'Di sini ... untuk pertama kali, kuukir namanya di hati. Kulangitkan doa dan harapan, untuknya kembali.'
Tiada kata yang mampu terucap, hanya lirih batin menyertai kepergian Hanz. Telaga bening yang tak sanggup terbendung, akhirnya terjun bebas, mengalir membasahi wajahnya yang sendu.
Sore itu, dermaga tempat favorit Uswa, kini menjadi saksi bisu dua hati yang terluka karena keadaan. Langit yang tak secerah biasanya, akhirnya berhasil mengumpulkan payoda, hingga meneteskan rinai kepiluan, seolah mengerti pada kedua insan yang harus berpisah.
Uswa mengedarkan pandangan, seakan menyapu lautan. Ia merasa angin lebih kencang dari biasanya. Gelombang yang semula kecil, kini seakan lebih kuat menghantam tiang-tiang trestel.
Uswa kembali menatap ke arah di mana Hanz menuju. Tercetak jelas kekhawatiran di wajahnya. Ia merasa bahwa laut sedang tidak bersahabat. Batinnya was-was akan keberangkatan Hanz.
Drrtt ... drrtt ....
Di tengah kekhawatiran, ponsel Uswa berdering, menandakan dering panggilan masuk. Uswa pun melepas tas ransel, memindahkan ke depan. Ia langsung membuka tas, dan mengambil ponselnya.
Uswa menatap layar ponsel yang terus berdering, menampakkan nama Hanz di sana. Khawatir. Penasaran. Bimbang. Semua menjadi satu. Dengan segala perasaannya, Uswa menjawab panggilan suara via whatsapp dari Hanz.
"Pulanglah. Sudah gerimis. Sebentar lagi azan." ucap Hanz, dari balik ponsel, setelah Uswa menjawab salamnya.
Uswa mengerutkan kening. Ia heran Hanz mengetahui bahwa dirinya masih di dermaga. Uswa menoleh ke kiri dan kanan, bahkan ia memutar tubuhnya, mencari keberadaan Hanz.
"Mas melihatmu menggunakan teropong. Pulanglah. Mas akan baik-baik saja. Jaga dirimu baik-baik." ujar Hanz, mengerti bahwa Uswa mencari keberadaannya.
Selesai mengucapkan kalimat terakhir. Tanpa Uswa berkata satu kata pun, Hanz langsung mengakhiri panggilan suara, hingga membuat air mata Uswa kembali menetes.
'Kepedulianmu ini ... sangat menyiksaku, Mas.' batin Uswa.
Uswa menatap layar ponsel yang telah mati. Hatinya benar-benar kesal, marah, khawatir pada Hanz. Tidak, bukan hanya itu yang ia rasakan. Luka. Ya. Uswa merasakan luka mencintai seseorang. Namun, entah mengapa ia menyukai luka itu.
'Entah bagaimana aku menyikapi perasaan ini, karena ini pertama bagiku. Yang kurasakan sekarang hanya sakit, Mas. Namun, aku menyukai rasa sakit ini.'
Lagi-lagi batin Uswa berseteru. Ia merasakan sakit, namun ia tidak membencinya. Uswa malah merasakan kasih dibalik sakit yang ia rasakan. Uswa menundukkan pandangan, menyeka sisa air mata yang mengering.
Sayup-sayup azan berkumandang. Uswa segera memasukkan ponsel ke tas, dan kembali menggendong tasnya. Dengan menenteng totebag, Uswa melangkah, meninggalkan tepi trestel, di mana menjadi saksi perpisahannya dengan Hanz.
Uswa mempercepat langkah menuju motor kesayangannya. Ia akan salat magrib di masjid yang ada di simpang jalan, yang menjadi akses menuju dermaga. Namun, karena terburu-buru, saat ia mengenakan helm, Uswa meletakkan totebag di aspal.
Tanpa merasa membawa sesuatu, Uswa langsung menyalakan mesin motor. Ia segera mengarahkan motornya keluar dari gerbang dermaga. Uswa pun melupakan totebag pemberian Hanz, hingga sosok pria mengambil totebag milik Uswa. Pria itu pun menatap Uswa yang sudah keluar dari gerbang.
...****************...
Selesai melaksanakan salat magrib dan salat sunah, Uswa merapikan mukenanya. Ia memasukkan ke dalam tas mukena, dan memasukkan ke tas ransel hitam kesayangannya. Uswa langsung mengenakan kaos kaki, kemudian merapikan hijab yang sedikit basah saat berwudu.
Uswa terdiam sejenak. Ia merogo tas ranselnya, mengambil benda pipih dengan sampul karet berwarna hitam. Uswa menatap layar ponsel, ia berpikir untuk menghubungi kakak dan ibunya. Ia pun mengirim pesan via whatsapp pada ibu dan kakaknya.
Uswa kembali terdiam, pikirannya tertuju pada sesuatu yang ia lupakan. Namun, ia lupa apa yang telah ia tinggalkan. Uswa kembali mengingat kejadian sore itu.
"Astaghfirullah ..." celetuk Uswa. Ia tersadar telah kehilangan totebag pemberian Hanz.
Uswa bergegas mengenakan zipperhoodie. Ia pun memastikan tidak ada barang yang tertinggal di masjid. Dengan segera Uswa berdiri, dan melangkah keluar masjid, menuju parkiran.
Parkiran masjid yang sudah sepi, tinggal beberapa motor saja, membuatnya dengan mudah keluar dari pekarangan. Uswa langsung melaju, mengarahkan motornya menuju dermaga.
Sesampainya di depan gerbang dermaga, Uswa menghentikan motor. Ia berjalan ke arah pos penjaga. Ia berniat meminta izin pada penjaga, untuk bisa masuk ke dermaga. Karena setelah jam 19.00, gerbang dermaga sudah ditutup, tidak diizinkan bagi siapapun masuk, kecuali petugas.
"Permisi, Pak ..." sapa Uswa, saat berada di depan pos penjaga.
"Eh, Mbak Uswa ..." jawab petugas itu, yang mengenali Uswa.
"Eh, Mas Dika yang jaga malam ini?" tanya Uswa, sumringah karena mengenali siapa yang sedang berjaga.
Uswa dan penjaga itu yang diketahui namanya Dika, memang saling mengenal. Mereka sempat beberapa kali menjadi panitia acara di masjid, di sekitar rumah kontrakan Uswa. Dika pun yang memang warga setempat, rumahnya tidak jauh dari rumah Uswa.
"Mbak Uswa ada apa malam-malam ke sini? Biasanya jumat sore, ini kenapa jam segini, mana hari senin pula." cicit mas Dika, yang seakan sedang mengintrogasi Uswa.
"Itu, Mas. Saya tadi sore ke sini, bertemu teman. Tapi, saya baru ingat, kalau saya meninggalkan barang di dekat parkiran. Saya lupa, Mas." jawab Uswa, tanpa ada yang ia sembunyikan.
"Aduh, Mbak. Gimana, ya? Saya nggak bisa kasih izin Mbak Uswa. Mbak sendiri tau aturan dermaga ini." jelas mas Dika. Ia berusaha tegas meski ada rasa tidak enak di hatinya.
"Sebentar aja, Mas. Saya beneran mau ambil barang saya doang, Mas. Nggak lebih. Serius, deh ...."
Uswa memelas, memohon pada mas Dika. Ia berharap pria yang berusia 36 tahun itu mengizinkannya masuk. Sehingga ia bisa mencari bingkisan pemberian Hanz.
"Maaf banget, Mbak. Saya benar-benar minta maaf. Saya tidak bisa mengizinkan Mbak masuk." sesal mas Dika, yang membuat Uswa terdiam lesu.
"Tapi, saya akan bantu." imbuh mas Dika.
Uswa yang tadi lesu, kini kembali sumringah. Mas Dika pun kembali berkata, "Mbak tuliskan ciri-ciri barangnya, nanti saya akan menghubungi teman saya yang di dalam. Kalau ada, saya akan langsung ngabari Mbak Uswa."
Uswa kembali lesu, mendengar bantuan yang ditawarkan mas Dika. Ia benar-benar khawatir barang itu hilang. Bagaimana jika Hanz tau? Dia pasti marah, karena Uswa tidak menjaga pemberiannya dengan baik.
Uswa terdiam, matanya merah menahan tangis. Dia benar-benar bingung dan kesal. Entah karena perasaannya yang sedang kalut, sehingga kecerobohannya menambah melo di hatinya.
Mas Dika yang melihat Uswa seperti itu, merasa tidak tega. Namun, ia tidak bisa melanggar peraturan yang ada. Mas Dika pun diam sejenak, ia langsung meraih handy talky. Mas Dika segera menghubungi rekannya yang berada di area dermaga.
Uswa yang masih setia pada posisinya, ikut menyimak informasi yang disampaikan rekan Mas Dika. Di bawah cahaya lampu yang cukup terang, mata Uswa semakin merah, air mata pun berlinang di sana, setelah mendengar bahwa ada seorang pria yang mengambil totebag-nya.
Uswa kembali lesu, ia benar-benar marah dan kesal dengan dirinya. Kecerobohannya membuat dirinya kehilangan sesuatu yang berharga dari Hanz, meski ia belum mengetahui isi dari bingkisan itu.
"Mbak Uswa sebaiknya pulang, saya akan berusaha mencari barang Mbak Uswa," tawar mas Dika, yang dibalas anggukan lemah oleh Uswa.
Uswa menghela napas berat. Ia pun berpamitan dengan mas Dika. Dengan langkah gontai, Uswa berjalan menuju motor yang tidak jauh darinya. Uswa segera naik dan menyalakan mesin motor. Dengan segera Uswa mengarahkan motor, meninggalkan gerbang dermaga, membawa kekesalan pada dirinya sendiri.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Bukan rasa sakit yang kuinginkan. Namun, entah mengapa aku menyukai perasaan ini....
...~Titik Kedua~...
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
💫0m@~ga0eL🔱
siapa yg ngambil sih,, aku udah ikut nyari nih?
2024-11-30
0
mama Al
nyesek ya uswa
2024-08-09
1
mama Al
emang kelihatan teropong dari laut
2024-08-09
1