Di Dermaga yang mulai sunyi dan syahdu, Uswa dan Hanz terdiam dalam keheningan yang penuh makna. Suasana senja yang perlahan menyelimuti dermaga, menciptakan kehampaan dan kerinduan yang begitu terasa. Gelombang air yang tenang, ditemani debus laut, seakan menjadi saksi bisu dari getar kasih yang dirasakan oleh Uswa dan Hanz.
Hanz yang akan segera berlayar, seolah terjebak dalam kebimbangan yang membelenggu hatinya. Meski cinta untuk Uswa begitu mendalam, namun kata-kata yang menyatakan perasaannya seperti terperangkap di tenggorokannya, tak sanggup keluar dengan jelas. Mata Hanz yang penuh kehangatan, mencerminkan getaran emosi di balik rona wajahnya yang tegar.
Di tengah senandung suara alam, kedua insan itu terhanyut dalam pikiran masing-masing. Tiba-tiba Uswa bangun dari duduknya, hingga membuat ponsel yang berada di pangkuannya jatuh. Untung saja dengan cepat Hanz segera menangkap ponsel Uswa.
"Lain kali dilihat dulu. Jangan ceroboh!" ucap Hanz, yang sebenarnya menyiratkan perintah. Hanz pun menyodorkan ponsel ke arah Uswa.
Drrtt ... drrtt ....
Belum sempat Uswa menerima ponselnya, dering ponselnya berbunyi, menandakan satu panggilan masuk. Hanz yang memang masih memegang ponsel Uswa, melihat siapa yang menghubungi Uswa.
Uswa pun langsung menerima ponselnya. Akan tetapi, saat ia tahu siapa yang menghubunginya, Uswa menatap Hanz penuh harap.
"Tolong jawab panggilan mas saya itu, Mas. Saya belum bisa bicara dengannya ..." pinta Uswa, dengan nada yang sangat lirih, sembari menyerahkan ponsel pada Hanz.
Hanz pun menerima ponsel Uswa, ia menggeser ikon menerima panggilan. Dengan dada yang berdebar, ia menjawab panggilan telepon dari Wildan, kakak kandung pujaan hatinya.
"Assalaamu'alaikum ...." Hanz menjawab penuh ketenangan, namun membuat jantungnya berdetak kencang.
"Siapa ini?" tanya Wildan tanpa menjawab salam. Nada suaranya terdengar sangat terkejut.
"Maaf, sebelumnya, Mas. Saya Hanz, temannya Uswa." jawab Hanz, tenang dan sopan.
"Teman? sejak kapan dia punya teman pria?" Dari balik ponsel, suara Hanz penuh tanda tanya.
"Belum terlalu lama, Mas."
Hanz kembali menjawab pertanyaan Wildan dengan tenang, meski dadanya berdebar mendengar setiap nada tinggi Wildan. Namun, Hanz tidak merasa sakit hati. Ia pasti akan melakukan hal yang sama dengan Wildan, jika ia memiliki adik perempuan.
"Di mana Uswa sekarang?" Nada Wildan semakin terdengar tinggi.
"Kami sedang di Dermaga. Sebentar lagi saya akan mengantar pulang." jawab Hanz, sembari mengatur napas, menahan kegugupan.
"Pulang sekarang! Saya sudah berada di rumahnya. Saya akan bicara sebentar dengan anda di sini. Assalaamu'alaikum." tegas Wildan, seakan mengintimidasi Hanz dari balik ponsel.
"Baik, Mas. Wa'alaikumussalaam."
Panggilan telepon pun berakhir. Hanz menghela napas berat. Ia terdiam sejenak, menetralisir debaran jantungnya yang berdetak lebih cepat.
Hanz pun tersenyum menatap Uswa. Ia menyodorkan ponsel pada Uswa. Namun, Uswa terdiam menatap Hanz. Ia ingin mendengar apa yang dikatakan Wildan.
"Masmu telah menunggu di rumahmu," ujar Hanz, mengerti dengan tatapan Uswa.
"Apa?!" pekik Uswa. "Serius kamu, Mas?" imbuhnya, tidak percaya dengan ucapan Hanz.
Hanz hanya diam. Pria dengan setelan kemeja biru gelap, yang dipadukan dengan celana abu tua itu tersenyum hangat. "Ayo pulang, Dek!" aja Hanz.
"Saya pulang sendiri, Mas." ujar Uswa, ia merasa khawatir jika Wildan melihat Hanz.
"Tidak bisa. Masmu ingin bicara dengan saya." Hanz pun meraih tangan Uswa, meletakkan ponsel di telapak tangannya.
"Ayo pulang. Sebentar lagi azan."
Hanz pun melangkah dengan menarik tangan Uswa, hingga Uswa pun terpaksa mengikuti langkah Hanz. Mereka berjalan, menyusuri trestel menuju parkiran. Hingga akhirnya, mereka sampai di mobil, dan langsung pergi meninggalkan dermaga, menuju rumah Uswa.
...****************...
Saat ini, Hanz tengah duduk berdua bersama Wildan. Hanz menceritakan bagaimana pertemuannya dengan Uswa, sesuai permintaan Wildan. Tidak ada yang ditutupi Hanz sedikitpun, kecuali perasaannya yang telah jatuh hati pada Uswa.
