Bab 5

👑👑👑👑

"Ya udah, sekarang kamu pindah-pindahin koper kamu ya, dibantu sama Tante dan Arion. Om harus ke kantor nih, udah telat," Ayah bangkit sementara Naya mengangguk.

"Ayo," Ibu mengajak Naya ke kamar Arion begitu Ayah menghilang di balik pintu depan.

Langkah Naya tiba-tiba terhenti di depan kamar Aksa saat Ibu dan Arion menaruh barang- barangnya di kamar Arion.

Di pintu kamar itu tertempel gambar tengkorak dengan tulisan 'Biohazard. Dangerous.' sementara pita kuning panjang bertuliskan 'Police Line. Do not Cross.' ditempel melintang.

Naya tersenyum geli, bertanya-tanya dari TKP mana Aksa berhasil mencurinya, lalu membuka pintu kamar itu dengan hati-hati.

Saat Naya menginjakkan kaki di kamar itu, dia merasa seperti sedang masuk ke dunia lain.

Seperti sedang menonton konser berpuluh-puluh bintang rock sekaligus. Naya berdecak kagum melihat kamar itu. Hanya langit-langitnya yg bersih dari poster.

Sambil menghindari berbagai benda di lantai, Naya berjalan hati2 ke arah meja belajar Ares yang sepertinya sudah berubah fungsi.

Alih2 buku teks, di meja itu berserak berbagai macam CD. Naya mengambil satu secara acak. Ternyata Sex Pistols 'Anarchy in The UK'.

"Seleranya boleh juga," gumam Reina sambil tersenyum.

Saat dia hendak berbalik untuk

mengagumi hal lain, Aksa sudah berdiri di ambang pintu. Reina terlonjak kaget.

"Lagi ngapain lo?" tanya Aksa curiga.

"Ng... lagi liat-liat aja," jawab Naya, salah tingkah.

Dia bersandar pada meja, menggapai barang apa saja di atasnya untuk dijadikan alasan, tapi yg terambil ternyata celana boxer Aksa. Naya bengong sesaat, lalu melemparnya. Wajahnya langsung merah padam.

"Oh, sori, aku nggak..."

Aksa meraih boxer yg dilempar Naya, lalu memasukkannya ke keranjang pakaian kotor tanpa bicara. Naya mengamatinya. Aksa merasakan tatapan Naya, tapi dia mencoba untuk tidak peduli. Aksa malah memunguti pakaian kotor yg berserakan di kamarnya.

Ketika Naya baru akan membuka mulut, Ibu dan Arion muncul di pintu.

"Lho, Nay? Ngapain di sini? Semua barangmu udah di kamar Arion lho," kata Ibu.

"Ng... Tante? Boleh nggak kalo aku tidur di sini aja?" pinta Naya membuat semua orang yang mendengarnya melongo.

Tumpukan baju yg tadinya digendong Aksa melorot dan berjatuhan.

"Hah? Di kamar Aksa? Berantakan dan nyeremin gini?" seru Arion tak percaya.

"Please... boleh ya?" Reina mengeluarkan tatapan memohon.

Ibu melempar pandangan ke arah yang Arion hanya mengangkat bahu.

"Yah... boleh sih, tapi-"

"Kata siapa boleh?" potong Aksa cepat.

"Kenapa nggak di kamarnya Arion aja, sih? Nyusahin orang aja," sambungnya sambil kembali memunguti baju-bajunya yg terjatuh.

Naya menatap Aksa sedih. Ibu langsung menghela napas, tidak habis pikir dengan sikap sinis anaknya.

"Apa sih kamu ini, Sa? Ya udah. Ri, ambilin barang-barangnya Naya, taro sini. Sa, kamu

beresin kamar kamu sampe bersih," kata Ibu lalu melangkah keluar kamar.

Naya tersenyum penuh kemenangan ke arah Aksa yang langsung membuang muka. Arion mendesah pendek, lalu menghilang.

"Nggak apa-apa kan, Sa?"

Naya mendekati Aksa yg bergerak ke meja untuk membantu membereskan CD-CD. Aksa tak menjawab. tubuh Naya membuatnya tak bisa berpikir.

Saat ini, jaraknya dan Naya hanya satu meter saja, dan terus berkurang. Aksa berbalik cepat dan beralih membereskan gitarnya yg tergeletak di samping jendela. Melihat tingkah Aksa, Naya menghela napas.

Tak lama kemudian, Orion datang mengantarkan barang-barang, lalu pergi lagi setelah mengatakan dengan sangat-sangat menyesal kalau dia harus berlatih basket karna sudah dekat pertandingan.

Arion berjanji kepada Naya untuk pulang cepat karna ingin mendengar ceritanya. Kembali tinggal Aksa dan Naya berdua di kamar.

Tapi tidak berlangsung lama. Detik berikutnya, Ibu masuk membawa seprai baru. Naya segera menawarkan diri untuk memasang seprai. Merasa situasinya cukup aman, Aksa kembali membereskan CD.

"Diganti seprainya, Nay. Takut ada apa-apanya," Ibu mengedipkan mata jenaka ke arah Reina yg tertawa kecil.

"Tau kan, laki-laki..." lanjut Ibu lagi, membuat Aksa memutar-mutar bola mata sambil mendesah panjang.

Aksa menoleh sebentar dari kegiatan menyurun CD-nya, lalu terbelalak saat melihat benda yg dipegang ibunya.

"Bu, motif seprai itu bunga-bunga," kata Aksa dingin. Ibu dan Naya menatap Aksa dengan ekspresi bingung.

"Iya. Terus kenapa?" tanya Ibu tanpa rasa bersalah.

"Seprai motif bunga-bunga di kamarku," kata Aksa lagi dengan penekanan yg lebih di kata 'bunga- bunga' dan 'kamarku'.

"Ini bukan kamar Orion, Bu!"

"Ah, Aksa ini. Nggak apa-apa, kan? Manis banget, lagi," kata Ibu sambil membentang -kan seprai itu ke ranjang Aksa, tampak kontras dengan poster Queen di belakangnya.

Aksa menatap seprai itu jijik sesaat, geleng2 kepala, lalu meletakkan CD-CD-nya begitu saja di meja dan bergerak menuju pintu.

"Aku sumpah nggak akan masuk lagi ke kamar ini selama seprai itu masih di sana," kata Aksa dengan wajah masam sebelum keluar dari kamarnya. Ibu dan Naya terkikik bersama.

Naya mencoba memejamkan mata, tapi yg terbayang olehnya adalah saat makan malam tadi. Aksa sama sekali tidak memandangnya, tidak juga mencuri pandang.

Sepertinya, Aksa sudah sama sekali melupakannya. Saat Naya baru datang tadi, Ares bahkan tidak mau menjabat tangannya.

Naya membalikkan badannya, lalu sebutir air mata jatuh dari matanya. Sebenarnya, Aksa lah satu-satunya alasan Naya datang kembali ke Indonesia. Tapi bahkan alasan itu tidak mengharapkan kedatangannya.

Pagi ini, Aksa terbangun dengan perasaan hampa. Dia berharap kedatangan Naya hanya

mimpi, tapi wangi tubuh gadis itu ada di mana-mana di rumahnya.

Aksa bangkit, mengambil handuk, lalu masuk ke kamar mandi. Dia membasuh kepalanya dengan air, berharap air itu bisa menghapus bayangan Naya di otaknya. Aksa menengadahkan kepalanya, membiarkan air yg dingin dari shower jatuh tepat ke wajahnya.

'Tanggal 14 Februari 2005, kita ke sini lagi, terus kita baca deh surat-surat kita!', janji Naya selalu terbayang-bayang di benak Aksa.

Aksa menghajar tembok di depannya keras-keras sampai buku-buku jarinya terasa nyeri.

Setelah selesai mandi, Aksa segera melangkah menuju kamarnya, sejenak lupa bahwa ada sesosok gadis yg tidur di sana.

Dia baru teringat setelah membuka pintunya dengan berisik dan mendapati Naya sedang berbaring di tempat tidurnya. Aksa menghela napas. Dia sudah terlanjur masuk, lagi pula semua baju-bajunya ada di kamarnya. Tak lama lagi Aksa harus berangkat kuliah.

Aksa melangkah hati-hati ke dalam kamar menuju lemari pakaiannya yg terletak tepat di samping ranjang. Aksa tak bisa menahan godaan untuk tidak menoleh. Naya terlihat sangat manis saat tertidur. Rambutnya yg lembut menutupi sebagian wajahnya.

Ingin rasanya Aksa membelai kepala gadis itu, menyibak rambutnya supaya wajahnya yg cantik itu tidak tertutupi... Detik berikutnya, Aksa tersentak. Dia tidak boleh membiarkan fantasinya terus berkeliaran. Aksa segera membuka lemari dan mengambil acak sebuah t-shirt hitam.

"Sa?" kata Naya, ternyata terbangun oleh suara deritan lemari. Aksa menoleh kaget, tapi segera menenangkan perasaannya dengan memalingkan muka dan membuka kausnya. Naya menatapnya takjub.

"Baju gue semua di sini," Aksa menjelaskan sambil melempar kaus kotornya ke seberang

ruangan, yg masuk tepat ke dalam keranjang baju kotor.

"Oh," gumam Naya sambil duduk bersandar lalu mengawasi Aksa yg mengenakan kaus baru. Aksa merasakan tatapan itu, tapi sebisa mungkin mengacuhkannya.

Naya tiba-tiba terkikik. "Sa, kamu tau nggak, kalo ada orang yg masuk sekarang, dia bisa aja salah paham."

Aksa menoleh, mencari tahu maksud kata-kata Naya, lalu detik berikutnya paham. Keadaan di mana Aksa sedang berganti baju dan Naya sedang duduk di ranjang dengan selimut menutupinya, benar-benar seperti adegan kalau mereka baru menghabiskan malam bersama atau apa. Aksa membuang muka, lalu membanting pintu lemari pakaiannya.

"Nggak ada yg akan salah paham," kata Aksa sambil menyambar ranselnya, menyurukkan

buku-buku yg dipilihnya secara acak, lalu berderap ke luar kamar. Reina menatap sedih punggung Aksa yg menghilang di balik pintu.

👑👑👑👑

"Aduh, buku apa sih yg kebawa?" gumam Aksa kesal setelah sampai di kampus.

Ternyata, tadi dia membawa novel 'Dave Pelzer' hadiah dari Lala setahun yg lalu. Hadiah yg ironis, menurut Aksa.

Dia benar-benar kesusahan membacanya, bahkan hanya prolognya. "Berat-beratin aja," gumam Aksa lagi sambil menyurukkannya kembali ke dalam ransel.

Aksa menundukkan kepala, lalu memegangnya dengan kedua tangan. Kepalanya berdenyut sangat hebat saat memikirkan kejadian tadi pagi.

Wajah Naya begitu cantik, bahkan saat dia baru bangun tidur. Aksa tak mengira Naya akan menjadi gadis secantik itu dalam tempo sepuluh tahun.

Dulu, Naya sangat culun dengan dua gigi depan besarnya dan kepang dua. Aksa hampir saja tertawa kalau tidak ingat gadis itu sekarang ada di rumahnya.

Semua ini terasa seperti keajaiban. Aksa tak pernah mengharapkan kedatangannya lagi, semenjak dia menyerah setelah menunggu selama sepuluh tahun.

"Sa? Lo kenapa? Sakit?" seru Lala yg datang tiba-tiba. Aksa mendongakkan kepalanya.

Aksa menggeleng tanpa menatap Lala. Sudah cukup parah sakit kepalanya, tak perlu ditambah dengan kehadiran Lala segala. Lala menatap Aksa yg bergeming, menghela napas, lalu duduk di sebelahnya.

"Lo masih marah, Sa?" tanya Lala sambil menatap Aksa lekat-lekat. Ares tak membalasnya.

"Udah deh, lo nggak usak deket-deket gue lagi. Terakhir kali lo ada di deket gue, gue udah mukul banyak orang," kata Aksa ketus, tanpa memedulikan mata Lala yg membelalak.

 "Apa? Lo diserang orang, Sa? Di mana? Kapan? Sama siapa?" tanyanya histeris.

Aksa menatapnya sebal. "Lo nggak usah pura-pura nggak tau, deh. Lo tau kan, fans lo yg cinta mati sama lo itu paling nggak bisa kalah?"

Lala terpaku. Raul. Pasti anak itu. Dia terus mengejar-ngejar Lala semenjak mereka putus dan tahu bahwa Lala memiliki hubungan dengan Arion. Raul menolak menyerah saat tahu Lala sudah putus dengan Arion dan malah menyukai Aksa.

"Sa, apa salah gue kalo dia suka sama gue? Emangnya gue mau? Gue juga nggak mau, Res!", sahut Lala.

Aksa terdiam. Memang bukan kesalahan Lala, tapi Aksa sudah terlanjur menganggapnya

demikian. Kalau saja dulu Lala tidak memilih Arion sehingga membuat Raul merasa tersaingi, tidak akan begini jadinya. Aksa meyakini ini sebagai sebuah karma.

"Lo tau? Ada satu hal yg bisa bikin kejadian itu nggak terulang lagi. Lo jauh-jauh dari gue," kata Aksa dingin, lalu bangkit dan meninggalkan Lala.

Arion memasukkan bola basketnya ke loker sambil bersiul. Hari ini dia tidak akan latihan. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk membolos latihan sesering mungkin selama Naya di Indonesia.

Arion tak ingin membuang waktu sedetik pun. Sudah cukup lama waktu terbuang, dan sekarang, Arion ingin menebusnya.

"Ri, ntar jam tiga, ya!" seru Odi, teman setimnya.

"Wah, sori, gue nggak bisa," kata Arion, gagal menyembunyikan senyum lebar-nya.

"Ntar ntar gue juga bakalan jarang latihan. Ada hal yg lebih penting."

Odi mengernyitkan dahi. "Lo becanda, kan? Bentar lagi ada turnamen, Ri! Lo mau tempat lo digantiin sama Raul?"

"bodo," tukas Arion sambil menutup lokernya.

"Masih banyak turnamen lain. Yg ini, gue udah

nunggu selama sepuluh tahun. Gue nggak akan ninggalin dia cuma gara2 turnamen."

"Apaan sih? Sampe lo bisa-bisanya nyerahin posisi lo buat Raul?"

"Seseorang," Arion kembali tersenyum membayangkan Naya.

"Seseorang yg lebih berharga dari apa pun juga di dunia ini. Bahkan medali MVP."

Odi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya menatap Orion yg sekarang telah menerawang jauh dengan ekspresi bahagia.

👑👑👑👑

"Sini Nay bantu, Tan."

Naya mengambil bawang lalu mulai mengupasnya. Di sampingnya, Tante Risa sedang memasak makanan untuk makan malam.

"Wah, bisa ngupas bawang, Nay?" tanya Tante Risa, ibu dari Arion dan Aksa.

"Ya bisa lah, Tan. Dalemnya kan masih orang Indonesia," jawab Naya, membuat Tante Risa

tertawa.

"Bahasa Indonesia kamu juga bagus banget. Padahal waktu kamu pindah ke Amerika kan masih kecil," kata Tante Risa. 

"Aku selama di rumah selalu pake bahasa Indonesia, Tan," jelas Naya.

"Lagian, temenku yg juga orang Indonesia di sana banyak, tapi kebanyakan udah pada kuliah.", lanjut Naya. Tante Risa mengangguk -angguk mengerti.

Selama beberapa menit kemudian, mereka berdua  sibuk dengan kegiatan masing- masing. Namun akhirnya, Naya tidak tahan untuk tidak bertanya tentang Aksa. 

"Tan, Aksa kuliahnya di jurusan apa?" tanya Naya, merasa Aksa tidak akan menjawab jika dia menanyakannya langsung. 

"Eh?" Tante Risa menghentikan kegiatan mengaduk sayur, berusaha mengingat-ingat.

"Ng... di mana ya? Tante kok lupa? Kalo nggak salah sih di Teknik Industri... atau apa yah? Itu sih si Arion...", kata Tante Risa kebingungan.

Naya bengong mendengar jawaban polos Tante Risa. "Jadi?" tanya Naya lagi setelah beberapa lama menunggu. 

"Ng... Tante lupa, Nay. Dulu pas mau masuk kuliah, dia sendiri bingung milih apa sampai kita jadi nggak tau lagi. Ntar tanyain aja sama anaknya langsung, yah?" katanya, lalu kembali mengaduk sayur. 

Naya semakin bingung. Kenapa Tante Risa sampai tidak tahu anaknya kuliah di mana? Tapi Naya tidak ambil pusing. Mungkin saja Tante Risa memang lupa. 

"Terus Tan, anaknya emang nggak suka ngomong, ya?" tanya Naya lagi.

"Perasaan dulu nggak segitunya." 

"Emang, dari kecil tabiatnya emang kayak begitu. Tepatnya sih, setelah kamu pindah," kata Tante Risa lagi.

"Kamu dijudesin ya? Maklumin aja ya, dia emang bandel." 

Naya terdiam sesaat. Ternyata Aksa sudah berubah menjadi orang yg dingin. Dulu, Aksa

memang tidak banyak bicara, tapi itu kepada semua orang kecuali Naya.

Dulu Naya adalah orang yg paling sering diajak bicara oleh Aksa. Entah kenapa, sekarang Aksa terkesan menjauhi Naya, padahal Naya sangat merindukan Ares. 

"Dia itu nakal banget, doyan berkelahi," kata Tante Risa lagi, wajahnya mengeruh.

"Waktu SMP sama SMA, dia nggak satu sekolah sama Arion." 

Naya berhenti mengupas bawang lalu menatap Tante Risa. "Nggak pernah satu sekolah? Kenapa?" 

"Sebenernya Tante masukin dia di sekolah yg sama dengan Arion, tapi dia selalu dikeluarin," 

Tante Risa tersenyum getir. "Kerjaannya berantem melulu. Semua anak pernah ngerasain bogem mentahnya. Masuk BP sampe berpuluh-puluh kali. Sempet mau nggak naik kelas karna keseringan bolos, tapi setelah Tante ngelobi pihak sekolah, dia akhirnya bisa naik kelas. Tante sampe terharu waktu sekolah nyatain Aksa lulus SMA. Habis, rapotnya banyakan merahnya." 

Naya ikut tersenyum mendengar Tante Risa bercerita. Naya tahu Aksa memang lemah dalam pelajaran, tapi tak menyangka akan pindah sekolah sebanyak itu. 

"Aksa telat setahun masuk kuliah, soalnya Arion ikut kelas akselerasi," kata Tante Risa lagi, membuat Reina tertegun.

"Atau lebih tepatnya, Arion lebih cepat setahun." 

Aksa masuk kuliah setahun setelah Arion. Naya tak pernah tahu. Kenyataannya, Naya tak tahu apa pun tentang Ares lagi. 

👑👑👑👑

Oke itu dulu ya Minna!! InsyaAllah Minggu ini aku rajin up ya 😊.

Jangan lupa!!

Like!!!

Komen!!

Vote!!!

Share!!

And Subscribe!!!

See you next time, Reader's!! 😁

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!