Bab. Dua Belas

Bab. 12.

Gibran kembali ke rumah dengan keadaan gontai. Tak tau kenapa, suara Arumi yang tegas sekarang ini mampu membuat Gibran seperti itu.

"Ada apa nak? Bagaimana, udah ketemu Arumi belum?" langsung di kejutkan lagi dengan suara mamanya.

Gibran tak menjawab. Tak berapa lama pun ponselnya berdering. Gibran melihat nomor yang tidak di kenal. Tapi itu bukan nomor telepon biasa, melainkan nomor telepon rumah.

"Selamat sore, dengan anda bernama Gibran Iskandar?" tanya seseorang di balik telepon itu.

"Iya, benar. Saya Gibran. Ada apa ya pak?" tanya Gibran berbalik tanya.

"Saya pak hakim dari pengadilan negara. Baiklah. Saya memanggil anda besok pagi untuk datang ke kantor pengadilan." jawab pak hakim.

Degh...

Gibran termenung sejenak, ternyata yang di katakan Arumi tadi benar.

"Bagaimana bisa pak?" tanya Gibran yang mulai gugup dalam bicara.

"Bu Arumi Yudistira telah menuntut anda ke pengadilan. Itu sebabnya saya memanggil anda untuk datang besok."

Tidak tau kenapa, mendengar kabar itu seolah darah Gibran mendidih begitu saja. Ia mematikan telepon itu tanpa babibu lagi.

Dirinya frustasi dan melempar hpnya ke sembarang arah.

"Ada apa? Memangnya siapa yang menelpon?" tanya mama Nita dengan ekspresi biasa aja.

"Pak hakim yang menelpon. Ternyata Arumi bicara benar tadi. Dia sudah membawa kasus ini ke pengadilan. Pak hakim memintaku datang besok pagi." jawab Gibran dengan nada datar.

Dengan ekspresi wajah dalam tatapan kosong.

Mama Nita terkejutnya juga bukan main. Ia sangat syok mendengar kata kata itu. Padahal ia sangat ingin Arumi kembali. Entah apa tujuannya saat ini.

Yang tentunya, bukan niat yang baik. Mama Nita tau bahwa putranya selingkuh, akan tetapi, dirinya menyetujuinya. Dan sekarang di saat gadis pujaannya hilang bak di telan bumi. Barulah anak sama ibu itu tau diri. Dan masih tetap pada gengsian.

\*\*\*

Keesokan paginya, Arumi menelpon pak Alex untuk minta izin hanya untuk hari ini.

"Jadi kamu mau kemana, mau minta izin." tanya pak Alex selidik.

"Tidak kemana-mana kok pak. Saya harus mengurus sesuatu dulu di kantor pengadilan. Dan Saya harus hadir pak."

"Oh kirain mau kemana, ya sudah izin di berikan."

Akhirnya, Arumi berangkat bersama Mika menuju kantor pengadilan. Tampak di sana, mereka datang secara berselisih.

Di saat sudah masuk ke dalam, namun belum pada di tempat duduknya. Mama Nita memanggil Arumi dan bicara dengan nya.

"Arumi..!"

Arumi pun menoleh di saat mendengar ada suara yang memanggilnya.

"Iya, ada apa ya?" tanya Arumi biasa saja.

"Kamu tidak kenal mama lagi, nak? Mama minta tolong sama kamu cabut saja tuntutan ini ya." ujar mama Nita yang seakan memelas. Dan berharap masih ada rasa iba dari lubuk hati Arumi.

"Di cabut? Bahkan aku baru saja menuntutnya. Kok di cabut sih. Atau mungkin mama masih mendukungnya sama seperti dulu."

Mama Nita jadi diam. Mereka tidak tau bahwa pak hakim sudah ada di sana. Jadi pak hakim semua perdebatan mereka ini.

Arumi pun melangkah masuk ke dalam dan duduk di kursi di depan pak hakim. Mereka akan di tanyain dulu sebelum di bawa proses pengadilan.

Anehnya, lidah Gibran kaku di saat pak hakim menanyakan semuanya padanya. Dari sini pak hakim sudah bisa mengambil kesimpulan, bahwa laporan yang di laporkan Arumi itu benar adanya.

