Matahari pagi masuk lewat jendela kamar Monica. Wanita cantik itu menggeliat dan merenggangkan kedua tangannya.
Hari ini weekend. Monica sudah punya rencana ke kota Messina. Merupakan ibu kota provinsi Castelmola yang biasa ia lakukan ketika weekend, mengambil obat-obatan hingga berbelanja kebutuhan Gabriel.
Mengingat di Castelmola tidak ada klinik kesehatan resmi dari pemerintah setempat, maka semua pengobatan di lakukan tempat praktek Monica. Lain halnya dengan desa tetangga sebelah. Memiliki fasilitas umum yang jauh lebih lengkap di banding Castelmola.
"Pagi ini aku harus ke kota agar urusan ku selesai saat hari masih siang", gumam Monic sambil beranjak dari tempat tidurnya.
Monica langsung melihat tempat tidur Gabriel yang terletak satu kamar dengannya. Monic tersenyum melihat putranya masih terlelap sambil mengecup ibu jari seperti kebiasaannya. Semalam Gabriel sering terjaga, akhirnya Monica tidak bisa tidur nyenyak karena harus menemani anaknya yang tidur-tidur hingga dini hari.
Perlahan Monica melangkahkan kakinya masuk ke kamar mandi, ia tidak mau berisik dan membangunkan Gabriel.
*
"Dah... dahh mommy Monic, hati-hati di jalan mom", ucap Erinka menirukan suara anak kecil ketika ia dan Gabriel yang berada di sepeda dorong mengantar Monica ke mobil.
Sebelum naik mobil Monica mencium penuh kasih sayang putranya itu. "Sayang mom harap kamu jangan rewel dan menyusahkan aunty Erin ya. Begitu urusan mommy selesai mom janji langsung pulang menjumpai mu", ucap Monica mengecup wajah Gabriel yang terlihat begitu tenang di dalam sepeda dorongnya.
Monica melajukan mobilnya dengan pelan-pelan, karena jalanan yang curam dan licin. Apalagi semalaman hujan turun dengan sangat deras membasahi bumi.
Monic membuka kaca mobil dan melambaikan tangan ketika berpapasan dengan masyarakat setempat. Orang-orang mengenal Monica dengan baik.
Setelah satu jam menyetir tanpa henti, mobil Monica berhenti di salah satu rumah sakit di kota Messina. Ia langsung menuju tempat pengambilan obat.
"Selamat pagi dokter Monica", sapa laki-laki paruh baya yang biasa membantu Monica di rumah sakit itu.
"Pagi Paolo. Apa obat-obat milik kami sudah siap?"
"Tentu saja. Jumlahnya tercatat di berkas", jawab Paolo sambil menaruh kota obat di bangku belakang mobil Monica.
"Baik Paolo, terimakasih bantuan mu. Kalau begitu aku langsung pulang. Aku tidak mau ke malaman sampai di Castelmola", ucap Monica tersenyum ramah.
Paolo menganggukkan kepalanya.
"Tentu saja. Menuju tempat tinggal mu sangat rawan kejahatan. Berhati-hatilah berkendara", jawab Paolo sambil melambaikan tangannya ketika mobil Monica melaju pelan.
*
Monica memutuskan berbelanja di pasar terlebih dahulu sebelum kembali ke Castelmola.
Wanita itu terlihat cantik sekali meskipun wajahnya tanpa hiasan apapun. Monic hanya memakai pakaian casual. Celana jeans biru dipadukan dengan kemeja ketat yang tertutup coat selutut. Rambut indahnya di kuncir.
Sekarang musim hujan, Monic mengambil syal tebal di lilitkan di leher jenjangnya.
Dengan langkah tergesa-gesa, wanita itu menerobos kerumunan orang-orang yang berjalan beriringan dengan mobil-mobil yang memilih jalan satu arah itu di pasar tradisional.
Monica memberi aba-aba pada mobil agar memberi kesempatan untuk menyeberang jalan.
"Shittt.
"Kenapa kau memilih jalan ini, Carlo!", ujar laki-laki berwajah dingin dari jok belakang mobil mewah yang di kendarai sopirnya.
"Maaf tuan Luigi. Tapi ini jalan terdekat menuju kota Taormina", jawab Carlo asistennya sekaligus pengawal pribadinya.
"Ciitttt!"
"Kau mau mati, Zoar!", teriak laki-laki berwajah dingin bernama Luigi kesal.
Carlo mencondongkan tubuhnya ke dasboard menatap tajam ke depan. Laki-laki beringas itu siap memegang senjatanya. Ia selalu waspada dengan keadaan sekitar.
"Wanita itu, menyeberang jalan secara tiba-tiba", ucap Zoar memberi alasan sambil menunjuk ke depan.
Luigi melihat tajam arah yang di tunjuk Zoar. Wanita cantik yang terlihat berlari menyeberangi jalan. Laki-laki itu tak henti menatap wanita berwajah cantik yang sudah menjauh dengan langkah tergesa-gesa. Bahkan Luigi menolehkan wajahnya menatap punggung wanita itu.
"Ehem!"
"Bagaimana dengan janda Silvio, apa kau sudah menemukan wanita itu, Carlo?"
"Belum tuan. Orang kita masih mencari informasi tentang wanita itu, apa memang benar istri Silvio terlibat masalah ini. Silvio terlalu pintar, laki-laki itu sangat pandai mengecoh dan menyembunyikan identitasnya maupun keluarganya".
"Segera temukan! Aku ingin uang ku kembali, Carlo! Aku yakin wanita itu kaki tangan Silvio dan menyimpan uangku", ketus Luigi sambil mengalihkan pandangannya ke hutan di sisi jalan. Wajah kerasnya terlihat memendam amarah mendalam.
"Aku belum puas hanya memberi perintah pada anak buah ku membunuh laki-laki yang telah membuat Xena adik ku mati dan mencuri uang ku, sebelum menghabisi seluruh keluarga nya. Jangan biarkan satu orang pun keluarga Silvio menikmati tarikan nafas di dunia ini! Segera habisi mereka satu persatu!", perintah Luigi dingin tanpa ampun.
Siapa yang mendengarkan pasti akan bergidik ngeri. Laki-laki itu memiliki mata berwarna biru pucat dan berwajah teramat dingin. Menggambarkan pemiliknya adalah laki-laki bengis yang harus di hindari sejauh mungkin jika tidak mau celaka.
*
Monica dan Erinka masih menyusun obat-obatan di lemari khusus ruang praktek Monic.
Hari sudah malam dan gelap. Sementara di luar hujan sangat deras membasahi bumi.
Lolongan serigala beberapa kali terdengar. Hal biasa di desa Castelmola. Bukan suatu keanehan mengingat desa itu terpencil dan berada di pegunungan yang memiliki hutan lebat.
Namun kian lama lolongan binatang buas itu semakin keras terdengar bersahutan. Membuat bulu kuduk berdiri dengan sendirinya.
"Kenapa malam ini serigala-serigala itu tak henti melolong, apa ada sesuatu yang mengusik mereka", ucap Erinka bergidik.
"Mungkin mereka kedinginan dan kelaparan", jawab Monica berbarengan dengan gedoran kuat di pintu tempat prakteknya.
Gedoran kuat membuat keduanya begitu kaget. Tubuh Erinka melonjak. Kedua matanya melebar menoleh kearah pintu yang berulang kali di gedor.
"Kak...
Monica bersikap setenang mungkin meskipun sebenarnya ia pun ketakutan. Karena sekarang sudah pukul satu lewat. Ia tidak tahu siapa di luar sana. Tidak mungkin tetangga mereka.
Perasaannya mendadak tidak enak.
"Buka pintuu atau kami dobrakk!"
Suara keras terdengar jelas tepat berada di depan pintu.
Spontan Erin memadamkan lampu ruangan. Namun tangannya menyenggol tempat alat tulis di meja hingga jatuh.
"Buka pintu, atau kalian matiii!", teriak orang di luar.
Ancaman kali ini membuat Monic panik. "Segera ke kamar Gabriel, dan kunci pintu! Aku merasa hal buruk akan terjadi".
Lagi-lagi gedoran di pintu terdengar keras.
"Erinka, cepattt sembunyi di kamar Gabriel. Jaga anak ku!!", ucap Monica dengan suara bergetar sambil mendorong tubuh adiknya.
"Kakk ..
"Cepattt. Kunci pintu kamar itu!!!"
Terdengar handle pintu di tembak dengan senjata api yang di redam suara letusan nya sehingga orang-orang tidak akan mendengar suara tembakan itu.
Tubuh Monica seketika bergidik. Otak nya berpikir apa yang harus ia lakukan kala keadaan mencekam seperti ini. Ia hanya bisa pasrah sambil berdoa memohon perlindungan ia dan keluarga nya.
"Brakkk!!
Pintu terbuka paksa. Sinar dari senter pelaku tepat menerangi wajah Monica yang berdiri dengan tubuh gemetaran di depan lemari penyimpanan obat.
Tiga orang berdiri di hadapannya. Yang satu terlihat terluka parah. Sepertinya tertembak di bagian perut. Sementara yang satu lagi memegangi tubuh laki-laki yang terluka parah. Dan yang lainnya menodongkan senjata pada Monica.
"Obati bos kami sekarang juga!", hentak laki-laki berwajah mengerikan itu.
Monica tidak bergeming dari tempatnya.
"Cepatttt! Atau kepala mu aku letuskan dengan timah panas ini!", bentak laki-laki itu.
Sementara terdengar kata-kata tidak jelas dari laki-laki yang terluka.
Monica tersadar. Ia segera menghidupkan lampu dan tergesa-gesa mencari beberapa obat yang di butuhkan.
"Zoar...kau jaga pintu! Tembak saja siapapun yang mendekat!"
"Baik Carlo".
Sekilas Monica menatap wajah laki-laki yang berada di atas tempat tidur pasien. Monica menggunting kemeja berlumur darah itu.
Laki-laki itu bergumam tidak jelas. Kepalanya saja yang bergerak. "Xena...Xenaaa", ucapnya di bawah alam sadar.
"Lukanya dalam. Aku harus mengeluarkan proyektil, untuk menghentikan pendarahan".
"Lakukan sekarang! Jangan sampai bos ku mati. Atau nyawamu taruhannya", ujar laki-laki yang mengawasi Monica sedari tadi.
*
Monica bernafas lega setelah pekerjaan nya selesai. Ia mencuci tangannya.
Sementara laki-laki terluka sudah di bawa orangnya ke mobil.
"Huhh, ternyata mereka hanya ingin mengobati laki-laki yang mendapatkan luka tembak itu", batin Monica lega. Ia hendak menutup pintu. Namun terhalang dari luar.
"Apa yang kau inginkan, bos mu sudah aku obati. Ia akan segera pulih", ketus Monica sekuat tenaga menahan pintu. Ia tidak mau berurusan dengan mereka lagi. Ia tidak mengenal orang-orang itu. Bisa saja mereka penjahat.
"Oek...Oekkk!"
Terdengar tangisan Gabriel. Membuat laki-laki di luar sekali hentakan masuk. Kepalanya melongok ke dalam rumah melalui pintu ruang praktek yang langsung terhubung ke dalam rumah Monica.
"Ada orang lain di rumah ini, hah?", ucap Carlo melangkah masuk mendekat sumber tangisan.
"Apa mau mu. Pergi dari rumah ku, sekarang juga!", teriak Monica panik ketakutan. Mendadak wajah nya pucat pasi.
Tanpa perduli dengan larangan Monica laki-laki berwajah mengerikan itu langsung mendobrak pintu.
Di sudut kamar Erinka mendekap tubuh Gabriel. Wanita muda itu menangis dengan tubuh gemetaran.
Terdengar bunyi tulang leher Carlo ketika laki-laki itu menggerakkan lehernya dengan kuat.
"Kau dan anak itu ikut dengan ku, sekarang", perintah Carlo pada Erinka dengan tatapan nyalang mengintimidasi.
Erinka menggelengkan kepalanya ketakutan. Gadis itu menangis ngeri sambil memeluk erat keponakannya.
"Apa mau k-alian, aku sudah melakukan tugas ku", teriak Monica.
Wanita itu mendadak terdiam ketika pistol Carlo mengarah padanya.
"Sstt... Carlo kita harus segera pergi. Orang-orang itu pasti mengejar kita!"
Carlo memberi isyarat pada Zoar. Mata tajamnya kembali tertuju pada Monica. "Kau ikut kami sebagai jaminan kalian menjaga mulut tidak bicara pada siapapun tentang kejadian ini!!"
"Kami janji tidak akan membuka mulut, tuan. Pergilah dari sini!"
"Aku bilang kau ikut kami, atau gadis dan anak itu aku bawa! Silahkan pilih!", ancam Carlo menarik keras tangan Monica.
"K-akak!
"J-angan bawa kak Monic", teriak Erinka sambil menangis ketakutan mengejar Monica yang di seret Carlo.
Monica tidak tinggal diam ia memberontak sekuat tenaga. Namun tentu saja tenaganya tak sebanding dengan Carlo.
Sekeras apapun pekikan Erinka tidak akan ada yang mendengarkan karena letak rumah mereka yang jauh dari tetangga dan di luar sedang hujan deras.
"A-ku mohon. Izinkan aku bicara pada adikku!"
"Satu menit!", tegas Carlo melepaskan cengkraman tangannya.
Monica memeluk Erinka. Tenanglah kakak pasti kembali. Jaga Gabriel", ucap Monica mengurai pelukannya dan membalikkan badannya.
"K-akak..
Monica tidak menoleh lagi. Ia menangis ketika Carlo mendorong tubuhnya masuk ke dalam mobil.
Carlo mengikat tangan Monica. Laki-laki itu juga menutup mata Monic dengan kain hitam.
Monica memberontak namun tidak akan berhasil. Sementara Carlo menyandarkan kepala Luigi pada paha Monica.
Mobil yang di kendarai Zoar melaju dengan kencang membelah kesunyian malam desa Castelmola. Di saat semua penghuni rumah terlelap tidur namun tidak halnya dengan Monica serta adiknya. Suasana sangat mencekam.
Erinka berdiri menatap mobil yang membawa Monica kian menjauh menebus gelapnya malam.
"Aku mohon lindungi kakak ku dari orang-orang jahat itu, Tuhan. Semoga kakak segera kembali..."
...***...
To be continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
nobita
mengerikan sekaliii... alur ceritanya
2024-08-27
0
Dewi ar
degdegan
2024-08-17
0
ayudya
aku suka ketukar.dlm mengingatkan nama tokoh di novel mu Thor,haha
2024-08-09
1