Aletta berjalan dengan tenang, setelah memarkirkan mobilnya di tempat parkiran apartemen. Aletta memegang tengkuknya yang terasa sakit dan bokongnya yang sedikit berdenyut, akibat terlalu lama duduk di kursi kantor. Ia berjalan malas, namun tanpa sengaja ia melihat pertengkaran Gion dengan seorang wanita yang pakaiannya begitu seksi menampilkan belahan dada miliknya. Bukankah itu Gion, pria yang baru pindah ke apartemen sebelah dua hari yang lalu? Dan wanita disebelahnya? Gayanya seperti wanita malam saja, Kenapa juga mereka harus bertengkar di depan situ. Aku kan mau lewat. pekiknya dalam hati.
Aletta berhenti dan memilih berdiri di balik tiang yang besarnya melebihi tubuhnya karena situasi saat ini tidak memungkinkan bagi dia untuk melewati mereka.
"Apa begini kamu memperlakukan aku," Sarkas wanita tersebut.
"Apa maksud mu aku tidak mengerti?" Gion mengusap rambutnya dengan kasar.
"Aku tidak ingin putus, aku mohon kembalilah padaku." Teriakan wanita tadi berubah menjadi kalimat permohonan.
"Sejak kapan kita pacaran?"
"Bukankah kemarin-kemarin kita tinggal bersama, apa itu bukan pacaran?" Wanita tersebut menangis sejadi-jadinya. Aletta menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tidak mengerti akan pertengkaran yang terjadi. Kenapa juga ia bersembunyi seperti itu, padahal ini adalah tempat umum. Dan siapapun bisa melalui nya.
"Sudah kukatakan, aku hanya menganggap mu sebagai adik saja, tidak lebih."
"Tapi aku nggak mau." Gadis itu memaksa memeluk Gion.
"Aku tinggal di rumah mu karena kamu yang memintanya. Dan saat itu aku masih mencari apartemen yang sesuai untukku. Sekarang aku sudah menemukannya. Pulanglah jangan buat keributan di sini."
"Tidak mau," gadis itu memberontak saat Gion ingin memisahkan tubuh mereka.
"Jika aku tidak bisa memiliki mu, maka sebaiknya kamu mati." Gadis itu mengeluarkan sebuah pisau dari dalam saku rok pendeknya, saat ia akan mengarahkan ke tubuh Gion.
Bruk... Aletta mendorongnya dengan kuat.
Semenit yang lalu, Aleta duduk jongkok di belakang tiang besar. Ia masih mendengar kan percakapan mereka.
"Berapa lama lagi pembicaraan mereka. Kakiku sudah kesemutan." Aleta memukul-mukul kakinya yang kram.
"Lebih baik aku lewati saja mereka, dari pada tersiksa di sini. Aku sudah sangat capek. Aku butuh istirahat."
Aletta berjalan lurus ke arah mereka, karena kebetulan pintu masuknya di seberang mereka berdua. Namun matanya tanpa sengaja menangkap sesuatu, wanita tersebut mengeluarkan sebilah pisau dari dalam sakunya. Wanita gila, tanpa adanya aba-aba, tubuhnya bergerak dengan sendirinya mendorong wanita tersebut.
"Kamu sudah gila ya, kamu mau masuk penjara?" Aletta begitu kesal melihat seseorang mempermainkan nyawa orang lain.
"Siapa kamu? Jangan ikut campur di dalam masalah kami." Teriak wanita tersebut kepada Aletta.
"Jangan ikut campur kamu bilang, kamu ingin aku diam saja saat kamu mencoba membunuh Gion."
"Diam kamu wanita brengsek," umpat wanita tersebut.
"Kamu yang brengsek, jika kamu tidak pergi dari tempat ini, jangan salah kan bila saya harus menelpon polisi dan melaporkan kamu." Balas Aletta.
Wanita tersebut menatap pada Gion dengan penuh permohonan. Namun ia, segera berpaling saat melihat tatapan mengerikan dari kedua bola mata biru milik Gion. Tatapan yang bahkan lebih menakutkan dari seorang pembunuh.
"Aku akan kembali lagi Gion. Ingat baik-baik, aku tahu semua keburukan mu. Aku yakin kamu akan kembali ke sisiku." Kata wanita tersebut sebelum ia menghilang di balik pintu keluar.
"Dasar wanita tidak waras, bukankah sebaiknya dia ke rumah sakit jiwa." Aletta menggerutu menyaksikan kepergian wanita tersebut. Gion tersenyum melihat Aletta yang membelakangi nya. Namun saat Aletta menghadap dirinya, ia segera berpura-pura memasang ekspresi kesakitan di wajahnya.