Wildan terdiam mendengar cerita Hanz. Tangannya mengepal, menahan amarah yang memuncak. Ia benar-benar marah pada ayahnya. Tidak hanya itu. Ia juga marah dengan dirinya sendiri, karena tidak mengetahui kondisi Uswa, adiknya.
"Sa-saya ...." Wildan terdiam sejenak. Tenggorokannya seakan tercekat. Wildan menghela napas berat, seakan melepas segala beban yang terpendam.
"Saya benar-benar tidak tau kondisi adik saya. Yang saya tau, dia hanya mengeluarkan amarahnya bila berhubungan dengan bapak kami ..." imbuh Wildan, menyesali ketidaktahuannya tentang Uswa.
Untuk kesekian kalinya, Wildan merasakan luka yang dalam. Selama ini Wildan yang menjadi tulang punggung keluarga. Ia mengubur mimpinya untuk kuliah, demi bisa menguliahkan adiknya. Hingga Uswa selesai kuliah dan bekerja, keadaan mereka membaik, Uswa mampu memberikan modal untuk Wildan membuka usaha bengkel dan spare part.
Akhirnya, karena usaha dan doa, Allah Ta'ala memberikan keberkahan pada usaha mereka. Sehingga, dari usaha bengkel dan spare part, dan dari kegigihan Uswa dan Wildan, mereka berhasil membeli beberapa hektar kebun sawit, yang dikelolah oleh orang tua mereka, karena untuk penghasilan orang tua Uswa dan Wildan.
Air mata Wildan menetes, teringat akan kesulitan Uswa yang membantunya. Hingga Uswa kehilangan waktu bermain. Hanz yang berada di samping Wildan, hanya mampu terdiam, menatap rembulan yang masih bersinar.
"Mas Wildan ..." lirih Hanz, menatap Wildan yang balas menatapnya.
"Ada apa?" ucap Wildan, suaranya terdengar berat.
"Saya tau, tanpa saya ucapkan, Njenengan akan menjaga Uswa. Namun, sekiranya Njenengan bisa membujuk Uswa, untuk bisa menerima keadaan. Jika tidak, Uswa akan seperti ini terus, ia akan merasakan luka yang semakin dalam."
Hanz memberi saran pada Wildan, meski hatinya ragu, Hanz tetap teguh ingin mengatakannya, demi kebaikan Uswa, karena ia merasa tidak bisa selalu ada di sisi pujaan hatinya.
Mendengar ucapan Hanz, Wildan menatap lekat wajah pria yang bisa dekat dengan adiknya. Wildan mencoba menyelami binar manik yang memancarkan luka kerinduan.
"Sampean mencintai adik saya?" Getar suara Wildan membuat Hanz menundukkan pandangan.
Hanz terdiam, seolah tersentuh oleh keberanian Wildan, dalam mengungkapkan pertanyaan yang begitu sensitif. Tatapan matanya penuh rasa hormat pada Wildan. Sementara pikirannya melayang pada Uswa, wanita yang telah merebut hatinya.
Hanz menghela napas gusar. Bimbang dalam hatinya semakin besar. Akankah dia berkata jujur pada Wildan? Akankah dia menyembunyikan perasaannya? Pertanyaan-pertanyaan itu kian berseteru dalam pikirannya.
Akhirnya Hanz memberanikan diri mengangkat pandangannya. Ia tersenyum hangat, menatap hormat pada Wildan.
"Maafkan saya sekiranya ini lancang, Mas Wildan. Saya ... saya memang telah jatuh hati pada Uswa. Namun, saya tidak bisa mengungkapkan perasaan ini. Saya tidak bisa menjanjikan apapun padanya, Mas."
Jawaban Hanz membuat Wildan semakin tajam menatapnya. Wildan pun berkata, "Bisa saya mendengar alasannya?"
"Njenengan sendiri sudah tau, saya mencari makan dengan mengarungi samudera. Saya tidak bisa menjanjikan apapun, karena saya sendiri tidak tahu bisa kembali atau tidak, bahkan beberapa rekan saya pulang tinggal nama." jawab Hanz, ada getar pilu terselip di setiap kata.
"Tidak bisa berjanji untuk kembali, atau ... karena sudah ada hati lain yang menunggu kepulangan Sampean?"
Hanz dan Wildan saling menatap. Bukan Wildan ingin ikut campur dengan perasaan adiknya. Ia hanya tidak ingin Uswa terluka, karena ia yakin Uswa telah jatuh hati pada Hanz.
Sedangkan Hanz, ia hanya terbungkam. Merasakan kembali getar pilu yang lama terpendam. Pria itu melekat binar tajam Wildan. Ia tidak ingin membuka luka lama, namun ia juga tidak ingin terjebak dalam luka itu.
Keheningan yang diselimuti ketegangan semakin terasa. Dua pria itu semakin diam membisu. Mereka seakan saling masuk, menelusuri tatapan masing-masing. Akan tetapi, keduanya berkutat pada pikirannya masing-masing.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Luka yang lama kupendam, kini muncul kembali. Ia hadir di saat aku jatuh hati....
...~Titik Kedua~...
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
💫0m@~ga0eL🔱
kompak mereka bersaudara /Cry/
2024-11-25
0
💫0m@~ga0eL🔱
keren kakak nya uswa
2024-11-25
0
💞Eli P®!w@nti🐼🦋
🌹🌹🌹untuk uswa
2024-08-25
0