Sudah berkali-kali mama Nita menggoyang kan tubuh putranya untuk bela diri. Namun, Gibran tetap tak bergeming.

"Tapi, pak. Perempuan itu sekarang sudah pergi nggak tau entah kemana. Wanita itu sudah menipu kami. Artinya sekarang putra saya sudah tidak berselingkuh lagi kan?" jawab mama Nita yang berusaha membela putranya itu.

Namun, pak hakim tersenyum getir.

"Anda ini orang tuanya kan? Bagaimana bisa anda mendukung kejahatan yang di lakukan putra anda. Seharusnya anda mengajari putra anda untuk jadi lebih baik. Lah ini, giliran kalian yang di tipu oleh orang yang begitu sayangi dan di banggakan, kalian malah gak terima. Lalu bagaimana, dengan bu Arumi? Apa dia akan terus-menerus menerima tipuan kalian ini?"

Ucapan pak hakim itu mampu membuat mereka berdua mematung. Mama Nita yang awalnya ingin menjawab karena tak ada sedikitpun suara Gibran di sana untuk bela dirinya. Akan tetapi, lidahnya tiba-tiba ngilu dan tak bisa menjawab apapun lagi.

"Bagaimana saudara Gibran? Apakah masalah ini kita bawa ke atas mimbar pengadilan atau kita selesai di ruangan saya." tanya pak hakim membuat Gibran tersadar dari lamunannya.

"Terserah saja pak hakim." jawab Gibran lesu.

Lalu Gibran menoleh ke arah Arumi.

"Ar, apa tidak ada lagi kata kata baik dari mu? Aku ingin mendengar ucapan baik dan manis dari mu."

"Tidak ada. Mungkin dulu iya, aku selalu bicara baik terhadapmu walaupun kamu sudah menipuku berulang kali. Tapi tidak dengan sekarang. Ini sudah cukup, setelah ini anggap saja kita tidak pernah bertemu dan tidak saling kenal." ketus Arumi dengan nada tegas.

Gibran menjadi semakin frustasi di buat. Kepalanya sakit berdenyut. Karena tidak tahan akhirnya dia langsung berlari keluar yakni untuk menenangkan dirinya. Mama Nita juga ikut dengan nya. Ia merasa malu jika harus lama lama di dalam sana seorang diri.

Dari sini, pak hakim langsung mengambil kesimpulan bahwa tidak ada lagi kata bertahan dalam rumah tangga mereka. Tidak ada pembelaan sedikitpun dari saudara Gibran. Dan malah hanya diam saja.

"Baiklah bu Arumi, untuk surat pisah bisa kalian ambil lima belas hari ke depan. Kalian juga harus menandatangani surat itu."

"Baik pak. Kalau begitu kami berdua permisi izin pamit pak. Kalau ada apa-apa lagi hubungi saja pak." jawab Arumi dengan nada lembut.

Pak hakim pun tersenyum manis. Dan tak lama pun mereka berdua pun pamit pulang. Mereka ingin sekali masuk kerja lagi. Tetapi ini sudah sangat telat. Akhirnya mereka mengurungkan niatnya dan malah pergi bermain ke rumahnya Mika. Akhirnya Mika bisa mandi dan ganti baju di rumahnya.

"Aku lupa, aku tidak ikut latihan karate udah beberapa hari ini. Guru pasti marah nih." gumam Mika.

"Karate? Jadi kamu selama ini ikut karate sehabis pulang kerja?" tanya Arumi.

Mika mengangguk. "Pasti aku merepotkanmu ya, hingga kamu tidak bisa ikut karate. Lagian untuk apa sih ikut latihan itu?"

"Untuk ilmu bela diri. Dari awal aku dah berniat untuk membalas mereka semua yang telah membunuh orang tuaku."

"Ya ampun, Mik. Pokoknya aku tidak mengizinkan mu untuk itu. Lagian kita sudah serahkan itu ke pihak tentara. Mereka lebih besar dari polisi. Sedangkan kita ini apa?"

Mika tak menjawab.

Bersambung...

Yuk lanjut baca Bab 13..jangan lupa tinggalkan komentar kalian ya... Kasih lope juga dong...

yuk mampir di karya teman aku..

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!