Hanz terdiam, menatap nyalang saat pria itu merangkul Ayu. Ia berusaha meminta penjelasan dari Ayu yang semakin diam membisu.
"Siapa pria ini, Sayang?" ujar Hanz, ia pun mendekati Ayu dan pria tersebut.
"Sayang?" Bukan suara Ayu yang terdengar di telinga Hanz, melainkan suara pria yang juga sama herannya.
"Maaf ... Mas ini siapa berani memanggil istri saya sayang?" imbuh pria itu bertanya heran, yang ternyata adalah suami Ayu.
"Istri?!" Nada suara Hanz naik satu oktaf. Bagai bensin tersulut api, seketika amarahnya langsung membara. "Bagaimana mungkin Ayu istri anda, sedangkan saya kekasihnya masih menerima pesan darinya dua hari yang lalu?" timpal Hanz, yang berusaha menahan amarahnya.
"Seharusnya itu yang saya tanyakan, bagaimana mungkin anda kekasihnya, sedangkan saya menikahi Ayu tiga bulan yang lalu?"
Duuaarr ....
Bagaikan tersambar petir saat mendengar pernyataan yang keluar dari mulut pria, yang ternyata adalah suami dari kekasihnya. Tidak. Bahkan yang dirasakan Hanz lebih sakit dari pada diterjang badai.
Tidak ada suara di antara mereka, hingga Ayu berusaha meraih tangan Hanz. "Maaasss ..." lirih Ayu.
Hanz langsung menghempaskan tangan Ayu. Ia menatap nyalang Ayu. Amarahnya sudah tidak bisa ia bendung.
"Apa yang akan kamu jelaskan?" sergah Hanz, dengan suara pilu dan amarah menjadi satu.
"Nak ..." lirih ayah Ayu, berusaha menenangkan Hanz.
"Sepurane, Pak. Saya mau dengar langsung dari Ayu," Meski amarahnya meluap, namun Hanz masih dengan sopan menolak ayahnya Ayu.
"A-aku ... a-aku minta maaf. A-aku mengkhianatimu ..." lirih Ayu, air matanya yang berlinang pun membasahi pipinya.
"Apa maksudmu?! Katakan dengan jelas!" bentak Hanz. Mendengar Hanz membentak Ayu, Aminah langsung berdiri mengusap lengan Hanz.
"Istighfar, Nak. Pelankan suaramu jika berbicara dengan perempuan ..." tutur Aminah, berusaha menenangkan anaknya.
"Maaf ... ini istri saya, kenapa anda membentaknya seperti itu?" suami Ayu pun tak terima karena Hanz membentak istrinya.
"Bung ... biarkan ISTRIMU menjelaskan, setelah itu bisa anda tidak terima!" sergah Hanz, menekankan pada kata istri, dan menatap marah pada Ayu.
"Apa maksudnya ini, Sayang?" tanya pria itu pada Ayu.
Dengan sesenggukan dan linangan air mata, Ayu pun menjelaskan pada Hanz dan suaminya. Ia telah melakukan hal yang dilarang, hingga ia mengandung. Ayu pun tahu jika suaminya sangat mencintainya, namun hati Ayu masih sangat mencintai Hanz, hingga ia menyembunyikan kebenaran dari suaminya dan Hanz.
Ayu tidak tahu jika Hanz kembali secepat ini. Ia mengira Hanz akan kembali dalam waktu dua tahun. Hingga ia melahirkan anaknya, dan ingin bercerai pada suaminya, sehingga ia bisa kembali pada Hanz.
Buugghh ...!
Mendengar cerita yang disajikan Ayu, Hanz pun langsung meninju tembok rumah Ayu. Ia merasa sangat dikhianati dan dibodohi oleh Ayu, wanita yang sangat ia cintai.
"Kamu tau, saya di sana berusaha menjaga diri untukmu! Menjaga cinta saya untukmu! Saya berusaha sekeras mungkin mewujudkan pernikahan impianmu. Sebesar itu cinta saya untukmu, Ayu! Dan kamu ... mengkhianati saya, dan berpikir untuk mengkhianati suamimu? Di mana pikiranmu, hah?!"
Hanz sudah tidak bisa menahan amarahnya. Ia pun mengeluarkan segala amarah di hadapan Ayu. Sama dengan apa yang dirasakan Hanz, suami Ayu juga merasa dipermainkan. Ia tidak tahu jika Ayu memiliki kekasih, hingga perasaannya diterima.
"Maass ..." lirih Ayu penuh sesal, bahkan ia tidak menghiraukan suaminya yang menatapnya penuh amarah.
"Mulai sekarang ... jangan pernah muncul di hadapan saya!" hardik Hanz.
"Mas ... aku benar-benar mencintaimu. Aku sungguh tidak ingin kehilanganmu. Maafkan aku, Mas. Pekerjaanmu membuatku kesepian di sini, hingga a-aku ... a-aku khilaf, Mas."
Amarah Hanz semakin membara, mendengar kalimat Ayu yang harusnya sudah menjadi risiko baginya.
"Kenapa kamu menerima cinta saya, padahal kamu tau pekerjaan saya seperti apa?" berang Hanz, membuat Ayu semakin menyesali kesalahannya.
Puk ....
Tepukan di pundak membuat Hanz tersadar dari kenangan buruk. Hanz menoleh ke kiri, menatap kapten yang merupakan atasannya berdiri di sampingnya.
"Masih muda jangan kebanyakan melamun," ujar Andi, menggoda Hanz.
"Tidak, Cap. Saya hanya melepas lelah," jawab Hanz, berusaha menutupi perasaannya dari Andi.
"Sudah 20 tahun saya mengarungi lautan ini, Mas Mikailo. Sampai sekarang pun, saya masih gusar dengan pekerjaan ini. Meninggalkan keluarga, meninggalkan yang dicintai, itu semua saya lakukan demi mereka. Sakit? Jelas, saya merasakan sakit menahan rindu, menahan sakit hati bila dikhianati. Namun, terlepas dari semua itu, saya akan selalu ingat, yang saya lakukan ini demi mereka, demi orang-orang yang saya cintai."
Seakan mengerti apa yang dirasakan Hanz, Andi berusaha mengatakan perasaannya yang telah ia alami. Mendengar penuturan atasannya, Hanz hanya terdiam meresapi kata demi kata yang terucap.
"Kamu sendiri tau, saya pernah gagal dalam pernikahan. Pengkhianatan yang dilakukan orang yang kita cintai, itu luar biasa sakitnya. Awalnya saya menutup diri, berusaha untuk menjauhi wanita yang saya cintai. Karena saya takut, saya akan dikhianati lagi oleh wanita yang saya cintai, dengan dalih kesepian. Itu sakit banget, Mas." tutur Andi, mengingat bagaimana dirinya dikhianati pernikahan pertamanya.
Andi pun kembali berkata, "Namun, akhirnya saya bertemu dengan istri saya yang sekarang. Saya seakan menemukan berlian, Mas. Dia selalu menjaga dan menanti saya, meski rasa sakit penantian sangat dalam ia rasakan. Saya bersyukur pada Allah Ta'ala, mengirimkan saya wanita yang sanggup menanti kepulangan saya."
Andi pun terdiam. Ia menatap Hanz yang hanya tersenyum. Andi pun menghadap ke arah Hanz, membuat Hanz membenarkan posisi berdirinya. Andi mengulurkan tangan, menunjuk dan menekan dada bidang Hanz menggunakan jari telunjuk.
"Jika memang hatimu menemukan orang yang tepat, dan merasakan ingin melindungi orang itu, maka lakukanlah. Katakan saja padanya. Jangan biarkan dia menanti dengan ketidakjelasan. Ceritakan kegusaranmu, jika dia mau menantimu, biarkan dia menantimu. Dan kamu ... jaga kembali hatimu untuk wanita yang benar-benar ingin kamu lindungi."
Andi berusaha memasukkan infus semangat dalam tubuh Hanz. Ia merasakan cinta yang dalam antara Hanz dan Uswa, saat melihat mereka berdua di dermaga sore itu.
"Eh ... Cap, bukan begitu ...." Hanz mencoba berkilah, namun Andi langsung memotong ucapan Hanz.
"Besok pukul enam kita mulai keberangkatan. Saya beri waktu satu jam untuk menemuinya. Katakan yang sejujurnya, saya tidak ingin kegusaranmu menghambat pekerjaanmu." ucap Andi, terdengar serius, namun sangat menyentuh hati Hanz.
"Terima kasih, Cap." ucap Hanz, menatap Andi dengan binar mata penuh makna.
Andi pun melangkah pergi, meninggalkan Hanz yang masih setia berdiri di tempatnya. Hanz menarik napas dalam, kegusarannya mulai mereda. Ia kembali menatap lautan yang dihiasi oleh lampu-lampu kapal.
Hanz beralih menatap pantulan rembulan yang bergelombang di atas air. Hanz tersenyum, wajah Uswa seketika terlintas di hadapannya. Ia terbayang akan pancaran mata yang telah membuatnya jatuh hati.
Akankah kau menerima perasaanku? batin Hanz, ia semakin dalam menatap bayangan sinar rembulan di air.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Jaga cintamu untuk orang yang memperjuangkanmu. Jangan biarkan rasa sepi itu mengkhianati dirinya....
...~Titik Kedua~...
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
💫0m@~ga0eL🔱
enak aja luuuu
2024-11-25
1
💫0m@~ga0eL🔱
Ayu bikin emosi nih 😤
2024-11-25
0
💫0m@~ga0eL🔱
astagfirullah ayuuu 😓😤
2024-11-25
0