Sore itu, setelah keluar dari lokasi kerja, dengan cepat Uswa melajukan motor menuju dermaga. Ia ingin segera menemui Hanz yang hanya memiliki waktu satu jam sebelum jam 18.00. Sesampainya di tempat parkir, Uswa langsung berlari, menuju ujung trestel.
Uswa berhenti sejenak, ia mengatur napas yang tersengal. Wanita itu menatap lekat Hanz yang berdiri di tepi trestel. Dengan pakaian putih seragam pelaut, Hanz terlihat berbeda di mata Uswa. Tanpa ia sadari, Hanz sudah berdiri beberapa langkah di hadapannya.
"Uswa ..." lirih Hanz, menatap Uswa yang tengah mematung. Hanz pun mengulurkan tangan, menyerahkan totebag warna hitam kombinasi merah pada Uswa.
"Apa ini, Mas?" tanya Uswa, penasaran. Ia menerima totebag yang berisi kotak persegi panjang berwarna hitam, dengan hiasan pita merah bermotif hati.
"Hanya bingkisan kecil. Bukanya nanti, setelah Mas chat kamu." ucap Hanz.
Uswa beralih menatap Hanz, ia heran mengapa Hanz menyuruhnya membuka bingkisan itu setelah menerima pesan darinya.
"Kenapa harus nunggu Mas nge-chat?" cicit Uswa, yang semakin penasaran.
"Lakukan saja, jangan banyak tanya."
Kalimat Hanz membuat Uswa mendengus kesal. Uswa pun enggan berdebat pada Hanz. Ia memilih diam dan membiarkan rasa penasarannya kian menggebu. Hanz menggeleng pelan, ia tersenyum melihat Uswa yang mendengus kesal.
"Lagian ngapain ngasih-ngasih beginian?" gerutu Uswa.
"Jangan menggerutu gitu. Itu memang Mas sediakan untuk wanita yang ada di hati Mas," ujar Hanz, menatap lekat Uswa.
Uswa terbelalak mendengar ucapan Hanz. Matanya yang bulat kecil membalas tatapan pria di hadapannya. Uswa berusaha mencari pesan tersembunyi pada sorot mata Hanz.
"Uswa ... dengarkan Mas baik-baik. Mas hanya akan mengatakan sekali."
Hanz terdiam sejenak. Ia semakin dalam menatap Uswa. Pria itu menarik napas dalam, kemudian mengembuskan dengan berat. Hanz pun melanjutkan ucapannya.
"Mas jatuh hati padamu sejak pandangan pertama. Entah mengapa saat menatap binar matamu, perasaan Mas tertaut padamu. Terlebih lagi, saat melihat air matamu, Mas jadi semakin ingin ada untukmu."
Hanz kembali terdiam. Ia berusaha mengatur napas, untuk menetralkan detak jantung yang semakin cepat. Hanz semakin dalam menatap binar indah mata Uswa.
"Mas akan berlayar ke Surabaya. Mas mau kamu jaga diri dengan baik. Jangan lukai dirimu lagi, ini perintah untukmu," lanjut Hanz.
Hanz terus menatap Uswa, hingga membuat jantungnya semakin berdebar. Hanz menyadari memandang Uswa terlalu lama, akan menimbulkan rasa yang terselimut nafsu semata.
Hanz pun memalingkan pandangan. Ia tidak ingin perasaannya terbalut bisikan setan. Itu hal yang selalu ia hindari dalam mencintai seorang wanita.
'Astaghfirullah ...' batin Hanz, lirih mengucap kalimat ampunan dari Illahi Rabbi.
Sedangkan Uswa, ia diam membisu mendengar ungkapan isi hati Hanz. Ia bingung bagaimana harus menanggapi Hanz. Uswa mengalihkan pandangan, menatap langit yang tidak secerah biasanya. Ia pun beralih menatap lautan luas tak berujung.
"Di laut ... apa Mas bisa mengirim pesan?" tanya Uswa, terdengar kecemasan di setiap kata.
"Mas berusaha untuk mengirim pesan." ucap Hanz, yakin.
"Lalu ... saya harus bagaimana menunggu Mas kembali?" Uswa benar-benar merasa bingung, karena sebelumnya Hanz berkata tidak ingin ditunggu.
"Jaga dirimu baik-baik. Itu sudah cukup untuk Mas."
Uswa tersenyum getir menatap Hanz. Ia merasa ungkapan Hanz hanya karena kasihan padanya. Uswa ingin Hanz memintanya untuk menunggu. Namun, bukan itu yang terdengar di telinga Uswa.
Uswa menundukkan pandangan. Ia tidak ingin menatap pria yang seolah menyakitinya secara perlahan. "Hanya itu yang Mas minta?" tanya Uswa.
Getar suara Uswa terdengar pilu di telinga Hanz. Pria itu mengerutkan kening. Menatap Uswa yang tengah memandang lautan luas.
"Maksudmu?" Alih-alih menjawab, Hanz balik bertanya maksud dari pertanyaan Uswa.
"Jika memang Mas benar jatuh hati pada saya, Mas pasti akan meminta saya untuk menunggu. Tapi, apa? Mas hanya meminta saya menjaga diri. Tanpa Mas bilang pun saya akan melakukannya." sergah Uswa, yang geram akan sikap Hanz.
Hanz menghela napas berat. Ia pun berkata, "Saat ini Mas hanya ingin mengatakan perasaan Mas. Mas ingin sekali ditunggu, tapi itu terlalu dini untuk Mas minta sekarang."
"Mas itu egois, ya? Mas ungkapin perasaan, tapi tidak memikirkan perasaan saya? Lebih baik Mas tidak ungkapin, loh." Uswa semakin kesal dengan jawaban Hanz, yang menurutnya tidak bisa tegas dengan perasaannya.
"Mas minta maaf. Mas sungguh jatuh hati padamu. Tapi, Mas belum bisa memintamu untuk menunggu. Tolong jaga diri baik-baik," ucap Hanz, berusaha meyakinkan Uswa.
Tidak ada jawaban dari Uswa. Wanita itu malah melangkah menuju tepi trestel. Ia meninggalkan Hanz yang ikut melangkahkan kaki. Kini Hanz berdiri beberapa langkah di belakang Uswa.
"Mas ingin mendengar jawabanmu, Dek." ucap Hanz.
Hanz bingung dengan diamnya Uswa. Pikiran dan hatinya bertanya-tanya, apakah Uswa menyimpan rasa yang sama, atau hanya sekedar rasa nyaman?
Meski Hanz pernah memiliki hubungan sebelumnya, namun ia kurang mengerti bagaimana bersikap pada sang kekasih. Hanz hanya tahu kalau dia mencintai kekasihnya, menjaga diri dan cinta untuk wanita pujaannya. Karena saat itu yang ada dalam benaknya adalah pekerjaan. Ia menginginkan peningkatan karir dalam hidupnya.
Hanz menghela napas. Ia melirik arloji yang melingkar di tangan kiri. Jam telah menunjukkan angka 17.45. Ia tidak memiliki banyak waktu untuk bercengkerama dengan Uswa.
"Uswa ... jangan diam saja! Mas harus segera pergi. Berikan jawabanmu, Uswa ..." lirih Hanz.
Lelah mendengar Hanz mendesak jawaban, akhirnya Uswa membalikkan tubuh. Tatapan mereka saling beradu, seakan saling menyelam, menelusuri manik indah yang sedang dilanda asmara.
Uswa tersenyum getir. Tatapannya semakin dalam. "Jawaban apa yang harus saya berikan, sedangkan dalam ungkapan Mas tidak ada pertanyaan di sana?" tukas Uswa.
Hanz menatap tajam Uswa. Hatinya terenyuh menatap binar luka manik indah Uswa. Ia sadar, bahwa Uswa menginginkan kejelasan yang pasti masih sulit untuk ia berikan. Hanz menunduk lesu. Ia mengerti, ungkapan perasaan saja tak cukup bagi Uswa.
"Jawaban seperti apa yang Mas butuhkan?" desak Uswa. Ia sudah sangat kesal dengan sikap Hanz.
"Kalau Mas menanyakan perasaan saya, tidak perlu diragukan lagi ... saya jatuh hati padamu, Mas. Hanya itu yang bisa saya katakan." lanjut Uswa, seolah meluapkan segala kekesalannya.
"Mengetahui perasaanmu ... itu sudah cukup bagi Mas." cetus Hanz, mnimbulkan telaga bening berlinang di pelupuk mata Uswa.
Mata Uswa memerah menahan air mata. Ia sangat kesal dengan sikap Hanz. Ia tidak mengerti kenapa Hanz hanya perlu mengetahui perasaannya, sedangkan yang ia butuhkan adalah sikap tegas dari ungkapan Hanz.
"Lantas ... apa kesimpulan dari perasaan yang saling berbalas ini?" desak Uswa, ingin mendengar kepastian yang Hanz berikan.
"Jaga dirimu baik-baik." ucap Hanz, yang terluka dengan tatapan Uswa. Tatapan yang akan ia rindukan, yang memberikan harapan untuk Hanz kembali ke Kota Dumai.
"Mas ..." desis Uswa, tidak terima dengan jawaban Hanz.
Hanz mengulurkan tangan kanan, mengusap kepala Uswa yang tertutup hijab, sedangkan tangan kirinya mencengkeram bahu kanan Uswa. Hanz pun sedikit membungkukkan tubuh.
"Mas akan segera pergi. Mas naik speedboat dari kapal. Sekarang Mas harus kembali. Mas mohon jaga dirimu baik-baik."
Tidak tahan dengan tatapan luka Uswa, Hanz segera menarik tangannya, dan membenarkan posisi tubuhnya. Tanpa kata, Hanz melangkah menuju tepi trestel, di mana speedboat-nya menunggu.
Dengan langkah berat, Uswa mengikuti Hanz, mengantar Hanz untuk naik ke atas speedboat. Hanz pun telah berdiri di atas speedboat.
"Berangkat sekarang, Pak." ujar Hanz, pada pengemudi speedboat.
Pengemudi itu langsung menyalakan mesin. Saat speedboat mulai bergerak, Hanz melambaikan tangan kanannya. Untuk pertama kali, hatinya benar-benar sakit meninggalkan pujaan hati.
'Sampai jumpa ...' lirih Hanz dalam batinnya.
Ia terus berdiri dan melambaikan tangan pada Uswa yang menatap kepergiannya dengan linangan air mata.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Jawaban apa yang harus kuberi, sedangkan engkau tidak tegas dengan perasaanmu sendiri, Tuan?...
...~Titik Kedua~...
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
💫0m@~ga0eL🔱
beri kepastian dong mas, uswa tuh di suruh nunggu y nunggu. jgn karna satu ayu, wanita yang lain di samakan karakter nya
2024-11-30
0
💫0m@~ga0eL🔱
ku tunggu, slalu ku tunggu, kehadiran mu slalu ku tunggu,, hingga memutih rambut ku,, kamu tak datang-datang 🎶🎶🎶
2024-11-30
0
💫0m@~ga0eL🔱
jangan sekali mas hanz, sering2 aja biar uswa gak kelupaan /Facepalm//Joyful/
2024-11-30
0