menjadi tertunduk.
"Kamu merasa punya salah, nggak?" tanya Aris pertama kali menginterogasinya.Arumi masih tertunduk. Tak berani menatap pria yang dikagumi sejak pertama kali dipertemukan oleh Hasnah.
"Rum." Aris menegurnya. Barulah ia mengangguk.
"Punya."
"Kesalahan apa?"
"Melupakan kewajiban."
Aris menarik nafas kasar karena pikirannya tak sejalan dengan Arumi. "Bukan itu, Rum."
Arumi mendongak, menatap sekilas mata Aris. Merasa diintimidasi, ia mengalihkan pandangan ke sudut kamar.
"Nggak tau." Ia menunduk. "Rum memang punya banyak kekurangan. Coba Mas Aris katakan semuanya."
"Aku tidak sedang menghakimimu, Rum. Aku ingin kamu jujur tentang satu hal."
"Jangankan cuma satu hal, banyak hal pasti akan aku ceritakan, Mas. Sayangnya aku nggak kamu beri kesempatan untuk menyampaikannya. Mas lebih memilih tinggal terpisah denganku, sehingga aku nggak bisa menceritakan apa yang seharusnya Mas tau."
"Masa sih?" Aris tak yakin. Kalau yang satu ini, aku yakin kamu memilih untuk menyembunyikannya dariku."
Arumi merasa Aris telah mengetahui sisi lain dari dirinya tetapi melalui sumber yang salah.
"Katakan saja. Akul akan menceritakan semuanya." Tantang Arumi.
"Termasuk masalah Nijar? Juga perempuan bernama Wulan Apriana?"
Arumi menelan ludah dengan susah payah. Mendengar nama pria itu disebut, ia yakin Aris sudah menganggapnya bukan wanita baik-baik.
"Demi cadar dan hijab yang melindungi tubuhmu, ceritakan yang sejujur-jujurnya
"Mas pasti sudah salah sangka ke padaku. Apalagi membahas masalah mas Nijar."
"Jadi kamu mengenalnya?"
Arumi mengangguk.
"Siapa dia?" tanya Aris menguji.
"Laki-laki dari masa laluku, maaf." Arumi masih menunduk, hingga jawaban yang ia ucapkan terdengar samar-samar.
"Kalian berpacaran?" tanya Aris lagi.
"Dulu. Sebelum aku memutuskan berhijab."
"Sebelum berhijab? Berarti kamu belum lama mengenal mama?"
"Tolong jangan curiga dulu. Aku akan menceritakannya dari awal, sebelum mengenal mas Nijar dan sebelum hijrah dan bertemu mama."
"Mama tau soal ini?"
Arumi menggeleng lemah.
"Aku cerita dulu dari awal biar Mas tidak salah paham. Waktu itu ...." Arumi mulai memaparkan hal yang paling sederhana lebih dulu tentang dirinya dan Nijar.
Pertemuan keduanya dimulai saat Arumi menunggu jemputan Firni yang berjanji akan menjemputnya. Saat itu sudah pukul 01.30 dan Arumi masih duduk di depan bar, tempatnya bekerja. Tak sengaja, Nijar yang baru keluar bar langsung melihat sosok Arumi. Saat pertama melihatnya, ia begitu terpesona dengan kecantikan gadis itu.
Nijar mendekati Arumi, berbasa-basi beberapa menit. Arumi mengenalkan dirinya dengan nama Wulan Apriana. Nama itu menang dipilih Arumi agar nama aslinya bisa disembunyikan. Semua orang di bar itu mengenalnya dengan nama Wulan.
Nijar juga menawarkan diri untuk mengantar pulang, tetapi ditolak oleh Arumi. Di hari berikutnya, Nijar mendatangi bar itu lagi dan lagi. Hatinya telah tertinggal di tempat itu, pada seorang gadis pelayan klub malam yang banyak sekali pria memuji kecantikannya.
Nijar salut pada diri Arumi, karena hanya fokus menjadi pelayan, tidak seperti kebanyakan wanita yang bekerja di tempat itu. Rata-rata mereka rela menjajakkan tubuhnya demi pundi-pundi rupiah yang didapat dengan mudah.
Nijar tidak hanya mengagumi, ia juga memiliki keinginan untuk memiliki seutuhnya. Ia menyatakan keinginannya menjalin kasih, tapi berujung pada penolakan. Nijar tak menyerah, terus mendatangi dengan berbagai macam cara, memberi perhatian penuh hingga pada suatu hari Arumi pun menerimanya.
Nyaman, itu yang justru dirasakan oleh Arumi. Setidaknya, Nijar selalu menemaninya bekerja dan memberikan rasa aman sehingga tidak seorang pengunjung pun berani menganggunya.
Cinta itu telah memenuhi hati keduanya, seperti tidak akan terpisahkan. Nijar yakin, Arumi adalah pelabuhan cinta yang terakhir. Tak ada keragu-raguan, semua hal tentang Arumi adalah penting baginya.
Keadaan berbalik manakala suatu hari Arumi kedatangan seorang wanita paruh baya. Ia adalah ibundanya Nijar. Datang dan berbincang dengan Arumi dengan tujuan yang baik. Baik menurut versi wanita yang menjadikan putra satu-satunya sebagai tumpuan harapan. Meminta agar Arumi menjauhi sang putra.
Latar belakang pekerjaan Arumi adalah penyebab wanita itu mengiba agar merelakan putranya kembali pada pelukan sang bunda dan mengikuti permintaannya agar menikah dengan gadis baik-baik.
Arumi nelangsa, sedih dan tak dapat menyembunyikan rasa bersalahnya. Diam-diam, ia meminta Adam-teman kerjanya untuk berpura-pura menjadi kekasih barunya.
Namun, Adam menolak ide gila itu. Arumi tidak memiliki alasan untuk meninggalkan Nijar, pria itu terlalu sempurna untuknya. Hingga pada akhirnya, Ibunda Nijar kembali mendatanginya.
Kali ini, wanita itu datang untuk mengecam Arumi, membayar orang untuk mengintimidasi hingga Arumi merasa tertekan dan ketakutan. Adam menjadi satu-satunya pelindung saat itu. Membela sahabatnya dan menyelamatkan dari beberapa orang kiriman yang sengaja menyakiti Arumi.
Dengan berat hati, ia mundur dari pekerjaan itu, meminta Adam menyimpan gaji yang selama ini sengaja ia titipkan pada bos besar mereka.
Pada saat yang sama, Nijar merasa kekasihnya telah berubah. Nijar mengajak berbincang berdua dari hati ke hati.
Arumi tak menyangka jika Nijar membawanya ke sebuah vila. Di sana, mereka berbincang. Nijar menyakinkan Arumi jika ia bisa membuat Ibunya merestui hubungan mereka. Arumi yang sudah mendapatkan tekanan dari wanita itu pun, memilih menyerah. Tidak ingin berjuang dan memilih mengakhiri hubungan mereka saat itu juga.
Namun, Nijar tidak begitu saja menyetujui. Ia tidak kehilangan akal. Malam itu ia merencanakan sesuatu, mengajak Arumi untuk sama-sama membuat pengukuhan cinta mereka dengan mengajak melakukan penyatuan.
Arumi marah, merasa direndahkan dan merasa Nijar tidak tulus mencintainya. Ia ingin segera pergi, tetapi berhasil ditahan oleh Nijar, dipaksa untuk memenuhi keinginan pria yang sudah dipengaruhi oleh alkohol itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments