Bab 5

Waktu sudah menunjukan pukul 22.00 malam, tapi Angkasa belum juga pulang ke rumah. Sementara itu Nania terus menangis sambil mengamuk dan menghancurkan barang-barang yang ada di sekitarnya. Anggita tidak tau kalau anak yang diasuhnya ternyata mengerikan seperti monster. Padahal wajahnya nampak imut dan menggemaskan.

"Sayang, berhentilah menangis. Aku yakin Ayahmu akan segera pulang," bujuk Anggita.

"Ayah nggak sayang sama Nania, ayah jahat!" rengek Naina.

"Ayah sayang sama kamu kok, dia hanya butuh sedikit waktu untuk bersenang-senang saja," ujar Anggita.

"Memangnya Nania nggak bisa membuat Ayah senang?"

"Kamu masih kecil, mana tau arti bersenang-senang yang Kakak maksud. Berhentilah menangis, nanti Kakak bantu bicara pada Ayahmu agar lebih meluangkan banyak waktunya untukmu," bujuk Anggita lagi.

Nania mulai tenang, dia berhenti menangis dan menyeka air matanya. Anggita memeluknya erat, membelai rambut panjangnya dan mencium pipinya. Anggita tau Naina kesepian, dia juga kekurangan kasih sayang dan perhatian.

"Ayo pergi tidur, Kakak akan membangunkan kamu kalau Ayahmu sudah pulang,"

"Tapi aku belum mengantuk," Naina menolak.

"Besok kamu harus bangun pagi dan berangkat ke sekolah, lebih baik sekarang pergi tidur. Kalau kamu menurut, besok Kakak akan membuat bekal sekolah yang enak," janji Anggita.

"Bagaimana kalau bekalnya ayam goreng tepung dan cap cay seafood?" Nania mendadak bersemangat.

"Kamu mau bekal itu? Oke Kakak akan buatkan besok," janji Anggita.

Nania pergi tidur, Anggita merasa lega. Untung saja anak itu suka makan, jadi mudah bagi Anggita membujuk Nania dengan iming-iming makanan. Kalau tidak, entah bagaimana Anggita melewati harinya mengurus rumah dan anak nakal seperti Nania.

Waktu bergulir, jam dinding telah menunjukan pukul 03.30 pagi. Anggita mendengar suara mobil terparkir di garasi, dia langsung bangun dari sofa dan bersiap membuka pintu belakang.

Angkasa berjalan sempoyongan, wajahnya kucel dan rambutnya acak acakan. Jelas kalau pria itu baru saja pulang dari bar karena mulut dan tubuhnya bau alkohol. Anggita memapah Angkasa, membantunya berjalan menuju kamar utama.

"Ini sudah malam, kenapa belum tidur?" Angkasa menatap wajah Anggita dengan tatapan sayu.

"Saya sudah tidur tadi, tapi terbangun karena mendengar suara mobil Bapak," sahut Anggita.

"Hem ... Apa Naina sudah tidur?"

"Sudah Pak,"

"Bagus. Kamu orang yang bisa diandalkan juga ya!" Angkasa tertawa.

Anggita melempar tubuh bosnya ke atas kasur, dia melepas sepatu dan kaos kaki yang pria itu kenakan.

"Badannya berat sekali, tulang tulangku serasa mau patah," keluh Anggita lirih.

"Hey! Nona, tolong gantikan bajuku juga!" ucap Angkasa. Dia melepas kancing kemejanya yang basah satu demi satu. Anggita mendelik saat melihat roti sobek rasa oreo terpampang jelas di depan matanya.

"Apa dia gila? Dia ingin gadis perawan sepertiku mengganti pakaiannya? Aku nggak mau!" decak Anggita kesal.

"Kenapa kamu diam saja seperti patung? Ayo cepat mendekat lah padaku," Angkasa mengangkat kedua tangannya keatas dan memasang mode ingin memeluk.

Seketika tubuh Anggita merinding, dia membayangkan rasanya dipeluk oleh duda tampan bertubuh seksi itu. Mungkin rasanya seperti tersengat oleh aliran listrik 1000 volt.

"Ini kenapa aku nggak suka dengan pria yang suka mabuk, mereka suka hilang akal. Lebih baik aku kabur saja dari kamar ini," oceh Anggita. Gadis itu melarikan diri dan menutup pintu kamar Bosnya rapat-rapat.

"Hey...! Kenapa pergi..! Ayo lepaskan bajuku dan peluk aku!!!" teriak Angkasa. Tapi Anggita tidak memperdulikannya.

***

Pagi hari, mentari bersinar cerah. Burung burung bernyanyi merdu memecah kesunyian suasana. Anggita berkutat di dapur membuat makanan kesukaan Naina, ayam goreng Upin Ipin dan mie goreng seafood. Aroma enak menyebar ke seluruh penjuru rumah, memancing Nania dan Angkasa keluar dari tempat pertapaannya.

Nania menutup mulut rapat-rapat, dia tidak menyapa sang Ayah, melirik saja tidak. Dia kesal karena Ayahnya lebih suka nongkrong bersama teman temannya daripada dengan anaknya sendiri.

"Sarapan sudah siap, silahkan dinikmati," Anggita menyodorkan makanan kepada Nania dan Angkasa.

"Terimakasih," sahut mereka kompak.

"Anggita, tolong buatkan aku secangkir kopi susu," perintah Angkasa.

"Oke, Pak!" Anggita kembali pergi ke dapur meninggalkan Angkasa dan Nania berdua.

"Kenapa diam saja Nania? Kamu marah sama Ayah?"

"Sudah tau masih nanya," sahut Nania ketus.

"Jangan marah dong, Ayah kan cuma main dengan teman-teman sebentar,"

"Main kemana? Kenapa Nania nggak diajak?"

"Ayah main ke tempat orang orang dewasa, anak kecil nggak boleh datang ke sana,"

"Kenapa nggak boleh? Nania juga ingin ikut main dengan Ayah,"

"Oke, ayo kita main bersama. Kamu mau main kemana? Biar Ayah temani,"

"Kita main ke Mall yuk Ayah, Nania ingin belanja baju, alat tulis, jajanan enak. Kak Anggita juga diajak ya Ayah,"

"Oke. Tapi kamu makan yang banyak ya, jangan marah lagi sama Ayah!" Angkasa mengelus pucuk kepala anaknya.

"Iya."

Anggita kembali, dia menyuguhkan kopi pesanan Angkasa. Dia melirik kearah Nania yang sudah mau makan dengan lahap dengan ekspresi wajah senang. Sepertinya pasangan anak dan Ayah itu sudah kembali akur.

"Anggita," panggil Angkasa.

"Iya Pak, ada apa?"

"Semalam saat mabuk aku nggak ngomongin hal-hal konyol sama kamu kan?" tanya Angkasa.

"Semalam? Nggak, Bapak nggak ngomongin apapun kok," Anggita berbohong. Dia mencoba untuk melupakan perkataan Bosnya semalam.

"Emh... Bagus lah. Soalnya kalau sedang mabuk aku suka ngomong sembarangan,"

"Oh .... Nggak kok Pak, Bapak nggak ngomong macam-macam semalam."

"Syukurlah. Oh iya, nanti kalau pekerjaan rumah sudah selesai kamu ganti baju ya. Kita pergi jalan-jalan bertiga," perintah Angkasa.

"Siap Pak!"

Anggita pergi ke kamarnya. Dia mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih trendy. Setelan kemeja lengan panjang dan celana jeans panjang berwarna biru langit.

Tak lupa, Anggita memakai make up tipis. Dia juga menyemprotkan parfum ke beberapa titik bagian tubuhnya agar harum. Tampil perfect saat keluar rumah itu harus bagi Anggita, termasuk saat jalan dengan duda tampan. He .... He .... He ....

Bersambung....

Terpopuler

Comments

Khairul Azam

Khairul Azam

good job anggita, memang laki laki mabuk jgn pernah didekati itu sangat" berbahaya.

dulu aku pernah bekerja, pas bos ku ngundang relasi kantor makan malam dirumahnya mereka mabuk" dan bosku itu minta bantuan ini itu aku gak mau bantu langsung aku tinggal pergi aja, masa bodo nanti mau dipecat atau apalah intinya bagiku orang mabuk itu gak waras mereka bisa melakukan hal hal aneh

2025-04-08

0

Arin Payjemz

Arin Payjemz

naniaaa aku padamuuuu😆😆😆😆

2024-09-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!