"Apa kamu terluka?" Aletta mendekati Gion untuk memastikan keadaannya. Darah merah segar mengalir dari lengan Gion. Ternyata pisau tadi sempat mengenai lengan Gion saat Aletta mendorong tubuh wanita tersebut.
"Banyak sekali darahnya. Ayo ikut, aku akan mengantarmu ke rumah sakit."
"Nggak usah, ini luka kecil. Aku bisa mengurusnya.
"Apa kamu juga sama gilanya seperti wanita tadi. Ini kamu bilang luka kecil." Aleta meremas luka Gion membuat dirinya merintih kesakitan.
"Aku akan membantu mu membersihkan nya."
"Apa kamu memang sebaik ini sama orang asing?" Gion menatapnya menunggu jawaban.
"Siapapun itu, kalau ia mengalami kesulitan aku akan menolongnya."
Gion tersenyum puas mendengar pernyataan Aletta. Aletta membantu memapah tubuh Gion yang jauh lebih besar dari dirinya. Mereka tiba di kamar 305 milik Gion. Gion menekan sandi pintunya. Aletta awalnya ragu-ragu untuk masuk, namun ia berusaha berpikir tenang. Saat ini yang harus ia lakukan adalah menolong Gion.
"Apa kamu takut?" Tanya Gion setelah melihat raut wajah Aletta yang sedikit khawatir.
"Ah, kenapa aku takut." Aletta sadar dari lamunan nya setelah Gion memberikan sebuah pertanyaan yang tidak terduga.
"Kamu bisa kembali ke kamarmu. Aku sangat berterima kasih atas bantuanmu."
"Apa yang kamu bicarakan. Kamu kira aku orang yang akan lari dari tanggung jawab ku." Aletta mempererat pegangan tangannya pada lengan Gion. Aleta menelan saliva nya yang terasa kering saat ia memasuki rumah Gion. Sungguh suasana yang terkesan gelap dan senyap.
Cara Gion mendesain kamarnya itu seperti menjadi sisi lain dari Gion sendiri. Tidak ada interior yang mampu menyegarkan matanya. Kamar tersebut lebih terlihat suram bagi Aleta.
"Di mana kamu meletakan kotak p3k nya?" Tanya Aletta sambil membantu Gion duduk di sofa di ruang TV.
"Itu ada di lemari di bawah meja tv." Aletta berjalan dan memeriksa lemari kecil tersebut, dan benar saja ada kotak P3K di sana. Aletta duduk di samping Gion. Petama-tama ia membersihkan luka Gion dengan alkohol menggunakan kapas.
"Tahan ya, ini akan terasa sakit." Aletta mencoba menekannya dengan pelan-pelan. Agar tidak membuat Gion kesakitan.
"Aw, aw." Suara pekikan yang tiba-tiba saja keluar dari mulut Gion.
"Sakit kan, ini yang kamu bilang luka kecil dan akan mengurus sendiri."
Gion tersenyum mendengar omelan dari Aleta.
"Kamu sudah seperti ibuku saja."
Aleta tidak menanggapi perkataan Gion. Ia membalut luka Gion dengan perban setelah di beri obat.
"Kamu sama siapa tinggal di sini?"
"Aku sendiri."
"Orangtuamu?"
"Ibuku sudah meninggal." Gion menjawab dengan santainya. Aletta merasa bersalah karena menanyakan hal itu pada Gion.
"Maaf ya, aku nggak bermaksud."
"Nggak apa-apa, lagian ibuku sudah lama meninggal sewaktu aku SMP. Bukan cuman kamu yang bertanya seperti itu jadi aku sudah terbiasa."
Justru karena hal itu Aletta merasa bersalah.
"Lalu dimana ayahmu?"
"Aku nggak tahu, mungkin saja sudah mati." Untuk kedua kalinya dia menanyakan pertanyaan yang salah lagi.
"Maaf."
"Ngapain minta maaf, kamu kan hanya bertanya. Mau minum apa?" Tawar Gion karena merasa tidak enak dengan Aletta. Aletta sudah membantunya dari tadi, tetapi ia tidak menawarkan Aletta apa-apa.
"Nggak usah repot-repot. Aku sekalian mau pamit juga, aku butuh istirahat." Aletta merasa, dirinya sudah terlalu lama berada di apartemen Gion. Karena saat melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 10 lewat 3 pm. Sedangkan ia pulang dari jam setengah sembilan, dan 2 jam kurang, ia berada di sana. Sebentar lagi Brian pulang dan ia belum memasak apapun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments