🌸🌸🌸🌸
Selama dua puluh tahun, Aksa berusaha keras untuk menyetarakan dirinya dengan Arion yg sialnya, begitu cemerlang. Ayah menyerah mengajari Aksa karna dia lambat dalam menangkap pelajaran dan akhirnya menganggapnya lebih bodoh dari Arion.
Sementara itu, ibunya tidak bisa berbuat apa-apa. Bukannya Ibu tidak mencintainya, dia dilarang oleh Ayah untuk membantu Aksa
supaya Aksa jera. Tidak punya pilihan lain, Aksa belajar membaca, menulis, juga mengeja sendiri pada waktu malam hari.
Aksa selalu mendapat nilai jelek dalam pelajaran matematika ataupun sains. Dia juga tidak begitu bisa menghapal. Maka dari itu, dia selalu menjadi urutan terbawah di kelasnya. Aksa selalu disimbolkan dengan elemen yg selalu berkebalikan dengan Arion.
Tidak seperti Arion, Aksa tidak begitu mengerti musik jazz yg mengutamakan ketepatan nada. Aksa lebih akrab dengan musik-musik rock atau metal yg keras.
Perjuangannya selama dua puluh tahun membuahkan hasil. Kini Aksa sudah lebih terbiasa untuk membaca dan menulis, tapi dia tetap tidak senang melihat tulisan-tulisan kecil di koran karna dia masih harus berpikir keras. Aksa tidak akan membaca apa pun kecuali memang perlu.Selama dua puluh tahun, Aksa berusaha keras untuk menyetarakan dirinya dengan Arion yg sialnya, begitu cemerlang. Ayah menyerah mengajari Aksa karna dia lambat dalam menangkap pelajaran dan akhirnya menganggapnya lebih bodoh dari Arion.
Sementara itu, ibunya tidak bisa berbuat apa-apa. Bukannya Ibu tidak mencintainya, dia dilarang oleh Ayah untuk membantu Aksa
supaya Aksa jera. Tidak punya pilihan lain, Aksa belajar membaca, menulis, juga mengeja sendiri pada waktu malam hari.
Aksa selalu mendapat nilai jelek dalam pelajaran matematika ataupun sains. Dia juga tidak begitu bisa menghapal. Maka dari itu, dia selalu menjadi urutan terbawah di kelasnya. Aksa selalu disimbolkan dengan elemen yg selalu berkebalikan dengan Arion.
Tidak seperti Arion, Aksa tidak begitu mengerti musik jazz yg mengutamakan ketepatan nada. Aksa lebih akrab dengan musik-musik rock atau metal yg keras.
Perjuangannya selama dua puluh tahun membuahkan hasil. Kini Aksa sudah lebih terbiasa untuk membaca dan menulis, tapi dia tetap tidak senang melihat tulisan-tulisan kecil di koran karna dia masih harus berpikir keras. Aksa tidak akan membaca apa pun kecuali memang perlu.
"Sa? Kok bengong?" Ibu tahu2 mengusap rambut Aksa. Hal yg tidak pernah dilakukannya lagi selama bertahun-tahun.
Aksa menatap Ibu muram.
Sebenarnya Aksa merindukan pelukan Ibu, merindukan cerita-ceritanya sebelum tidur, yg terhenti saat usianya baru tujuh tahun, segera setelah orangtuanya mengetahui ada yg tidak beres pada otak Aksa.
Selanjutnya, hanya Arionlah yg masih dibelai
dan diceritakan dongeng sebelum tidur, sementara Aksa dipukuli karna tidak bisa menjawab pertanyaan yg benar dari Ayah.
"Kerjaannya kan memang begitu. Bengong saja kayak orang bodoh," kata Ayah tiba-tiba sambil bangkit untuk mengisap rokok.
"Cobalah, buat sesuatu yg berguna. Sekali saja, bikin ayahmu bangga."
Mata Aksa mengikuti Ayah yg segera berbalik dan berjalan menuju pintu depan. Aksa merasakan darahnya sudah mendidih dan naik ke kepalanya.
Ibu menatapnya simpati, tapi bergerak menuju dapur. Arion juga bangkit dan membawa koran ke depan TV. Selalu begini. Selalu Aksa yg tertinggal di belakang.
"Wow, panas banget!" keluh seorang gadis saat keluar dari bandara. Dia menyibak rambut indahnya yg panjang dan bergelombang, lalu menyeka keringat yg mengalir di dahinya dengan sekali gerakan indah.
Orang2 yg berada di sekitar gadis itu menatapnya kagum. Gadis itu menengok ke kanan, bermaksud mencari taksi. Dia sudah tak sabar bertemu dengan seseorang. Seseorang yg sangat dirindukannya.
🤡🤡🤡
"Besok, jangan pada ke mana2," kata Ayah saat makan malam. Aksa dan Arion mendongak, lalu menatap Ayah heran.
"Emang ada apaan Yah?" tanya Arion.
"Besok aku ada kuliah, trus latihan basket."
"Bolos dulu kuliahnya," kata Ayah tak peduli.
Aksa menganga lebar. Ayah menyuruh Arion untuk bolos kuliah. Pastilah hal ini sangat darurat.
Mungkin besok Ayah akan mengadakan acara pemancungan bagi Aksa, dan Arion wajib bolos kuliah supaya tidak melewatkannya.
"Bolos? Emang ada apaan sih?" desak Arion, seakan setengah mati tak mau kehilangan satu hari kuliah demi hal yg tidak benar2 penting.
"Pokoknya bolos saja. Ayah juga minta izin sejam-dua jam dari kantor. Nanti kamu juga bakal tau," Ayah menutup percakapan itu, lalu kembali melahap sarden-nya. Aksa segera memutar rencana pelarian dirinya.
"Aksa! Bangun! Udah jam berapa ini?" seru Ibu sambil mengetuk pintu kamar Aksa dengan keras.
Aksa tersentak, lalu terbangun. Dengan segera, dia meraih wekernya. Jam itu ternyata mati di angka tujuh.
Sialan. Rencana pelariannya yg sudah dipikirkan secara matang lenyap sudah. Aksa harus menghadiri upacara pembantaian ini.
Aksa bangun dengan seribu satu kutukan, sebelum membuka pintu untuk Ibu. Ibu terlihat sangat rapi, juga heran.
"Kenapa kamu baru bangun jam segini? Ayo cepet mandi!" teriaknya histeris lalu mendorong Aksa ke dalam kamar mandi. Tapi, sebelum sempat masuk kamar mandi, bel berbunyi.
"Biar aku-"
"AHH!!" seru Ibu membuat Aksa kaget, sekaligus memutus kalimatnya. Aksa menatap Ibu yg seperti kebakaran jenggot.
"Udah Sa, nggak usah mandi! Duduk aja di sana!" serunya panik, lalu menarik Aksa ke ruang tamu yg terlihat luar biasa ganjil.
Tak seperti biasanya, ruang tamu itu penuh dengan pita, balon, juga makanan. Yang paling terlihat aneh adalah kue besar dengan angka dua puluh di atasnya.
Cukup lama waktu yg dibutuhkan Aksa untuk menyimpulkan bahwa ada seseorang yg berulang tahun.
Saat melihat Arion yg tampak berbunga- bunga, dia menyadari bahwa hari ini ulang tahun Arion. Dan oh, benar, dirinya.
"Selamat ulang tahun!" seru Ibu sambil mencium kedua pipi Aksa. Aksa sendiri belum bergerak, masih shock dengan keadaan yg kacau itu.
Tak lama kemudian, Ayah muncul dari pintu depan, lalu menyalami Aksa dengan canggung, seolah Aksa baru saja berhasil membaca sebuah buku sampai selesai. Aksa lantas duduk di sebelah Arion yg tak tampak ingin menyelamatinya.
"Sa? Kok bengong? Bukannya seneng," kata Ibu.
"Seneng, kok," Aksa berbohong. Sebenarnya dia masih sangat terkejut.
Seluruh paket ini: hari Senin, Ayah belum berangkat ke kantor, Arion bolos kuliah, kue besar berangka dua puluh, hari ulang tahunnya, semuanya membuatnya luar biasa bingung.
"Tadi siapa Yah, yg ngebel?" tanya Arion.
"Hah? Oh, bukan siapa-siapa. Tukang susu," kata Ayah cepat-cepat. Aksa memandangnya tajam. Jelas saja bukan tukang susu Aksa malah baru mendengar kalau keluarga ini berlangganan susu.
"Eh, ngomong-ngomong, kalian kok nggak saling kasih selamat?"tanya Ibu lagi,berusaha membelokkan arah pembicaraan.
Aksa dan Arion saling pandang bersamaan, lalu secara bersamaan lagi membuang muka.
"Selamat, deh," gumam Arion tak jelas.
"Lo juga," balas Aksa. Ayah dan Ibu memandang mereka bergantian, tapi langsung maklum.
Aksa dan Arion menyadari bahwa ada yang aneh dari Ayah pagi ini. Tampaknya dia sedang senang atau apa, karna tak ada sindiran2 yg biasa dilancarkan-nya setiap pagi.
"Yah, sekarang aja nih?" tanya Ibu sambil menatap Ayah dengan senyum penuh arti.
Aksa dan Arion sudah menyangka bahwa ada yg tidak beres. Ayah mengangguk, lalu bangkit.
"Ya sudah. Berhubung tidak ada acara lagi, Ayah mau kasih kalian hadiah." Aksa mendengus.
Sejak kapan Ayah membelikan hadiah saat ulang tahun? Untuk Arion masih mungkin, tapi Ayah seringkali berpura-pura melupakan hari ulang tahun Aksa yang kebetulan sekali sama dengan hari ulang tahun Arion.
"Yg bener, Yah?" seru Arion dengan mata berbinar, persis anak anjing di mata Aksa.
"Bener. Tapi kali ini hadiahnya sangat spesial. Kalian pasti tidak menyangka. Dan kalian harus berterima kasih kepada Ayah atas hadiah ini," Ayah tersenyum misterius, lalu bergerak menuju pintu depan.
"Ayah sampe harus ngedatengin dari Amerika sana, lho."
Mendengar itu, Aksa jadi sangat yakin hadiah itu akan berupa motor Ducati atau apalah yg
diinginkan Arion. Dan seperti biasa, pastinya Aksa tidak mendapatkan apa pun lagi.
Selama beberapa menit, Ayah menghilang dan kembali dengan wajah sumringah. Bukannya membawa kunci motor, dia malah membawa koper.
"Siap2 ya, ini hadiahnya!" seru Ayah, lalu menyingkir sekitar dua langkah ke kiri.
Seorang gadis cantik dengan rambut yg sangat panjang dan bergelombang muncul dari balik Ayah, tersenyum bagai bidadari. Seorang gadis yg sepertinya familier bagi Aksa.
Selama beberapa detik, ruangan itu senyap. Baik Aksa dan Arion tidak ada yg bergerak.
Keduanya terdiam menatap sosok gadis itu, berusaha mengingat-ingat, menggali memori yg sudah sekian lama terkubur.
"Halo," sapa Naya ramah sambil tetap tersenyum.
Yang pertama tersadar adalah Orion. Dia bangkit dan tersaruk ke arah Naya,menyangka dirinya sedang berada di dalam mimpi.
"Na... ya?" gumam Orion tak percaya.
Naya mengangguk kecil. "Arion!" serunya, lalu melompat ke arah Arion yg masih berdiri kaku.
Naya memeluk Arion erat. Sudah lama dia tidak bertemu dengan laki2 ini. Laki2 yg pernah menjadi bagian dari memori masa kecilnya yg indah.
Arion balas memeluk Naya setelah sadar apa yg terjadi, lalu menganyunnya sambil berputar-putar. Dia begitu merindukan sosok gadis kecil ini, yg ternyata tumbuh dewasa sesuai dengan fantasinya.
Tapi ini bukan lagi di alam khayalnya. Ini nyata. Ini Naya yang nyata, yg ada di depannya. Oh tidak, ada di dalam pelukannya.
Naya melepas pelukan Arion dan menatap kedua matanya. Anak laki-laki itu telah banyak
berubah, walaupun Reina masih bisa mengenalinya dengan mudah dari pancaran mata itu.
Arion tumbuh menjadi laki-laki yg tampan dan tegap, sudah bukan lagi anak cengeng yg selalu minta perlindungan.
"Apa kabar?" tanya Naya dengan wajah berseri-seri.
"Baik banget, nggak pernah sebaik ini!" seru Arion, sedikit lepas kendali.
"Kamu sendiri?"
"Aku juga baik!" sahut Naya.
"Kaget ya?"
"You have no idea," jawab Arion, sambil berusaha menahan diri untuk tidak memeluk gadis itu sekali lagi.
Naya tersenyum, lalu menoleh ke arah Aksa yg masih terduduk diam di sofa. Aksa sendiri hanya bisa menatap Naya nanar.
Sosok gadis itu yang nyata, yang berdiri di depannya ini membuat segala kenangan masa lalunya berkelebat cepat di otaknya tanpa kendali.
Semuanya benar-benar memusingkan kepalanya sehingga Aksa tidak dapat bergerak. Semuanya terputar di benak Ares seperti sebuah video.
Tanggal 14 Februari yg seharusnya menjadi tanggal pertemuan mereka, kepergian Naya yang tiba-tiba, keabsenan Naya memberi kabar, semua berkelebat cepat dan menusuk segala pertahanan yg selama ini dibangun oleh Aksa.
Sosok yg pernah mengkhianatinya tiba-tiba muncul dan terlihat sangat berkilauan di mata Aksa, sampai Aksa tidak berani menatapnya lama-lama.
Ares menatap Naya yg berjalan riang menuju dirinya, hatinya terasa geram. Masih bisa seceria ini setelah apa yg dilakukannya dulu?
"Halo, Sa!" seru Naya, berharap Aksa bangkit sehingga dia dapat memeluk sosok tegap itu.
Tapi, Aksa hanya menatapnya tanpa ekspresi. Jadi, Naya berhenti dan menyodorkan tangan.
"Hai," Aksa membalasnya sedingin es, tak menyambut tangan Naya dan malah mengalihkan pandangan.
Dia benar-benar tidak bisa berlama-lama menatap mata itu. Aksa takut dia dapat dengan mudah memaafkan Naya jika terlalu lama melakukannya. Naya menatap Aksa bingung sebentar, lalu menurunkan tangannya.
"Ah, aduh! Nay, maafin Aksa ya, dia emang suka begitu," Ibu merangkul Naya dan membawanya duduk di depan Aksa.
Naya menurutinya, tapi matanya masih terpancang ke arah Aksa. Sementara itu, Arion mengambil tempat duduk di samping Aksa.
"Iya, dia memang suka kurang ajar," Ayah menimpali.
"Jadi, gimana perjalanannya, lancar?"
"Eh? Oh, baik, Om. Tadi malem sempat nginep di hotel," jawab Naya, tak bisa berkonsentrasi.
Matanya masih terpaku pada Aksa yang malah memandang ke luar jendela.
"Ayah, aku bener2 kaget!" seru Arion terlihat senang.
"Bisa-bisanya Ayah ngedatengin Naya ke sini."
"Bukan gitu. Sebulan yg lalu Naya telepon ke sini, katanya dapat nomor telepon rumah kita dari kamu. Naya yang ngomong ke Ayah kalo mau ke sini pas ulang tahun kalian, sekalian dia lagi habis lulus SMA," jelas Ayah kepada Arion, lalu menghirup kopi.
"Wah? Udah lulus SMA? Udah gede dong," goda Arion, membuat pipi Naya aa bersemu.
"Ya iyalah, masa SMA melulu," kata Reina sambil mengawasi Aksa dari sudut matanya. Aksa masih tak bereaksi.
"Terus, terus, gimana kamu selama di sana?" tanya Arion lagi, tak sabar.
Arion benar2 ingin mendengar apa saja yg Naya lakukan selama ini. Ayah mengernyit pada Arion.
"Sabar dong, Ri. Masih banyak waktu. Sekarang, kita tentuin aja dia bisa istirahat di mana."
Mata Arion membelalak, sementara Aksa bergerak sedikit mendengar perkataan Ayah.
"Naya nginep di sini, Yah?" seru Arion, mewakili keingintahuan Aksa.
"Nggak, di kantor Ayah. Ya di sini dong, Ri, dia kan tamu kita?" Ayah melempar senyum kepada Naya.
"Dia nanti bakal di kamar kamu. Kamu ntar sama Ares." Orion bengong sesaat, tapi segera tersenyum ke arah Naya yg tampak menatap Aksa dengan pandangan khawatir.
"Ya udah, demi Naya, aku mau deh tinggal di kandang sapi," kata Arion, lalu tertawa kecil.
"Kalo lo keberatan, lo bisa tidur di sofa depan TV," tandas Aksa dan bangkit.
"Mau ke mana kamu?" sahut Ayah, tak bisa menyembunyikan nada geramnya.
"Ke WC," jawab Aksa singkat, lalu berjalan menuju kamar mandi.
Naya memandanginya sampai dia menghilang ke kamar mandi. Ayah menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Maaf, ya Rei. Emang tabiatnya begitu."
"Hah? Oh, nggak apa-apa kok, Om," kata Naya cepat.
💞💞💞💞
Oke segini dulu ya
Maaf lama gak up karena Shea sedang dalam fase mager.
See You Next Time Reader's 😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments